Bincang Malam

134 7 2
                                    

Arsa.

Arsa baru saja melangkah masuk ke dalam cafe saat dia menemukan Ryan yang duduk di couch pojok tempat biasa. Ia sedang berbincang dengan seorang laki-laki, badannya membelakangi pintu masuk dan Arsa tidak merasa ia mengenali sosok itu. Setelah menyapa sekilas Kala yang sedang membersihkan meja dekat kasir, ia berjalan langsung menghampiri Ryan yang menyadari kehadirannya dari jauh.

"Loh, lo udah dateng aja deh," ujarnya sambil melirik jam pada layar handphone-nya. "Waduh, udah jam segini, ya, ternyata?"

Laki-laki itu menengok kearah pandangan Ryan sebelum mengangguk kecil pada Arsa, yang kemudian ia balas dengan sopan.

Mukanya terasa familiar, Arsa mungkin mengenalnya tapi dia tidak bisa ingat siapa dan dimana mereka pernah bertemu.

"Iya, Kang, bentar lagi udah mau ngisi ya?" Lelaki di depannya menggaruk tengkuk sambil terkekeh kecil.

"Ih, santai aja, masih jam 6 nanti, kok. Ngeset panggung, mah, gampang, nggak bakal lama. Biasanya juga gue jam segini baru dateng ke sini." Terang Ryan sambil mengibas-ibaskan tangan di depan wajahnya.

"Nggak apa-apa, santai aja. Ryan-nya bisa dipinjem lebih lama kok." Arsa akhirnya ikut bicara, dia lihat lelaki asing itu tersenyum maklum malu-malu.

"Nggak deh, Teh, kita juga ngobrol udah lama kok." Ujar lelaki itu, kini menatap Ryan sebentar.

"Eh iya, kenalin dulu, Sa, ini Dhoni." Ryan mengisyaratkan dagunya pada teman lelakinya.

Arsa kemudian menyandarkan gitarnya di dekat milik Ryan lalu duduk di sebelah temannya itu sebelum membalas senyum dan juga uluran tangan Dhoni sebentar.

"Halo, Dhon."

"Teh Arsa ya?" Tanya lelaki itu, yang ia tahu sekarang bernama Dhoni, sedikit membuat Arsa terkejut.

"Saya suka sama lagu-lagunya Teteh, kayaknya tiap lagu Kang Ryan yang liriknya dibikinin sama Teteh tuh nyes gitu Teh," Ujar Dhoni dengan senyum manis. "Kang Ryan juga sering ngomongin Teteh juga, soalnya."

Yang disanjung cuma bisa tertawa maklum, refleks menyinak rambut yang menutupi wajahnya dan meringis malu-malu tanpa bisa menyembunyikan senyum.

"Oh, makasih, Dhon, udah suka lagu-lagunya. Ryan juga ngebawainnya bagus sih, jadi lagunya berasa 'nyampe' pesannya."

"Yailah, sok-sokan mau bagi-bagi kredit. Ngerti, deh, yang berasa kayak artis disamperin fansnya." Ryan menyikut-nyikut lengan Arsa setelah mendecak keras.

Arsa akhirnya balas menyikut bagian rusuk lelaki di sampingnya sampai mengaduh kencang, Dhoni ikut meringis melihat temannya seakan rasa sakit Ryan sampai pada inderanya.

"Tapi, makasih, Dhon. Kalau kira-kira lo ada masukan buat lagu-lagu baru, lo bisa bilang ke Ryan siapa tau nanti dimasukin ke projek berikutnya."

Dhoni mengangguk dan tersenyum lagi, kini kearah Ryan.

"Kang, kayaknya gue pulang aja dulu, deh. Nanti kalau ada kabar-kabar lagi bakal gue chat lagi, oke?"

"Loh, udah mau balik? Katanya ke Kang Jerry jam 7-an?"

"Iya, nggak apa-apa, Kang. Mau mampir dulu ke tempat orang bentar sebelum ke sana."

"Ya elah, bilang aja mau ngapel ke tempatnya Ila buat malem mingguan, iya, kan? Ila lagi pulang ya?" Balas Ryan sambil terkekeh kecil.

Dhoni malah gelagapan, dia menunduk dan mengusap-usap kupingnya yang terlihat memerah.

Lucu banget, Arsa bisa menebak langsung kalau lelaki itu malu-malu karena Ryan membuka urusan pribadinya didepan orang yang baru dia kenal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ScioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang