Arsa.
Sudah beberapa jam Arsa berdiam di sofa marun di ruangan bersuhu dingin itu, dan total sudah hampir 6 kali perempuan itu bolak-balik ke kamar mandi karena reaksi alami tubuhnya yang sulit menahan temperatur kecil. Walaupun itu bukan murni salah pendingin ruangan saja, namun juga 3 gelas minuman yang terus terusan ia pesan dari kantin studio di depan. 2 gelas pop ice rasa green tea dan segelas kopi latte ala ala yang khusus dibuatkan Tante Syafi untuk Arsa, beliau juga menitipkan kopi hitam dalam termos beserta dua gelas keramik untuk anaknya dan juga Ryan yang dari tadi sibuk bejubel di dapur rekaman.
Semenjak Ryan menelfonnya sebelum menjemput ke kostan, perempuan itu sebenarnya sudah ancang-ancang jikalau ia dan juga temannya itu akan menetap di studio lumayan lama. Berhubung ini merupakan projek Ryan sendiri, Arsa tidak ada andil apapun selain meminjamkan suaranya sebagai backing pada 2 lagu yang akan direkam hari ini. Tapi Ryan memohon padanya untuk menemani proses 'penggodogan' dan juga suara ketiga kalau Ryan dan Jerry, pemilik studio sekaligus engineer yang membantu Ryan dalam mixing lagu kali ini, mempunyai pendapat yang berbeda. Ditambah lagi ia berjanji akan menraktirnya makan besar di restoran all you can eat besok, yang biasanya hanya mereka datangi jika gaji dari Kala dan juga Adam sudah masuk ke rekening mereka yang kalau dilihat dari tanggalan masih tersisa kira-kira seminggu lagi.
Arsa cukup bersyukur ia membawa serta laptop-nya, yang kini ia manfaatkan sebaik-baiknya untuk membuang waktu, dan ia terus menerus mengingatkan dirinya sendiri untuk melanjutkan draft ceritanya yang tak kunjung selesai. Namun berujung gagal dengan menyedihkan karena suasana dan otak yang buntu, kini ia hanya bolak-balik dari satu tab pencarian lain ke tab pencarian berikutnya untuk menonton konten video mingguan channel favoritnya atau hanya kumpulan video kucing lucu yang melakukan hal-hal aneh namun menggemaskan.
Arsa menghela nafas panjang kala lagu yang sedang dikerjakan dua lelaki itu menguar lagi, ini sudah yang ke 11 kalinya semenjak Ryan masuk dan merekam riff gitar yang baru dia rekam sebelumnya. Sejauh ini lagu kedua sudah terdengar cukup rapi, sudah merekam gitar, juga bass line, beserta perkusi yang masih berupa sample drum dari program. Entah apakah nanti Ryan akan merubah pikirannya untuk mengganti suara perkusi sintetis tersebut dan meminta Jerry merekam bagian tersebut dengan drum atau cajon. Diam-diam Arsa melirik dari balik layar laptop-nya, kearah kedua lelaki yang berjarak kira-kira 2 meter dari sofa yang ia duduki. Kedua lelaki tersebut membelakanginya dan terdiam mendengarkan baik-baik lagu yang mereka garap sebelum ia dengar Jerry angkat bicara sesaat ditengah-tengah lagu yang terputar.
"Mau diseimbangin lagi nggak lead-nya? Atau emang mau di-split biar backing-nya lebih fokus kayak begini?"
Lelaki yang diajak bicara sedang termenung berfokus pada lagu yang menguar di ruang studio kedap suara tersebut. Ia berdiri membungkuk bertopang pada meja sedangkan kakinya berulang kali mengganti tumpuan, menghiraukan kursi beroda yang harusnya menghangat dengan temperature tubuh karena dipergunakan kini mendingin terkena udara di sekitar ruangan. Setelah beberapa detik lagu yang diputar ulang itu berhenti, Ryan baru merespon lawan bicaranya yang sedari tadi menatapnya dengan sabar.
"Hmm rencana tuh gue pengen backing-nya jalan dari sisi kanan ke kiri gitu, 'A, biar kerasanya lebih eerie gitu, bisa nggak sih?"
Alis Jerry merengut sebentar, lalu menggeleng-geleng sedikit sembari menatap layar sambil mengklik mouse ditangannya. "Masih pengen efek 3D-nya gitu?"
Ryan mengangguk. "Iya, jadi kayak ASMR gitu kan. Pengen ada efek soothing kayak lullaby gitu di bayangan gue, karena lirik si Arsa kayak reassuring that everything is gonna be fine."
KAMU SEDANG MEMBACA
Scio
FanfictionRahasia Arsa hanya untuk Ryan, tanpa tahu Ryan punya satu juga yang sebenarnya ingin dibagi namun ragu dengan apa yang dihadapinya nanti.