"Ada yang lebih indah dari sekedar hujan, yaitu 'aku'. Jadi lihatlah ke aku, bukan hujan itu."
-Fano"Huahh." Lova menguap sambil merentangkan kedua tangannya, dengan tujuan agar tidak pegal karena ia tidur dengan posisi duduk.
"Dasar jorok." cibir Fano.
Lova pun mengalihkan pandangannya ke arah Fano "Sirik tanda gak mampu." sambil menjulurkan lidahnya kearah Fano.
Fano hanya memutar bola matanya malas, mengapa ia harus duduk dengan Lova, yang oonnya tujuh keliling.
Lova pun mencari keberadaan handphone miliknya, dari Lova berangkat tadi, ia tidak memainkan handphone nya sama sekali. "Duh Lova kok lupa ya." gumam Lova sambil terus mencari.
"Nih." ucap Fano sambil memberikan handphone milik Lova.
"Loh kok ada di Fano?" tanya Lova bingung.
"Tadi jatuh waktu lo tidur dipundak gue." ucapnya santai.
Lova melotot kaget "Hah apa? Lova tidur dipundak Fano? Ih kok Fano nggak bangunin sih, malah dibiarin." ucap Lova kesal.
"Ngapa lo yang marah ke gue? Seharusnya gue yang marah ke lo." balas Fano jengkel.
Yang ditanya hanya cengengesan "Maafin Lova deh." sambil mengangkat tangannya dan membentuk huruf 'V'.
Lagi-lagi Fano mendengus kesal "Iya deh serah." pasrah Fano.
Lova hanya menganggukan kepalanya. Setelah itu mereka saling diam, mereka hanyut dengan pikiran masing-masing. Entah apa yang dipikirkan, yang pasti membuat mereka nyaman.
10 menit berlalu namun mereka masih tetap diam sambil menikmati perjalanan mereka. Bus kali ini berjalan pelan karena hujan turun dengan lebatnya.
Hingga suara Lova memecah keheningan dan pastinya membuyarkan lamunan Fano juga.
"Hujan itu seperti air." Lova bermonolog.
Fano pun langsung mengetuk kepala Lova "Lo itu polos atau oon sih? Kok nggak ada bedanya. Hujan itu ya airlah bege."
"Hehe dua-duanya." jawab Lova dengan muka tanpa bersalah.
Fano memutar kedua bola matanya malas "Harus ekstra sabar ya ngomong sama lo."
Lova hanya cekikikan melihat wajah Fano yang super kesal karena tingkahnya.
Tiba-tiba Lova merasakan sakit kepala yang luar biasa, hingga membuat ia memegangi kepalanya.
"Lo kenapa?"
Lova tersentak kaget "Hah, nggak papa."
Fano hanya mengangguk-angguk mengerti.
Lova terus saja meringis kesakitan, hingga membuat Fano curiga.
"Kalo sakit tu bilang." sambil menarik dagu Lova agar menatap kearahnya.
Fano tersentak karena ada darah segar mengalir di hidung Lova.
"Lo mimisan Lova." ucap Fano.
Lova tak kalah kaget, ia segera memegang hidungnya, dan ternyata benar. Sekarang darah itu menghiasi tangannya.
"Cepat usap pakai sapu tangan ini." ucap Fano sambil menyodorkan sapu tangan miliknya.
"Nanti kotor Fano." tolak Lova.
Fano geram akan tingkah Lova, ia pun menggeser tubuhnya kearah Lova dan membersihkan darah yang keluar dari hidung Lova.
Lova tersentak kaget "Lo ehh, Fano."
Belum sempat Lova melanjutkan kalimatnya Fano sudah menyelanya "Diam." ucap Fano.
Lova diam dan menatap Fano yang masih fokus dengan darah yang ada di hidungnya, tiba-tiba mata Fano beralih menatap ke matanya. Pandangan mereka bertemu, saling mengunci satu sama lain.
5 menit berlalu tidak ada yang ingin melepaskan kontak mata tersebut. Hingga suara ketus Tiara memecahkan semuanya.
"Turun atau pulang lagi?" ketus Tiara.
Lova dan Fano pun gelagapan. Suasana pun menjadi canggung. Fano yang menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dan Lova yang bermain-main dengan jarinya.
Tiara hanya tersenyum melihat tingkah mereka berdua.
"Lo manis kalau lagi senyum." ucap seseorang dari arah belakang Tiara.
Tiara pun membalikan badannya dan ternyata orang itu adalah kembarannya Lova, yaitu Larva.
"Hai manis." sapa Larva dan berlalu pergi dengan menarik tangan Tiara agar ikut pergi keluar bus bersamanya.
Tiara terus meronta dan berusaha melepaskan tangannya yang berada di tangan Larva. Namun tenaga laki-laki lebih kuat dari pada perempuan. Tiara pun hanya pasrah dan menurut kemana Larva akan pergi.
Tingkah Larva tersebut tak luput dari penglihatan adiknya.
"DASAR ABANG GENIT." teriak Lova.
"Sakit gitu masih bisa teriak." sindir Fano.
"Biarin." ucap Lova sambil menjulurkan lidahnya dan berlalu pergi dengan tas yang bertengger di punggungnya.
Fano hanya menggelengkan kepalanya "Dasar bocil.".
***
Terlihat tenda para peserta camping sudah berdiri dengan sempurna, namun nampaknya hujan tak mau meninggalkan tanah. Hujan masih saja turun semaunya. Semua peserta dialihkan di sebuah pendopo yang berada di area camping tersebut.
Lova terus menerus mengadahkan tangannya di derasnya hujan. Sampai-sampai tak menyadari ada seseorang yang sejak tadi memperhatikan tingkahnya.
"Lo suka hujan?" ucap seseorang.
Lova pun menoleh ke sumber suara "Sejak kapan Fano disini?"
"Sejak lo main air hujan." ucap Fano. Ya orang itu adalah Fano.
"Ooo." Lova mengangguk-angguk mengerti.
Fano hanya diam memperhatikan Lova yang bermain air hujan.
"Kenapa lo suka hujan?" tanya Fano ditengah keheningan.
"Hujan itu menarik."
"Udah itu aja?" lagi-lagi Fano bertanya.
Lova menggeleng "Hujan itu baik, ia sama sekali tidak mengeluh walaupun dijatuhkan berkali-kali. Tapi hujan juga jahat, ia datang dan pergi semaunya sendiri." ucap Lova dengan tatapan kosong kearah hujan.
"Lo curhat?"
Lova pun mendengus kesal, mengapa saat Lova serius Fano selalu menyebalkan?
"Serah Fano deh." ucap Lova sambil berlalu pergi menghampiri teman-temannya.
Fano hanya cengengesan melihat tingkah Lova yang menurutnya menggemaskan.
Jangan lupa vote guys
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVARIA
Teen FictionPercayalah takdir tak pernah salah. Tentang dia, aku, kamu, dan mereka yang terlibat di dalamnya.