cemara bagi Ginan

142 18 2
                                    

Saat angin sore yang berhembus pelan memberikan usapan kesejukan, wanita berambut ikal itu tetap tidak dalam keadaan baik yang seharusnya ia rasakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat angin sore yang berhembus pelan memberikan usapan kesejukan, wanita berambut ikal itu tetap tidak dalam keadaan baik yang seharusnya ia rasakan. Ada rasa yang mengganjal setelah ia mengetahui earphone miliknya hilang bahkan di dalam tas pun tidak ditemukan.

Tangannya masih belum mempercayai hasil pekerjaan jari- jari jenjangnya untuk mencari keberadaan earphone itu. Ginan tetap merogoh tasnya dalam-dalam, menelusuri setiap ruang dalam tasnya.

Berkali-kali Gema menasihati Ginan untuk diam, sepeda motor yang dikendarai Gema hampir terjatuh karena Ginan tidak mau duduk tenang dijok belakang.

"Nyari apa sih?" Tanya Gema dengan suara yang kencang agar terdengar oleh Ginan. Angin sore yang berhembus pelan pun masih bisa mengahapus bahkan membawa pergi setiap kata yang diucapkan.

"Ini." Jawab Ginan, tangan dan matanya masih fokus mencari keberadaan earphone itu.

Ginan tidak memperdulikan walaupun beberapa kali sepeda motor itu hilang kendali karena pengemudi terganggu dengan ketidaktenangan penumpang di belakangnya.

"Apa?" Tanya Gema, suara dari jawaban Ginan terdengar samar ditelinganya. Jika jelas terdengar pun pasti Gema masih akan bertanya, apa yang tengah dicari oleh Ginan. Karena kata 'ini' belum cukup jelas untuk menjawab pertanyaannya.

"Nyari barang." Jawab Ginan.

"Barang apa?" Tanya Gema, masih belum puas dengan jawaban dari Ginan.

"Udah lah, ketinggalan kali disekolah." Jawab Ginan, sekarang tangannya mulai berhenti mencari tapi sesekali masih mencoba meraba beberapa tempat dalam tasnya.

"Barang apa, kalau penting kita puter balik." Ujar Gema, masih bertahan pada pembahasan mengenai barang Ginan yang hilang padahal Ginan sudah memberi jawaban yang mengisyaratkan agar hal itu tidak dibahas lagi.

Tetapi Gema tetaplah Gema, cowok yang selalu ingin semua hal terkendali tanpa kurang sesuatu apapun.

Terkadang Ginan malas dengan sikap Gema yang seperti itu, agak berbeda dengan sikap Ginan yang cuek dan bodoamat. Tapi apa boleh buat, Gema tetap akan menjadi orang yang seperti itu, sifat yang menurun dari ayahnya.

"Nggak, langsung pulang aja." Ujar Ginan, harapannya kali ini Gema mempercayai kebohongannya.

"Beneran nih? kalo emang penting mendingan balik lagi aja. Si black masih kuat kok puter balik ke sekolah." Gema masih dalam pendiriannya, masih ingin mencari barang Ginan yang hilang padahal dia tidak tahu barang apa yang hilang.

Malah sekarang Gema memelankan laju motornya bersiap jika tiba-tiba Ginan meminta memutar balik dan kembali ke sekolah.

"Nggak." Jawab Ginan.

"Beneran? kalo ada yang ketinggalan kita bisa__"

"Iya, earphone teteh hilang. Tapi nggak apa-apa, lagian earphone nya rusak." Sela Ginan akhirnya mengaku.
[Teteh; sebutan kakak (untuk perempuan) dalam bahasa sunda]

Bagaimanapun juga Ginan tak akan bisa menyembunyikan sesuatu dari Gema yang selama ini telah memahami dirinya lebih dari siapapun.

"Hahaha... Kehilangan earphone rusak aja kaya kehilangan apaan. Eh lupa, teteh kan kehilangan kulit ayam di piring aja laporan sama pak RT." Gema menertawakan Ginan, tidak terduga sedari tadi mendebatkan hal konyol. Earphone rusak yang hilang.

Ginan merengut di tempatnya, selalu ada celah bagi Gema untuk menertawakan-nya.

"Jangan ketawa! Budak Edan!!" Sungut Ginan sambil sesekali memukul pundak Gema.

