3. Jiwa Ganjen Meronta-ronta

551 48 3
                                    

Sepekan berada di rumah belum cukup membuat bosan, walau kerjaan hanya: tidur, makan, dan main hp

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepekan berada di rumah belum cukup membuat bosan, walau kerjaan hanya: tidur, makan, dan main hp. Bahkan bila harus di rumah selama setahun juga tahan. Pagi ini gue berencana untuk pergi ke kondangan salah satu kerabat yang ada di kampung sebelah. Tapi yang pergi hanyaa gue dan mama, sedangkan papa harus ke kota karena ada pekerjaan yag tidak bisa di tinggal.

“Ma, udah belum?” panggil gue ke mama yang masih belum keluar dari dalam kamar. Padahal gue sudah rapi dengan kebaya gamis warna peach dengan potongan di pinggang dan pasmina yang senada.

Suara ketukan hels menggema di dalam rumah yang sepi. Ketika menengok, gue menemukan mama yang sudah cetar dengan kebaya yang berawarna sedana dengan yang gue kenakan. Hijab segi empat yang ujung bagian depan di lilitkan ke belakang leher. Tak lupa bros sebesar telapak tangan dengan motif bunga berwarna emas sebagai kalung yang menempel di depan hijab. Ada tas angan berwarna cokelat yang gue tahu harganya cukup untuk DP motor.

“Udah?” tanya gue basa-basi. Padahal di lihat dari ke cetaran mama sudah siap untuk berlenggak lenggok di runawy. Gue sebagai anaknya kalah gaya.

“Udah, ayok!”

Dengan menaiki motor, kami berkendara ke kampugn sebelah. Cukup lima belas menit kami sudah tiba dan sudah banyak orang-orang di sana. Motor gue parkirkan di antara motor-motor lainnya. Menatap dekorasi tenda dari luar sepertinya ini dekorasi yang cukup mewah. Suara merdu yang penyanyi orchestra menggema sampai gue enggak bisa mendengar dengan jelas apa yang mama katakan.

Mengekori bagai anak itik adalah yang gue lakukan. Apalagi ketika mama bertemu teman-teman arisannya.

“Mala,” panggil ibu-ibu yang mengenakan atasan kebaya berwarna silver dan bawahan rok batik dengan sentuhan silver seperti atasannya. Rambutnya di sanggul yang diberi bunga melati kecil di sanggulan.

Ibu itu melihat ke arah gue dengan penuh tanya. “Loh, ini siapa, Mal?” tanya ibu itu.

Mama menarik gue agar berdiri di sampingnya dan mulai memperkenalkan. “Ini Anin loh, anak aku.”

“Eh, yang dulu masih kecil itu, yang sering kamu bawa pas arisan?” tanya ibu itu kaget. Gue inget sekarang, itu ibu namanya ibu Jejen. Teman arisan mama yang rumahnya ada di kampung ini. Waktu kecil emang sering ikut mama arisan tapi ketika beranjak remaja, gue lebih milih buat main sama teman. Ngapain nongkrong sama ibu-ibu.

“Iya, sekarang dia udah gede, lah, mamanya Ilham. Udah kuliah dia,” jawab mama.

“Satu tingkat, dong, sama ilham? Kenal ilham, ‘kan?”
Otak gue segera membongkar catatan nama orang-orang yang gue kenal,. Ilham …. Ilham mana? Enggak menemukan jawaban, gue menggeleng.

Istri Atau Sarjana [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang