"Alhamdulillah, akhirnya lu sadar juga Ca."
'Jeno? Dia yang udah nyelametin gue?' batin Ica.
"Jen, ini di UKS kan?" tanya Ica yang masih membuka-tutup matanya.
"Iya Ca, ini di UKS. Lu mau pulang sekarang atau nunggu mendingan? Biar gue yang anter." ucap Jeno manawari.
"Jen, kacamata gue kemana?" bukannya menjawab pertanyaan Jeno, Ica justru tanya balik soal keberadaan kacamatanya.
"Ini, tadi gue ambil waktu lo tidur." Jeno menunjukan kacamata milik Ica yang baru saja ia simpan didalam sakunya.
Lalu menyembunyikannya kembali melihat Ica yang hampir mengambilnya.
"Siniin dong Jen." pinta Ica.
"Gak, gak mau. Lu tuh lebih cantik ga pake kacamata Ca." ucap Jeno yang berhasil bikin jantung Ica ser-seran.
"Ya udah, gue ga mau pulang sama lo." ucap Ica yang pura-pura masang muka cemberut.
"Iya iya, nih kacamatanya. Ngambekan bener lu." Jeno memberi kacamatanya kepada Ica.
"Jen, lu ngapain?" tanya Ica yang sadar kalo Jeno terus-terusan ngliatin dia tanpa kedip.
"Jen?"
Tak ada respon.
"Jen buruan pulang udah sore anjir." ucap Ica yang kemudian beranjak bangkit dari ranjang UKS.
"Ca." Jeno menahan Ica yang sudah hampir berdiri.
Ica menatap Jeno sambil mengangkat kedua alisnya.
"Jadi pacar gue ya."
"Apaan sih Jen. Gak lucu anjir." ucap Ica berusaha mengacuhkan ucapan Jeno barusan. Dia lebih memilih mengecek tasnya barangkali ada barang yang ketinggalan.
"Ini gua seriusan seyeng." Jeno kembali mengeluarkan suaranya serambi memandangi Ica yang sok sibuk dengan tasnya.
Tak ada respon dari Ica.
Jeno berjalan mendekati Ica. Gak perlu tanya gimana Ica sekarang. Dia udah deg-degan ga karuan.
Jeno membalikkan badan Ica agar mereka berhadap-hadapan. Lalu dipegangnya bahu milik Ica.
"Mau ya?" Jeno menatap Ica lekat dengan wajahnya yang terlihat berharap.
Ica menatapnya balik dengan tatapan bingung. Ia berpikir, bisa saja Tuhan mendatangkan Jeno padanya untuk menggantikan posisi Putri dan Putra. Orang yang membantunya ketika ia kesusahan. Orang yang menemani ketika yang lain menjauhi. Orang yang peduli ketika yang lain acuh.
Ica menunduk, menghela napasnya sedikit. Ditatapnya kembali muka Jeno, lalu tersenyum dan mengangguk.
~¤~
"Di, kok lu baru pulang sih?" ucap Putra melihat adiknya baru saja masuk ke rumah dengan seragam yang masih melekat ditubuhnya.
"Ada masalah sedikit di jalan." ucap Ardi lemas dengan wajah ditekuk.
"Akhir-akhir ini sering banget lu pulang telat. Mentang-mentang ga ada Mami sama Papi seenaknya aja lo kelayaban." ucap Putra sedikit keras.
"Gue kan udah bilang Bang, ada masalah sedikit di jalan. Bukan kelayaban. Over protektif banget lu Bang, gue udah gede kali." ucap Ardi kesal.
"Ya, bukan apa-apa Di. Gue ini kakak elo. Wajar kan kalo ada kakak yang khawatir sama adeknya. Cepet gih ganti baju, abis tu makan. Gue dah laper nungguin lu ga pulang-pulang."
Ardi menurut. Ia melangkahkan kakinya ke kamar dengan wajah yang masih ditekuk.
Putra yang duduk di sofa menatapnya dari belakang.
Ia tersenyum.
"Gue bakal njagain elo selayaknya mami papi elo ngrawat gue yang notabenenya bukan siapa-siapa." ucap Putra lirih.
~¤~
Setelah bel tanda istirahat berbunyi, seluruh penghuni kelas pergi ke kantin. Kecuali tiga orang yang masih terdiam di tempatnya masing-masing.
Mereka adalah Ica, Putri dan Ardi.
Putri masih menulis catatan yang belum ia selesaikan. Ica melongo, ia memandang ke arah tak tentu. Sedangkan Ardi masih sibuk dengan ponselnya dengan headphone yang masih terpasang sempurna di telinganya.
Tempat duduk Ica dan Putri masih berdekatan.
Tak butuh waktu lama Putri menyelesaikan catatannya. Ia pun beranjak keluar dari kelas itu.
"Put, bentar." Ica menarik lengan kiri Putri.
"Lepasin anjir." Putri memberontak.
"Dengerin gue dulu Put."
"Gue tau ya, elu suka sama Kak Putra. Tapi asal lu tau aja, gue lebih dulu suka lebih dulu cinta sama dia." ucap Putri lalu meninggalkan Ica yang masih termangu di tempatnya.
'Jadi selama ini?..' batin Ica.
Ingin sekali Ica mengutuki dirinya sendiri setelah mengetahui jika temannya menyukai orang yang juga ia sukai.
Ica kembali duduk, ditatapnya Ardi yang masih mengangguk-anggukkan kepala. Seperti sedang mendengarkan musik? Entahlah.
Jeno masuk ke kelas membawa sekantong plastik berisi makanan untuknya dan Ica tentunya.
"Ini Ca, makan yuk!." ajak Jeno yang sekarang duduk menghadap Ica.
Ica tak merespon, ia masih memikirkan Putri.
"Ca! Woy!" ucap Jeno sedikit menghentak.
"Eh! Iya?"
"Ini makanannya dimakan, mau gue suapin?" Ica menggeleng.
"Nanti malem kita ngerjain PR bareng lagi ya. Sekalian belajar buat ulangan besok." pinta Jeno. Ica mengangguk.
Ica merasa beruntung dengan kedatangan Jeno yang membuat harinya tidak begitu sepi.
Ardi yang daritadi sibuk dengan ponselnya tiba-tiba menoleh ke arah mereka.
"Kalo mau pacaran jangan di kelas goblok!"
~°•°~
Ngetik apaan sih gua njir....

KAMU SEDANG MEMBACA
[hiatus] Bully | Park Sungwon
Roman pour Adolescents✏You are my sun, my moon, and all my star's