Pembiasaan

88 11 5
                                    

Ryan.

"Yan," Jerry bertanya dengan tetap menatap layar di depannya tanpa melirik kearah lelaki yang berdiri menikmati secangkir kopi hangat di sebelahnya.

"Ya?"

"Kemaren gue iseng dong."

"Iseng ngapain?"

"Iseng nanya ke Samudera pas lagi booking main disini," lelaki yang lebih tua itu menggantung kalimatnya setelah mengutak-atik audio file yang dari tadi sedang mereka garap berdua. "Kok kakaknya nggak pacaran sama lo, gitu."

Kopi hitam muncrat seketika dari mulut Ryan, ia tersedak sedikit dan terbatuk heboh sambil kalut menaruh gelas kopinya di meja. Ia dengar kekehan pelan Jerry di sampingnya, ia lirik dan mendapati mata dengan kilat jahil memperhatikannya tersedak kopi hitam tanpa niat membantu apa-apa.

"Kenapa isengnya gitu sih, Kang—"

"penasaran aja. Terus dijawab sama Samud: 'nggak tau tuh, 'A, padahal Bunda juga diem-diem geregetan di rumah, tau kalau Mbak sama Mas Ryan berduaan terus'. Gitu."

"Samudera bacot banget, sumpah, kalau ketemu minta pinjem ampli lagi gue jitak anaknya!"

"Tapi beneran, kalian tuh, udah kayak pacaran, kemana-mana berdua terus. Apa kalian nggak mau beneran jadian aja, gitu?"

"Apa hubungannya jalan berdua terus sama harus pacaran, ini hukum dari mana sih?!"

"Tapi ya, gue nggak pernah liat cewek sama cowok sahabatan platonic macem lo sama Arsa selanggeng itu. Keren sih. Tapi borderline ke pacaran kayak deket banget." Jerry kembali melontar pendapat sambil masih tersenyum iseng.

Ryan menelan ludah diam-diam.

"Ya kenapa nggak sih? Temenan kan bisa sama siapa aja." Ujar Ryan sambil memperhatikan gelas kopinya dan berusaha berbicara dengan tenang menutup debar kencang jantungnya yang takut ribut terdengar sampai telinga Jerry, padahal tidak mungkin juga.

"Tapi orang-orang sering nganggap kalian pacaran nggak sih?"

"Ya nggak sering, tapi ada lah, beberapa kali."

"Keren juga kalau dipikir-pikir, 4 tahun belom ada yang suka-sukaan."

"Emangnya harus banget ada yang suka-sukaan?"

"Kan biasanya cewek sama cowok sahabatan lama ujungnya bakal ada yang suka, both ways or one sided."

"Ah, kayak plot film aja."

Kini Ryan kembali meneguk kopi hitamnya lagi, masih merasakan pandangan jahil lelaki yang lebih tua itu panas di kulitnya. Ia takut salah bicara, salah tingkah, salah langkah.

Tidak akan jadi begini jika pembicaraan ini dicetuskan seminggu lalu, saat-saat sebelum Ryan sadar bahwa jantungnya berdebar lebih keras bisa nama Arsa disebut di depannya.

Beberapa saat yang hening kemudian, Jerry terkekeh dan kembali memperhatikan layar. Seperti tidak terjadi apa-apa, dia mulai memainkan bagian yang ia kerjakan tadi.


What about me?

What about me who knows all of the poems that you always read?

The one that's under your cupboard

The one that anyone never heard of

Oh, the poet you are—


Lalu bagian lagu yang terputar itu berakhir.

"Gimana? Echo doubling-nya mau ditambah lagi nggak?" tanya Jerry

ScioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang