PROBLEM 2

9 0 0
                                    

Hal yang tak terduga olehku kini terjadi rasanya terlalu cepat bahkan untuk sekedar mempersiapkan diri pun tak pernah kulakukan walau sedetik saja. Ku harap ini semua adalah mimpi ketika hal buruk ini seolah memisahkan rasa dalam tubuhku. Biar ku perjelas, mereka berpisah. Yah, kenyataan menghempaskan ku kembali dari dunia mimpiku sejenak ketika mereka resmi bercerai. Mereka memutuskan diriku ikut terpisah juga dari kakakku satu-satunya untuk berbeda alur. Diriku mengikuti ayahku sedangkan kakakku mengikuti ibuku. Ada rasa sesak yang memenuhi rongga dadaku membuatku sulit untuk bernafas, ku tatap nanar mata mereka bertiga yang kini berhadapan dengan ku hingga kaki ku berlari begitu cepat menghindari tangan yang mencoba mentabahkan dan menegarkankan hatiku. Hanya langkah seorang kakak yang menghampiriku yang duduk dipojokan dengan wajah yang tenggelam di antara kedua kaki serta bahu yang bergetar hebat.

Kurasakan gemulai jarinya menyentuh ujung kepalaku mengusapnya sesaat lalu memelukku dengan erat yang tak kalah erat pula kubalaskan hingga orang tua ku memisahkan kami walaupun disertai dengan pemberontakan hebat dari kami.

Semuanya tampak sama saja ketika aku memulai kehidupanku di keluarga ayahku. Lambat laun seiring waktu semuanya semakin berbanding terbalik banyak peraturan yang menuntut kemandirian serta kata-kata pedas yang terlontarkan entah itu benar maupun salah. Aku merasa benar-benar mati rasa kecuali dalam suatu kondisi yang membuatku benar-benar merasa tertekan contohnya saja ketika adik sepupuku selalu mengatakan ku jelek atau dekil atau ia melarangku berada di dekatnya atau sekedar menonton saja. Aku hanya menanggapinya biasa saja bahkan seolah tak menganggapnya ada.

Sewaktu-waktu aku selalu memusingkan kata-kata tanteku yang membekas di hatiku bahkan tak akan pernah hilang menurutku misalnya saja

"Dasar anak pembawa sial"

"Jangan jadi beban deh, kalo cuma jadi beban mending sana pergi ke ibumu"

"Jangan mau enaknya saja, santai-santai kayak anak tuan raja saja itu sana masih banyak yang harus dikerjakan"

"Seharusnya kamu yang kerja ini semua, saya sisa duduk-duduk saja"

"Kalau di tanya itu menjawab,giliran dimarahin gini mewek"

"Kamu mau ngikutin tabiat ibu kamu yang suka gonta ganti suami atau yang suka ngerokok atau yang suka pake obat-obatan kamu ngak lihat tangannya aja udah penuh bekas suntikan"

"Andai saya tahu begini kelakuan kamu mending saya tidak usah ulurin tangan buat ngurus kamu"

Entah apa yang harus kulakukan selain diam jika sedang dimarahi yang biasanya selalu di sambungkan dengan masalah kedua orang tua ku. Waktu itu aku pernah sekali memberontak karena tidak suka mendengar mamaku harus di caci maki begitu tapi kenyataannya mengajarkan ku untuk kedepannya diam saja karena yang ku dapat adalah amukan parah seperti menamparku, memukuliku menggunakan sapu, mencubit kulitku sampai biru dan berdarah bahkan memaki lebih keras lagi.

Rumah tante ku tak pernah damai selalu saja ada kebisingan yang membuatku lebih baik keluar bermain jika pekerjaan rumah sudah selesai. Rasanya lelah setiap hari memasang topeng di depan semua orang yang naasnya topeng yang ku pakai berbeda-beda. Terkadang kepalaku serasa ingin pecah jika pertengkaran dimulai lagi atau teriakan menggema dan dadaku kerap kali terasa sakit seperti ditindih benda berat ketika emosiku yang menggebu-gebu sedang kukontrol agar normal kembali atau ketika menangis terlalu lama kalau sudah begini aku hanya bisa mengobatinya dengan mematikan lampu lalu menangis dengan menutup mulut agar mereka tak tahu aku kesakitan atau menenggelamkan wajahku di air hingga nafasku terasa sudah di ujung ambang barulah emosiku bisa terkontrol begitu juga perasaanku.

_______________________________________

Hay guys,

Oke gue mesti putar otak nulis ini jujur karena gue juga ada ujian jadi gue mikir banyak pas bikin part ini huhhhh tapi apa pun untuk selesain ceritaku ini hohohoho.

From,

Someone

IRIDESCENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang