Chapter 09 : Si Licik Zalrath

2K 166 11
                                    

Jangan lupa, vote and coment guys. Aku harap waktu kalian baca ntar ninggalin jejak 😂😅.

Eh... seriusan nih, dua rius malah. Tinggalin jejak kalian disini. Mudah bukan? Nggak sulit kog✌😉 #FourLuc lope2😚
_____

Pagi yang cerah diiringi kicuan burung hinggap di atas pohon. Menyapa sang surya yang tampak malu-malu mengintip dari ufuk timur. Embun pagi terasa hangat menusuk kulit. Terlihat dari sela-sela gorden kamar seorang gadis cantik terlelap di atas ranjangnya. Ia tampak pulas sekalipun dering jam weker di atas nakas berbunyi nyaring memekakkan telinga. Ia sama sekali tidak terbanggun dari tidurnya.

Ketukan pintu yang di ketuk berulang kali mengganggu tidur nyenyak sang gadis. Gumaman malas terdengar lirih dari bibir mungilnya. Ia menarik selimut sampai menutupi kepala. Jelas saja ia malas bangun. Ia masih mengantuk dan berniat untuk melanjutkan tidurnya kembali. Mengabaikan ketukan seseorang dari balik pintu yang masih saja setia menunggu gadis itu untuk membukakan pintu kamarnya.

"Nona.. Tuan meminta saya untuk membangunkan nona!" Seseorang dengan sopan berujar lembut dari balik pintu kamar. Pelayan paruh baya itu masih berdiri disana dan berusaha mengetuk lagi pintu itu.

Tok.. Tok.. Tok

"Nona Xilena..." Panggilnya lagi.

Ya, gadis itu Xilena yang enggan membuka mata ataupun bangun dari atas ranjang dan bergumam malas. Dengan kasar ia menarik selimutnya sampai batas kepala, merasa terganggu dengan seruan pelayan. Tapi ketika pintu kamar di ketuk kembali membuat Xilena jengkel. Ia masih mengantuk. Apa lagi semalaman penuh ia menjaga ibunya tanpa istirahat sedikitpun.

Oh, ayolah tidak bisakah bibi membiarkanku tidur sejenak?

Ia memijit pangkal hidungnya. "Iya bibi, aku akan bangun dan tolong jangan mengetuk pintu itu lagi. Aku terganggu dengan suara bising yang bibi ciptakan!!" Seru Xilena sambil menyibak selimut.

"Maafkan saya nona..." sesalnya merasa bersalah. Xilena tertawa.

"Tidak masalah bibi dan terima kasih sudah membangunkanku. Katakan kepada ayah, aku akan turun sebentar lagi!!" Ia beranjak dari atas ranjang dan melangkah menuju kamar mandi. Tidak lupa juga meraih handuk kesayangan.

"Sudah menjadi tugas saya sebagai seorang pelayan, nona." Balas pelayan paruh baya itu dari balik pintu kamar bercat coklat. "Saya akan menyampaikannya kepada Tuan, nona. Jika tidak ada lagi yang nona sampaikan, saya pamit undur diri!" Serunya sopan.

Setelahnya, pelayan paruh baya itu meninggalkan pintu kamar Xilena. Sedangkan Xilena sudah melenggang masuk ke dalam kamar mandi dan bersiap untuk membersihkan dirinya dari bau badan sehabis bangun tidur. Ya, meskipun tubuhnya masih harum tapi ia tetap harus mandi bukan?

Sudah dua hari Xilena berada di rumah orang tuanya dan selama itu juga ia tidak memberi kabar kepada mereka berempat. Xilena sama sekali belum menghubungi salah satu dari mereka. Bukannya tidak mau, hanya saja ia bingung mau menanyakan apa jika sudah tersambung dengan mereka. Jelas saja ia terlalu gengsi bila ia harus menghubungi mereka duluan dan itu memalukan. Harusnya mereka yang menghubungi Xilena duluan.

Bukankah dalam urusan seperti itu para prialah yang harus maju terlebih dulu, menunjukan betapa jentelnya mereka. Xilena bahkan menunggu mereka menghubungi dirinya terlebih dulu. Tapi selama dua hari itu juga yang ia nantikan tidak kunjung terkabul. Mirisnya lagi, mereka berempat seolah tak ada kabar dan menghilang begitu saja.

Kondisi ibunya untuk sekarang ini sudah berangsur membaik. Ia merasa lega ibunya baik-baik saja meskipun ibunya itu masih harus beristirahat total. Usahanya yang merawat ibunya tidaklah sia-sia.

Falling In Love With Demons [Ongoing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang