Arsa.
Ryan masih menatap kepadanya, alis sebelah kanannya agak naik masih menginginkan jawaban dari lawan bicaranya.
Arsa menghela nafas dan memijat keningnya sebentar sebelum membalas tatapan Ryan.
"Harus banget ya, bareng gue?"
"Ya, lagian siapa lagi dong yang nanti bisa nge-video-in selain lo?"
"Buset, Yan, lo kayak nggak ada temen lain aja selain gue."
"Ya, kan, squad pengagguran cuma gue sama lo doang, Sa."
Telak. Harusnya Arsa tahu Ryan yang witty pasti menembaknya dengan status freelance yang Arsa punya sekarang. Dan memang, pertemanan Arsa dan Ryan makin dekat juga karena mereka sering menghabiskan waktu bersama karena mereka sama-sama punya waktu lowong yang lumayan banyak.
Dengan dalih mengenalkan tempat jajanan siomay yang direkomendasikan ayahnya di bilangan Babakan Asih, traktiran Ryan memang selalu ada maunya. Usut punya usut, ternyata Ryan sengaja menraktir untuk sekalian meminta tolong pada Arsa untuk menjadi videographer bagi konten yang nantinya akan di-post di channel youtoube-nya. 'Cuma pegangin kamera doang kok, Sa. Angel-angel-nya nanti gue yang atur lo cuma tinggal ikutin aja.' Begitu tuturan Ryan yang coba membujuk temannya itu yang sudah ogah-ogahan.
Oh, tapi tiba-tiba ada seseorang yang lewat dikepala Arsa.
"Kalau Citra? Bukannya dia lagi libur kuliahnya? Pasti mau dong, bantuin megang kamera doang." Perempuan itu menyebut nama yang beberapa bulan ini sangat lengket dengan Ryan, thanks to a particular dating app. Menurut pengakuan Ryan beberapa bulan lalu sih, mereka benar-benar pacaran, tapi diantara Arsa dan Ryan ada pengertian yang tak tertutur bahwa mereka sama-sama tahu kalau semua ini diawali hanya dengan sekedar iseng belaka. 'kalau jadi, ya syukur, kalaupun nggak, ya udah. Bisa cari yang lain lagi kan?' begitu kata Ryan yang dihadiahi tonjokan agak keras oleh Arsa di lengan kirinya.
Yang tak terlalu ia sangka, perempuan itu malah langsung mendapati Ryan yang menghela nafas berat dan gelengan berulang, membuat Arsa merengutkan dahinya.
"Loh, kenapa? Dia lagi sibuk emangnya? Atau lagi magang?"
"Gue belom cerita ya?"
"Cerita apa?"
"Gue putus."
"HAH?"
Suara terkejutnya membuat beberapa pelanggan dan pria penjaga kasir menengok kearah meja mereka. Arsa yang mahfum jika reaksinya tadi sudah membuat ketenangan di tempat itu terganggu hanya mengangguk malu sampai pandangan mereka tidak lagi melekat kearah dirinya.
"Kurang kenceng, Sa. Coba lagi tah, biar sampe kedengeran sama Kang Adam yang lagi nyuci gelas di Kopi Akal." Respon Ryan dengan kekeh pelan sambil menancapkan siomay dengan garpunya.
"Loh bukannya baru 3 bulan?! Eh, apa malah 2?!" Arsa bertanya dengan nada terkejut yang masih kental di suaranya namun dengan suara yang jauh lebih pelan dari seruan kaget yang awal menarik perhatian orang lain.
"3 bulan, tapi ya udah lah. It was an enjoyable ride," lelaki itu menggantung kalimatnya sambil mengunyah makanan yang ada di mulutnya sampai tuntas. Setelahnya sambil bersiap menyula tahu dengan garpu di tangannya, ia melanjutkan perkataannya. "Tapi ada yang bikin gue illfeel sih, terus otomatis di gue langsung 'nope' gitu."
Arsa makin merngernyit, ia punya insting jika satu hubungan ini kandas hanya karena alasan sepele seperti hubungan-hubungan Ryan yang lalu-lalu.
"Illfeel gimana kalau yang sekarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Scio
FanfictionRahasia Arsa hanya untuk Ryan, tanpa tahu Ryan punya satu juga yang sebenarnya ingin dibagi namun ragu dengan apa yang dihadapinya nanti.