Prolog

2.4K 217 27
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Langit rupanya menangis dengan cukup deras pada malam hari, membuat Hyunjin termenung di balkon rumahnya sendirian. Matanya tak henti memperhatikan seorang pemuda tampan yang merupakan tetangga barunya sedaritadi keluar-masuk rumah barunya yang tepat di depan rumah gadis itu.

Pemuda itu terlihat kerepotan saat dirinya diharuskan mengangkat dua buah kardus sekaligus yang sepertinya berat ditambah payung yang dia jepit pada ketiaknya membuatnya terlihat mengenaskan. Yang Hyunjin tahu, pemuda itu baru saja membeli rumah kosong sederhana di depan rumahnya dua hari yang lalu dan dari yang Hyunjin amati pemuda itu hanya tinggal bertiga dengan kakak-adiknya.

Gadis itu tersenyum lebar tiba-tiba, terlihat menyeramkan ditambah sambaran kilat yang menyertainya membuat suasana semakin terasa mencekam. Sementara pemuda itu terlihat terkejut dan tanpa sengaja menjatuhkan payung beserta dua buah kardus yang menimbulkan decak samar darinya.

Hyunjin bangkit, berlari memasuki rumah dan menuruni anak tangga dengan terburu-buru. Saat sampai di lantai bawah, kilat kembali menyambar membuat rumahnya sedikit mendapatkan penerangan sesaat. Gadis itu memperlambat langkahnya, kepalanya menengadah menatap pintu utama yang tingginya melebihi dua meter tersebut cukup lama.

Sebelum hingga pada akhirnya dengan gerakan hati-hati jari-jari kurus nan lentiknya meraih pintu besar tersebut dan membukanya perlahan. Efek dari pintu tersebut yang dibuka secara perlahan membuat suara derit khas pintu yang sudah lapuk terdengar memecah derasnya hujan yang turun malam itu.

Pemuda yang baru saja ingin melangkah memasuki rumah setelah merapikan barang-barang yang berceceran akibat dua kardus yang dia jatuhkan tadi menghentikan langkahnya saat mendengar suara derit pintu dari rumah yang di depannya.

Pemuda itu menoleh, melihat seorang gadis bersurai gelap segelap langit malam itu keluar dari rumah tersebut dengan mengenakan sebuah payung yang berwarna senada dengan surai serta pakaian yang gadis itu kenakan.

Ha, apa ada seseorang special yang baru saja meninggal di sekitar sini sehingga membuat gadis itu rela menerobos hujan lebat malam ini?

Pemuda itu sempat mencela bagaimana cara gadis itu berpakaian serba gelap pada malam hari yang kebetulan juga tengah turun hujan yang lebat. Namun belum bisa pemuda itu tebak, gadis tersebut tiba-tiba saja melangkah lurus menuju rumahnya ditambah tatapan tajamnya terus mengarah pada pemuda itu.

Pemuda itu mulai merasakan tubuhnya yang merinding saat mata kelam gadis itu menatapnya tajam juga mengintimidasi. Dia pura-pura tidak melihat ke arah gadis itu dan mulai melanjutkan langkahnya memasuki rumah barunya.

"Begitukah kamu menyambut seorang tamu?"

Pertanyaan tanpa intonasi yang baru saja gadis itu lontarkan membuat langkahnya kembali membeku. Pemuda itu berbalik, menghadap gadis itu yang kini sudah berdiri tepat di belakangnya.

Dia tersenyum pahit pada gadis itu meski tak yakin bahwa gadis itu dapat melihatnya. "Aku hanya sedang kerepotan. Malam ini aku belum bisa menerima tamu," jawabnya sambil kembali membalikkan badannya.

"Bagaimana jika niatku datang ke sini bukan untuk bertamu, melainkan untuk membantumu?"

Lagi-lagi, langkah pemuda itu kembali membeku. Dia menghela napas panjang, dalam hati mulai memikirkan pertanyaan yang terdengar seperti tawaran yang gadis itu lontarkan padanya. Pemuda itu menimang tawaran tersebut, hingga akhirnya berbalik dan mengangguk pada gadis itu yang senantiasa berdiri di belakangnya.

"Baiklah." Toh, tidak ada salahnya menerima bantuannya. Aku sudah lelah sedaritadi harus bolak-balik mengangkut kardus yang tak bisa dibilang enteng ini, syukurlah.

Gadis itu menyeringai tipis tanpa bisa pemuda itu sadari, lantas setelah itu mengambil alih satu kardus yang sedaritadi pemuda itu pegang.

"Namamu siapa?" Pemuda itu bertanya, berusaha memecah hening dan canggung saat keduanya memasuki rumahnya yang terlihat sepi juga berantakan.

"Hyunjin. Kim Hyunjin."

Pemuda itu menoleh dengan mata melebar saat mendengar nama yang baru saja Hyunjin ucapkan. "Oh, serius? Kebetulan sekali, namaku juga Hyunjin. Hwang Hyunjin lebih lengkapnya."

Gadis bermarga Kim itu tersenyum tipis mendengar balasan pemuda yang sama-sama bernama Hyunjin, aku sudah tahu dari seminggu yang lalu tuh.

"Oh? Ini ditaruh di mana, ya?"

Hwang Hyunjin menaruh kardus yang berada ditangannya di dekat sebuah lemari kayu yang terlihat masih baru. Lalu mengambil alih kardus dari tangan Hyunjin dan menaruhnya ke sebuah ruangan. Saat dia keluar, gadis bermarga Kim itu terlihat seperti tengah memperhatikan beberapa detail rumah barunya.

Kim Hyunjin menoleh saat menyadari keberadaan pemuda bermarga Hwang tersebut. "Tidak berganti pakaian?" tanyanya begitu saja setelah melihat kaus dan celana training yang Hwang Hyunjin pakai terlihat basah.

"Masih ada beberapa kardus yang harus aku pindahkan, jadi gantinya nanti saja," balas pemuda Hwang itu enteng.

Kim Hyunjin tersenyum mendengarnya. "Kalau begitu aku bantu lagi, ya?" Lalu perlahan bibirnya membentuk seringai yang sama sekali tak pemuda bermarga Hwang itu sadari.


to be continued.

***

saturday—
20th April, 2019

Panjang, prolog aja panjang banget 730 lebih kata. Semoga cerita ini gue bisa selesaiin dengan lancar jaya, gak kayak cerita sebelah punya gue.

Alter Ego ; 2hyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang