Setelah malam itu, Shine mengikuti semua keinginan Daffa. Tidak berkeliaran setelah pulang sekolah selama menjelang ujian, tidak bermain-main setiap hari bersama teman-temannya dan belajar dengan giat.
Ya... tentu saja itu karena Daffa selalu mengawasinya dengan sangat ketat.
Bayangkan saja, Daffa mengantar jemput Shine ke sekolah dengan tepat waktu, memastikan Shine masuk ke dalam kelasnya dan menjemput Shine di depan pintu kelas, hingga beberapa temannya terus-menerus menanyai nomor ponsel Daffa, karena pria itu sangat mencuri perhatian.
Shine bisa gila!
Tapi gila yang dirasakan Shine terbayar sudah. Kini, ia sedang tertawa sambil berteriak-teriak memeluk teman-temannya yang baru saja melihat papan pengumuman kelulusan, dan mereka semua dinyatakan lulus!
Shine sudah tidak sabar untuk segera pulang dan memberitahu orang tuanya akan hal ini. Walaupun nilai Shine tidak tercatat di deretan nilai-nilai tertinggi, setidaknya ia lulus dengan nilai yang cukup memuaskan.
"Aku tidak menyangka kita akan lulus secepat ini," Vonie mempererat pelukannya, mereka saling merapatkan tangan, serasa tidak ingin berpisah.
"Tenang saja, kita akan selalu bertemu setelahnya, dan yang paling penting, lebih banyak waktu untuk kita bersenang-senang," ucap Sophie bersorak.
"Tentu saja, yeeey," sambung yang lain ikut bersorak senang.
Mereka melepaskan pelukan lalu duduk di bawah pohon pinggir lapangan basket, masih dengan suasana haru dan keceriaan usai kelulusan.
Banyak murid yang berlarian, saling memeluk satu sama lain, membentuk kelompok masing-masing hanya untuk sekedar menumpahkan kegembiraan mereka.
"Aku akan merindukan sekolah ini," melow Shine merasakan angin yang berhembus disekitaran pohon. Rambut panjangnya melambai lembut menutupi sebagian wajahnya, Shine merasa risih lalu menyibak rambut itu asal.
"Omong-omong, kalian sudah menentukan akan lanjut kemana setelah ini?" tanya Jane dengan antusias.
"Tentu saja aku akan menjadi desainer, aku sudah mengatakan berulangkali pada kalian bukan?" jawab Sophie mantab. Cita-citanya memang menjadi seorang desainer terkenal.
"Aku model, itu sudah pasti, bagaimana dengan dirimu sendiri Jane?" Vonie balik bertanya.
"Hmm, aku akan berhenti dalam setahun ini, sambil memikirkan apa keinginanku, jadi aku ingin bermain-main terlebih dahulu sebelum melanjutkan study, karena aku belum menemukan apa yang benar-benar aku sukai," jawab Jane tanpa beban.
Mendengar perkataan teman-temannya, dalam lubuk hati yang paling dalam, Shine merasa iri, tentu saja karena mereka bisa menentukan apapun yang mereka inginkan dengan bebas. Sedangkan Shine? Daffa sudah memilihkan masa depannya. Ia harus mengambil sekolah bisnis agar dapat ikut mengelola perusahaannya, bahkan Daffa sudah mendaftarkannya ke salah satu perguruan tinggi bergengsi.
Ketiga temannya melirik Shine. Jane lalu menepuk-nepuk pundak gadis itu. "Tidak apa-apa, sebenarnya aku juga ingin menjadi pebisnis suatu saat nanti, tapi aku tidak ingin mengambil keputusan secepat itu, berbeda denganmu Shine, perusahaanmu sudah ada di depan mata," hibur Jane.
Tentu saja ketiganya tahu apa yang akan Shine lakukan setelah lulus, karena Shine selalu menceritakannya pada mereka, termasuk hubungannya dengan Daffa yang hanya jalan ditempat, sama sekali tidak ada perubahan ataupun kemajuan, padahal mereka adalah suami istri.
"Ah, aku sampai lupa, bagaimana dengan pesta pernikahanmu Shine? Bukankan kalian akan mengadakan pesta setelah kelulusanmu?" Vonie merubah topik pembicaraan, tak ingin Shine memikirkannya berlarut-larut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Driving Me Mad √ (COMPELETED)
Roman d'amourWARNING 21++ This is story about Daffa and Shine.. Daffa mengeram atas sentuhan Shine. Daffa menangkap tangan Shine yang membelai area sensitifnya. "Apa yang kau lakukan Shine?" "Aku menginginkanmu kak." Daffa menggelap, ia membalik posisi dan mengu...