1. Sekolah Makan Bangku Minta Kawin

1.1K 60 15
                                    

Pukul setengah sebelas waktu setempat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul setengah sebelas waktu setempat. Gue sama teman-teman sekelas lagi duduk di gazebo samping gedung Fisipol. Panas sih suhu sekarang soalnya sudah mau siang. Tapi untung ada pohon mangga milik bapak kantin yang bikin sejuk. Angin sepoi-sepoi menerbangkan helaian-demi helaian bulu mata anti badai gue. Seharusnya di jam segini di hari senin, kami ada kuliah. Tapi karena dosen kami adalah salah satu pengamat politik di kota jadi enggak bisa ngajar.

Gue, Juli, Dina, Lisa, Riana, Endah, dam Widi duduk melingkar. Riana sibuk koar-koar dari kita awal duduk di sini sampai kita sudah di sini selama setengah jam.

"Ini dosen enggak bosan apa kasih kita tugas mulu. Sampai-sampai tugasnya bosan ketemu sama kita," oceh Riana sambil ngemil kuaci. Iyah kuaci yang murah dan cemilan sejuta umat. Tapi kalau menurut bapak di rumah, kuaci itu mau dimakan sekarung pun enggak bakalan kenyang. Yang ada muak. Semuak aku dengan semua janjimu. Alah. Apaan sih!

Widi ikut menimpali setelah melempar kulit kuaci yang sudah dia emut ke dalam kantung kresek yang sudah terisi setengah kulit kuaci. "Tahu ih, capek gue. Tugas individu lah! Tugas kelompok lah! Mana gue satu kelompok sama Jimi lagi, iyuh banget."

Lisa menyemburkan tawanya ketika mendengar Widi satu kelompok dengan Jimi. "Mamam dah lu. Untung gue enggak satu kelompok sama Jimi. Tuh cowok ya, sok kegantengan banget. Semua cewek dideketin. Kayak laku aja. Padahal mah bikin gedek. Rasanya pengen gue bejek-bejek." Lisa mengeluarkan unek-uneknya sama Jimi.

Memang sih, menurut mereka--menurut mereka nih, ya. Si jimi itu playboy cap karung goni. Hampir semua cewek di kelas dichat terus digombalin. Mana kalau chatnya di cuekin, si Jimi dengan tidak tahu dirinya malah marah. Yang kena giliran pertama itu si Lisa, terus Dina digandeng sama Riana, terus ada Widi, Juli. Dan terakhir kata mereka adalah gue. Padahal menurut gue enggak tu.

Si Jimi kalau ngecat biasa aja sih. Si doi paling nanya-nanya, ya ... sebagai teman kelas 'kan wajar nanya apalagi topiknya masalah tugas dari dosen. Dan jadilah gue sebagai teman yang baik, pas dia nanya ya gue jawab. Kecuali dia nanya berapa dua log delapan dikali enam log sepuluh, gue nyerah. Sejak tamat SMA dan memutuskan buat ngambil Fisip yang enggak ada hitungannya, gue memutuskan buat melupakan matematika terutama logaritma dan tetek bengeknya.

"Gila aja gue hampir masuk dalam jebakan dia." Widi ikut nimbrung dalam pembicaraan. Ya ini lah para fans fanatic Jimi sedang berbicara.

Gue sama Endah cuma diam karena kami fokus sama hp. Meski gue fokus sama hp, telinga gue sangat sensitif apalagi kalau nama gue disebut.

"Endah juga, 'kan?" tanya Riana.

Endah yang namanya disebut mendongak dan menatap kami dengan tampang begonya. Gue serius. Si endah kelihatan bego masang ekspresi kayak gitu.

Astagfirullah.

Ampuni hamba ya Allah.

Padahal gue udah janji enggak bakalan ngehujat orang lagi.

Istri Atau Sarjana [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang