"Pengen gue bejek-bejek mukanya, terus gue goreng di minyak panas!"
"Lo mau bikin perkedel, Al?"
"Atau nggak gue cincang-cincang terus gue ulek!"
"Perkedel apa gado-gado nih jadinya?"
"Gue serius!" keluhku keras-keras. Salah satu kelebihan menjadi pendatang di negara asing adalah kamu bisa menggosipi orang lain tanpa khawatir ada yang menguping. "Sumpah! Itu cowok kurang ajar banget! Gue nggak bakal tahan!"
"Tapi lo kan baru seminggu di rumah itu, Al," kata Ningsih. "Fasilitasnya lengkap dan harga sewanya murah banget. Mana lagi lo bilang ibu kosnya sangat murah hati. Lo yakin mau pindah? Susah lho nemu tempat kos yang kayak gitu lagi."
"Iya!" jawabku. Tiba-tiba aku berubah pikiran. "Enggak! Maksud gue... mungkin! Aah! Lo nggak tahu sih Ning gimana songong-nya cowok itu! Sok kuasa! Tukang tindas! Merasa kegantengan! Mentang-mentang dia lebih tinggi dari gue!"
"Kan bisa lo lempar dia pakai apa gitu."
"Maunya sih pakai toaster. Pas tuh kemarin, masih panas-panas!"
"Jangan! Itu kan punya ibu kos elo. Nanti rusak diminta ganti rugi lagi."
"Uuuhhh! Kok lo ngeresponnya serius, sih?"
"Lah, lo kan tadi bilang lo lagi serius."
Kuremas tasku dengan gemas. "Kenapa lo jadi ikutan menyebalkan kayak cowok itu?"
"Siapa tadi namanya?" tanya Ningsih sambil terkikik geli. "Johan? Jonan?"
"Jovan."
"Namanya oke juga."
"Orangnya nggak oke banget."
"Orangnya cakep, ya?" tebak Ningsih sok tahu.
"Cakep dari Hongkong! Poninya kepanjangan, kayak anak alay. Orangnya slebor, pakai celana melorot asal-asalan. Kayaknya tukang molor di kelas. Paling nilainya nol semua."
"Wow!" Ningsih terpana. "Lo tahu dari mana, Al? Lo ngobrol sama dia?"
"Gimana mau ngobrol, orang dia cuma ngomong maksimal tiga kata!"
"Tiga kata?"
"Iya! Kalau nggak pakai bahasa dagu..." kuperagakan cara Jovan menunjuk ini dan itu dengan dagunya. "Kayak gitu."
Ningsih terkikik. "Jangan suudzon dulu, Al. Siapa tahu anaknya asyik."
"Asyik apaan. Adanya kere dan suka nge-boss!"
"Don't judge the book by its cover. Jangan menilai buku dari sampulnya."
"Gue nggak judging, oke?" Aku nggak mau Ningsih menganggapku sebagai the bitch – cewek kasar – yang suka menghakimi orang seenak jidat. "Tapi dia memang nyebelin. Lo harus ketemu dia, Ning! Pasti lo juga nggak bakal suka sama cowok itu!"
"Aulia! Ningsih!"
Ada yang memanggil. Kami menoleh dan melihat Allison, si bule cantik sedang bersama sekumpulan anak-anak fakultas lain. Dia mengisyaratkan kami untuk menghampirinya.
Allison berdiri di dekat ada sebuah panggung mini, lengkap dengan sound system. Teman-temannya sedang menyetel beberapa alat musik di atas panggung.
"Hai, Allison!" sapaku dalam Bahasa Inggris. "Kamu lagi ngapain di sini?"
"Bakal ada penampilan live music nanti selesai makan siang untuk menyambut semester baru ini. Band aku akan tampil!" kata Allison. Dia kelihatan sangat antusias. "Kalian berdua harus nonton!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Kos Dari Neraka [TAMAT]
Teen FictionAulia senang sekali karena dapat beasiswa untuk kuliah di Melbourne. Apalagi tempat kosnya murah, nyaman, dan ibu kosnya baik. Tapi kesenangan itu menguap setelah Aulia tahu dia harus berbagi rumah dengan Jovan, cowok ketus yang tanpa sengaja pernah...
Wattpad Original
Ada 2 bab gratis lagi