Gema berlanjut melajukan motornya menuju rumah, barang yang hilang tadi rasanya tidak pantas untuk dicari lagi. Bagi Gema seperti itu, tapi Ginan tetap ingin earphone nya kembali.

Angin sore kembali menjadi topik utama pada setiap rasa yang singgah. Dingin dan asing. Sesekali candaan Gema menjadi penghangat walaupun candaan-nya renyah dan garing.

Angin sore saat ini terasa asing saat motor gede yang Gema kendarai memasuki komplek pemukiman dengan suasana berbeda dari saat pertama kali Gema mengendarai motor.

Ginan masuk ke dalam rumah, meninggalkan Gema yang sibuk memarkir motornya di halaman rumah baru mereka. Ginan tahu Gema akan mengucapkan salam perpisahan pada motor kesayangannya.

"Black, ditinggal dulu nya. Makin kasep kamu black." Setidaknya itulah kata-kata yang Ginan dengar saat Gema berpamitan pada motor hitamnya.

Suasana sepi di dalam rumah terbiasa Ginan rasakan, beruntung ia masih memiliki Gema, adik yang selalu ada untuk menjadi rumah bagi Ginan, walau mama telah pergi lima bulan yang lalu.

Setelah kepergian mama, papa menjadi lebih sibuk bekerja, bukan karena materi yang berkurang. Yang dapat Ginan dan Gema baca, papa mereka memilih pekerjaan sebagai sebuah pelarian untuk mencoba mengikhlaskan mama. Lebih banyak menghabiskan waktu di kantornya agar tidak selalu teringat dengan mama mereka.

Ginan rasa, papanya sangat egois. Melupakan anak-anaknya untuk kepentingan perasaanya sendiri. Tapi Ginan rasa ia pun akan egois jika memaksakan agar papa berubah seperti semula. Setiap rasa yang dirasakan seseorang akan terasa benar pada sudut pandangnya sendiri. Untuk saat ini Ginan membiarkan saja.Lagi pula Ginan akan malu jika harus membenci papanya saat Gema pun tidak menunjukan sedikitpun kekecewaan. Ginan harus lebih tegar dari Gema.

Gema adik yang sangat menggemaskan bagi Ginan,

Handphone Ginan berdering setelah beberapa menit yang lalu diletakan di atas meja belajar berwarna biru muda di kamarnya. Sebuah pesan masuk di aplikasi whatsapp, menunjukan nomor telepon tanpa nama.

+628xxxxxxxxxx
Halo kak Ginan, aku Nino kelas 10 Ipa 4:)

Saking menggemaskan, rasanya ingin sekali Ginan menelan adiknya hidup-hidup.

"Ge!!! Teteh tahu yah kamu yang ngasih nomor teteh ke si Nino Nino ini!" Teriakan Ginan mengisi seluruh ruangan.

"Dia mau ngasih salinan tugas kalo Gege ngasih nomor teteh ke dia. Makasih yah teteh geulisnya Gege." Gema membalas teriakan Ginan dari kamarnya yang berada tepat di sebelah kamar Ginan.
[Geulis; cantik dalam bahasa sunda]

Pantas saja anak itu langsung masuk ke dalam kamar, biasanya dia akan duduk di kursi ruang tamu untuk beberapa saat sambil menikmati kesunyian. Ternyata Gema sedang menghindar dari amukan Ginan yang berbahaya bagi kesehatan kulitnya. Bekas cubitan Ginan di tangan kirinya saja masih terasa nyerinya sampai sekarang. Warnanya pun biru. Ah, Gema menyesal kemarin meminum susu pisang milik Ginan di dalam lemari pendingin.

+628xxxxxxxxxx
Kok gak dibales kak?
Aku ulang deh, aku Nino kak.. Salam kenal:)

Ginan
Apaan lo Nino? Manusia ikan??|


Lee Dong-hyuk as Gema Afra

(Ps:mungkin ini gak nyambung tapi aku fikir karakter Haechan ini cocok untuk jadi Gema, dedek gemes dan nyebelin:v)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Ps:mungkin ini gak nyambung tapi aku fikir karakter Haechan ini cocok untuk jadi Gema, dedek gemes dan nyebelin:v)





Jadi teman-teman, ngerti kan cemara yang aku maksud??

Ginan | Song YuqiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang