Bianca Aurelly Gustav atau kerap disapa Aca. Gadis cantik yang baru akan memasuki dunia putih abu abunya. Gadis dengan pakaian merah mudanya itu menatap sendu rumah barunya. Mata bulatnya masih terlihat jelas bahwa ia masih bersedih walau air matanya tidk keluar lagi.
Mulai detik ini ia tidak lagi tinggal di rumah yang menauinginya sejak ia baru terlahir didunia. Bahkan ia tidak akan lagi tinggal dikotanya. Mulai hari ini, setelah kepergian kedua orang tersayangnya ia harus mau tinggal bersama kakak tertuanya.
Setelah berbagai perdebatan panjang tentang dengan siapa gadis itu tinggal, akhirnya keputusan jatuh pada kakak tertua gadis itu yang sudah bekerja. Sedangkan Abiandra Arllano Gustav yang tak lain adalah saudara kembarnya akan tinggal bersama kakak kedua mereka. Memang, kedua kakak Aca dan Andra memiliki hubungan yang kurang baik sejak dulu.
Dan disinilah Aca berada, dikota asing yang belum pernah disinggahinya. Didepan sebuah rumah yang cukup megah walau nantinya hanya ditinggali dua orang dan juga para penjaga.
Pandangan Aca beralih menatap kakak sulungnya, Alfian Putra Pratama Gustav, putra sulung keluarga Gustav. Seorang pemuda yang sukses diusia muda sebagai seorang pengusaha. Sayangnya Aca sangat jarang berinteraksi dengan sosok kaku Alfi lantaran pemuda itu jarang berada atau hampir tidak pernah ada dirumah. Kalau kata kakaknya yang lain, Alfi membenci keluarganya sendiri karena sebuah alasan oleh karena itu ia memilih hidup sendiri dan memulai semua dari nol.
Berbeda dengan Bryan Dimitri Gustav, kakak keduanya yang memilih menjadi dokter muda. Aca lebih dekat dengan Bryan yang begitu lembut dan pengertian pada Aca. Sayangnya, kemarin Aca harus mau menerima tingggal bersama Alfi, entah bagaimana, Alfi dengan kekuatanya memaksa Aca untuk tinggal bersamamya didepan semua keluarga. Keluarga merekapun tak dapat menolak, selain karena pria itu saudara tertua Aca. Posisi Alfi tak dapat dikalahkan oleh semua anggota keluarga.
"kakak, " panggil Aca pelan. Langkah gadis itu ragu menatap bangunan yang baru pertama kali ditinggalinya.
Alfi mengangkat sebelah alisnya sambil menatap adik bungsunya yang tampak gugup. "Kenapa? " jawabnya tanpa nada.
"Kamar Aca dimana? "
Ucap Aca yang memang sudah mulai lelah setelah perjalanan jauh dari Jerman ketempat ini dan ditambah jalan kaki dari depan rumah sampai ruang kerja kakaknya. Ia juga belum makan sejak pagi.
Alfi berdehem sesaat sebelum memencet sebuah tombol didekat ruang kerjanya. Tak berapa lama suara ketukan disusul masuknya seorang wanita paruh baya dengan pakaian pelayannya datang.
"Antarkan adikku kekamar yang sudah disiapkan, " ucapnya sebelum kembali fokus pada berkas dihadapanya.
"Baik tuan, " jawabnya sambil mengangguk, "Mari nona."
Wanita itu mengangguk pamit lalu mengajak Aca keluar dari ruangan itu. Yang Aca tahu saat ini adalah, Alfian adalah sosok pemuda yang suka bekerja. Bahkan diwaktu libur seperti sekarang.
"Nona, ini kamar Anda. Jika Anda butuh bantuan nona bisa memanggil saya atau memencet tombol itu, "ucal wanita itu sambil menunjuk sebuah tombol didekat nakas.
Aca mengangguk, "Memangnya tombol itu fungsinya apa? Oh ya nama bibi siapa? "
"Nama saya Jeni nona, nona bisa memanggil saya dengan nama itu tanpa sebutan bibi. "
"Tidak boleh, itu tidak sopan bibi. Aku akan memanggilmu bibi Jena. Oh ya, jangan panggil aku nona, rasanya tidak nyaman, panggil saja Aca ya bibi, " ucap Aca, memang sejak dulu gadis itu tidak pernah suka dipanggil nona. Ia lebih suka dipanggil princess jika yang memanggilnya adalah ayah, ibu, atau keluarganya yang lain.
"Tapi nona---"
"Aca bibi, bagaimana dengan tombol itu? Fungsinya apa? " tanya Aca penasaran dengan mata bulatnya yang terbuka sambil berkedip lucu.
"Itu tombol yang akan terhubung ke ruang pelayan, sedangkan tombol yang merah itu akan menghubungkan pada penjaga. Jadi Emm Aca ataupun tuan Alfian tidak perlu teriak jika perlu sesuatu, " ucap bibi Jena walau sedikit ragu saat menyebutkan nama gadis kecil itu.
"Oh ya, apa rumah ini tidak sepi ya bi, kan disini hanya ada aku dan kak Alfian dan beberapa pelayan dan penjaga? "
"Tidak Aca, disini ada sahabat kakak Anda yang ikut tinggal disini," jawab bibi jena membuat Aca mengerutkan keningnya. Seingatnya ia tidak melihat siapapun tadi disekitar sini.
"Lalu dimana dan siapa mereka? Kenapa mereka tinggal disini? "
"Ada alasan yang pasti mereka tidak bisa berbicara pada kaum seperti kami Aca. Nama mereka adalah Tuan Gabriel, Raihan, dan juga Mike. Dan mereka semua dikenal publik sebagai orang yang kejam dalam dunia bisnis, "jawab bibi jena.
"Maksudnya? "
"Nanti Aca pasti akan tahu sendiri jika sudah bertemu mereka. Tenang saja, mereka tidak akan menyakitimu. Sebaiknya kamu istirahat lebih dulu, kamu kan habis perjalanan jauh, "ucap bibi Jena menuntun Aca menuju kasur yang begitu lembut.
"Begitu ya, kalau begitu terimakasih bibi. Aca mau coba kamar baru Aca,"ucapnya semangat dengan berbinar menatap kasur yang tertata rapi dengan boneka kesayanganya yang sudah ada disana.
"Baiklah, kalau begitu beristirahatlah. Bibi akan memanggilmu saat makan malam tiba, " ucap bibi Jena sebelum berlalu pergi meninggalkan Aca yang tanpa perlu membersihkan diri langsung menghempaskan tubuhnya diatas kasur.
Aca menatap langit langit kamarnya. Kamar ini cukup luas. Bahkan hampir lebih luas dari kamarnya sebelumnya. Dan kamar ini terlihat feminim dengan warna abu abu dengan beberapa campuran pink pastel Yang mendominasi. Warna kesukaannya. Atau ini memang sudah disiapkan khusus untuknya, ia juga tidak tahu. Tanpa terasa mata gadis itupun tertutup sempurna dan terbang menuju alam mimpinya yang nyaman sebelum suara bibi Jena kembali menyadarkanya setelah tertidur hampir 2 jam.
"Aca, bangunlah. Tuan menunggu kamu untuk makan malam. Sebaiknya kamu segera membersihkan diri, " ucap bibi Jena.
Aca mengerjabkan matanya. Menatap jam dinding berbentuk panda kesayanganya. Gadis itu dengan enggan mulai bangkit dari tempat tidurdnya dan berjalan masuk menuju kamar mandi setelah berterimakasih pada bibi jena.
Tidak butuh waktu lama, dengan sweater biru muda ditubuhnya gadis berusia 13 tahun itu berjalan menuju ruang makan. Sedikit penjelasan Jeni tadi siang, Aca sudah dapat mengetahui beberapa ruangan di rumah ini.
"Duduklah, tidak mungkin kau makan dengan cara berdiri, "ucap Alfian melihat adiknya yang tak kunjung duduk melihat ruang makan yang ramai karena teman Alfian tengah berkumpul.
Walau ragu, Aca mulai duduk tepat disamping seorang pria yang mengenakan setelan jas sama seperti kakaknya. Aca sendiri mulai gugup lantaran ketiga pria itu menatapnya begitu intens. Ingin sekali ia merengek pada kakaknya seperti apa yang ia lakukan pada Andra saat ia dalam kondisi tidak nyaman seperti ini dulu.
"Seperti yang kalian dengar sebelumnya, gadis yang ada bersama kita saat ini adalah adikku. Bianca Aurelly Gustav. Aku harap kalian bisa menjaganya,"ucap Alfian membuka suara yang disambut senyuman oleh ketiga pria itu.
"Hai adik manis, kau bisa memanggilku Mike, disebelahku itu Raihan, dan yang disebelahmu itu Gabriel. Senang bertemu denganmu, "ucap Mike dengan senyum tulus dibibirnya hingga membuat Aca berani mengangkat kepalanya.
"Jadi aku punya 4 kakak laki-laki disini? " tanya gadis itu polos.
Ketiga laki laki itupun tampak gemas melihat Aca saat ini. Mata bulat dengan tatapan polos, pipi tembem dengan garis merah dan lesung pipi di pipi kiri Aca yang membuat gadis itu terlihat bak boneka hidup. Bahkan, Mike yang biasanya pendiam langsung mengajak gadis itu bicara pertama kali.
"Kau manis sekali, kita pasti akan menjagamu. Kau benar, kau punya 4 kakak yang akan menjagamu saat ini. Jadi, jadilah adik yang manis Bianca, "ucap Mike mengembangkan senyumnya sambil ssbelah tanganya memgacak pelan rambut Aca membuat gadis itu mengerucutkan bibirnya.
Ya kakaknya bertambah lagi. Apa nasibnya akan sama seperti saat bersama Andra yang terlalu protevtive padanya atau lebih?
Happy reading.
Dont forget to vote and coment.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lil Sister
Teen FictionBagaimana seorang gadis bernama Bianca atau disapa Aca harus menghadapi kakak kakaknya yang begitu protective dengan cara mereka sendiri sendiri ? Walaupun mereka bukanlah kakak kandung Aca, tapi Aca begitu menyayangi mereka seperti kakaknya sendir...