"Aku tidak menyangka kau menggunakan cara licik seperti ini agar aku tidak bisa menolak." Goda Caren.
"Perang saja butuh strategi dan taktik. Masa, untuk urusan cinta tidak?" balas Daniel.
Daniel melamarnya dengan anjing kecil yang sangat manis, mengingatkan Caren bahwa hari ini adalah hari ulang tahun pria itu dan ditambah dengan kehadiran orangtua Daniel di rumahnya.
Setelah Caren menerima lamaran Daniel, mereka pergi menghabiskan waktu berdua, sedangkan kedua orangtua Daniel tetap tinggal untuk membicarakan, entahlah. Hanya Tuhan dan para orangtua yang tahu.
Daniel mengecup tangan Caren yang sedari tadi ia genggam. "Terima kasih untuk memberikan kado yang paling indah." Daniel sekilas menatap Caren sebelum kembali menatap jalan raya.
Caren tersenyum lembut. Meski bagi pria itu jawabannya adalah sebuah kado, Caren berniat untuk memberikan kado yang paling indah untuk Daniel. Nanti saat waktunya telah tiba.
"Kau mau membawaku ke mana? Kau bilang mau ke rumahmu untuk mengambil barang yang tertinggal." Caren ingat betul arah rumah Daniel tidak melewati jalan ini.
Daniel tidak menjawab pertanyaan Caren, ia hanya tersenyum misterius.
Caren menerka dan menebak-nebak hingga mereka masuk ke area perumahan. Mobil Daniel berhenti di salah satu rumah besar berwarna putih yang sedang dalam tahap pembangunan.
"Ayo, turun."
Caren mengamati sekitar. Apakah Daniel mau menemui temannya?
Daniel mendekati Caren dan menggandeng tangan gadis itu. Membawa Caren masuk ke dalam rumah itu.
"Ini rumah kita." Daniel akhirnya memberikan jawabannya.
Caren menatap Daniel, bukankah Daniel sudah punya rumah? Untuk apa membeli dan membangun rumah lagi? Memangnya satu rumah kurang?
Seolah mengetahui isi pikiran Caren, Daniel menjawabnya, "Rumahku yang lama tidak sebesar ini."
Caren menatap bingung. Rumah Daniel yang sebelumnya sangatlah besar dan rumah ini dua kali lipat lebih besar. Memangnya pria itu mau punya rumah sebesar apa? Istana? Hotel?
Daniel menundukkan kepalanya dan berbisik. "Aku mau punya banyak anak." Ucapan pria itu membuat Caren seketika tersipu malu, merasa salah tingkah ia mencubit pelan pinggang Daniel.
Belum saja menikah dan Daniel baru melamarnya kurang dari 24 jam, ralat kurang dari 12 jam. Seenaknya saja pria itu sudah memikirkan jumlah anak yang akan mereka miliki.
"Kamu mau kan nikah sama aku?" Tanya Daniel.
"Iya, kalau nggak ngapain tadi aku terima lamaran kamu? Nggak amnesia, kan?" ucap Caren dengan sarkas.
Daniel terkekeh dengan ucapan pedas calon istrinya itu.
"Jadi ibu anak-anak? Udah siap?"
"Siap."
"Ngurus kebutuhan jiwa dan raga suami? Gimana?"
"Siap dong. Kalau sudah memutuskan untuk menikah tentu harus siap dengan itu." Jawab Caren lancar. Ia tidak mengerti kenapa Daniel menanyakan pertanyaan seperti itu.
"Siap bersih-bersih rumah?"
"Siap." Caren mengerjapkan matanya ketika melihat Daniel tersenyum lebar. Caren sadar telah salah menjawab. "Eh!!! Nggak ya! Enak aja, dikira aku pembantu? kamu lah..."
Daniel mengelus pipi Caren. "Iya, kita saling melengkapi. Aku masak kamu yang cuci piring. Kamu urus anak aku mempekerjakan pembantu buat bersih-bersih." Goda Daniel yang mendapat cubitan pedas di pinggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
When We Meet Again
RomancePertemuan kembali setelah 13 tahun lamanya. Perasaan Daniel masih sama seperti 13 tahun yang lalu. Hanya penampilan pria itu yang telah berubah total sehingga tidak dikenali oleh Caren, teman masa sekolahnya dan cinta pertamanya. Caren merasa soso...