for oma

77 7 2
                                    


"Tunggu seminggu lagi, gue gak yakin lo layak masuk eskul kita."

Kalimat tajam dari Mika terus berputar di kepala Ginan. Beberapa kali Ginan menggerutu kesal mengingat kejadian di sekolah. Ginan sudah meluangkan waktu untuk mengikuti beberapa seleksi individu sebagai syarat menjadi anggota baru eskul band, tapi hasilnya malah kalimat pedas dari si drummer nomor satu di sekolah itu.

"Eskul kita, emang eskul itu punya dia apa." Gerutu Ginan sekali lagi tak mau berhenti.

Ginan beralih mengambil hanphone, mengambil tempat di atas kasur nyamannya. Membuka room chat kelas yang ramai. Tidak hanya di dalam kelas, di dalam chat pun mereka sangat berisik, tapi Ginan masih bisa menikmati bahkan sesekali tertawa dengan ocehan mereka.

Tawa Ginan terhenti, mendengar pintu kamarnya terbuka. Gema berdiri dengan tangan sibuk mengucek mata baru saja terbangun dari tidurnya.

"Apa?" Tanya Ginan menatap Gema yang tak kunjung bicara.

"Ada cowok tuh di depan." Ujar Gema singkat, ingin beranjak tapi tak jadi karena Ginan tak memberi respon hanya diam malah mengernyitkan dahi.
"Ko diem?" Tanyanya.

"Cowok? Siapa?" Tanya Ginan.

"Gatau, pernah ngelihat tapi lupa." Jawab Gema lalu benar-benar pergi.

Ginan berjalan menuruni tangga, sambil menerka-nerka siapa yang datang sore hari ke rumahnya. Tebakan terburuknya adalah Redian, sampai Ginan berkomat kamit berdoa semoga bukan Redian.

Ginan menatap lurus dari pintu, tak melihat siapapun hanya ada motor berwarna merah disana.

"Siapa sih?" Gumam Ginan.

"Gue." Ucap seseorang, membuat Ginan terlonjak kaget menemukan wajah menyebalkan sedang duduk di kursi teras rumah. Ginan tak sempat menengok untuk memastikan, padahal tamu tak diundang itu berada disana.

"Lo__"

"Gak baik anak baru gak punya temen, keluar yuk." Katanya memotong kalimat Ginan yang belum selesai terucap. Menunjuk motor merah gagahnya dengan dagu sementara tangannya disembunyikan di dalam saku jaket hitamnya.


"Lo dateng kesini ngajak main? Sori kita gak saling kenal." Tolak Ginan menatap garis tampan cowok itu. Diluar sekolah wajahnya makin tampan, tapi semakin menyebalkan juga.

"Gak saling kenal ya? Tapi gue bisa menentukan lo masuk eskul band atau nggak." Balasnya tak mau ditolak.

"Sorry, tapi gue gak terlalu ngebet pengen masuk eskul band tuh kak." Ucap Ginan masih menolak, membuat lawan bicaranya itu meyeringai menyiapkan senjata baru.

"Mau keluar atau nggak?" Tanyanya sambil mengangkat earphone milik Ginan di depan wajah sang empu yang sudah membulatkan mata. Eskpresi wajahnya tak bersahabat, menyeringai puas melihat Ginan yang tampak terkejut.

°°°

"Kita mau apa kesini?" Ginan berjalan cepat, menyusul Mika agar tak tertinggal. Berjalan menyusuri setiap etalase berisi kilauan permata yang indah.

Mika, cowok itu yang nekat mengajak Ginan keluar rumah.

"Mba mau cari kalung." Kata Mika tak memperdulikan Ginan.

Ginan mencuatkan bibir, kesal tak dihiraukan. "Kak mau apa?" Lanjutnya masih memaksa ingin dijawab.

"Lo bisa anteng dulu gak?"

Ginan jadi menipiskan bibir, merasa kesal mendapat jawaban seperti itu.

"Ngapain gue harus ikut lo kalo dicuekin terus." Gumamnya pelan, mengambil langlah kecil ingin melihat lihat bagian lain. Tapi tak berhasil, kaos bagian belakanganya ditarik Mika begitu saja membuat Ginan terseret mundur kembali mendekat.

"Ishh, gue emang imut kak, tapi gue bukan kucing kak gausah ditarik-tarik." Omel Ginan sambil melepas kaosnya dari tangan Mika.

"Jangan kabur." Ujar Mika.

"Jadi yang mana kak?" Tanya seorang pekerja berambut sebahu di sana, tersenyum ramah menatap Mika dan Ginan bergantian.

"Lo suka yang mana?" Tanya Mika, menatap Ginan menunggu jawaban gadis berambut ikal itu.

"Lo nyuruh gue milih itu?" Tanya Ginan, menunjuk barisan kalung permata cantik di depannya.
"Oh gue tahu, lo mau ngasih hadiah buat pacar lo terus nyuruh gue milih, gitu kan," Lanjutnya menerka-nerka.

"Ck, bukan. Oma gue ulang tahun dan gue harus ngasih hadiah yang bagus." Ujar Mika berujar pelan.




"Pelan-pelan, belepotan kaya anak kecil banget sih." Mika mengulurkan tangan, mengambil satu lembar tisu untuk Ginan.

Ginan segera mengusap ujung bibirnya, es krim melon tidak pernah membuatnya kalem.

"Kak, lo gak punya temen perempuan apa, kok gue yang jadi korban sih?" Tanya Ginan sambil meletakan sendok ke dalam mangkuk kecil di atas meja, eskrimnya sudah habis sekarang.

Mika berdecak lalu mengerling menatap Ginan yang mengaku dirinya korban, padahal Mika yang menjadi korban karena harus mentraktir Ginan berbagai macam hal yang gadis itu ingainkan.
"Temen cewek gue gak ada yang jomblo." Jawabnya singkat.

Ginan tertawa kecil membuat Mika menyerngit tak mengerti.
"Apa?" Tanyanya.

"Berarti lo jomblo dong kak.." Ucap Ginan, membuat Mika menelan ludah berat.

"Jomblo gak usah ngeledekin jomblo." Balas Mika sambil beranjak pergi.

Ginan ikut beranjak, mengambil langkah di samping Mika, mendongak menatap kakak kelasnya itu.
"Tahu dari mana kalo gue jomblo?" Tanya Ginan dengan nada polosnya.

"Emang ada yang mau sama lo??" Balas Mika membuat Ginan memajukan bibir.

"Ish nyebelin banget sih lo!" Runtuknya, memukul keras lengan Mika.

"Lo cewek bukan sih?!" Kesal Mika, ia mengusap lengannya yang terasa sakit.

"Cewek dong, kak. Gak kelihatan apa aku cantik begini?" Tanya Ginan dengan suara lembut dibuat-buat dengan tangan yang sibuk mengibas rambut.

Mika tertegun, seperti menemukan orang yang berbeda dalam diri Ginan. Gadis berambut ikal itu, tak sesangar biasanya, malah imut seperti kucing yang minta dikarungi.

"Lo mau dateng ke ualng tahun Oma?" Tanya Mika begitu saja.

"Apa??"

Mika meruntuk dalam hati, tak seharusnya kalimat itu ia lontarkan.





Mika gitu ya sekarang...

Mika gitu ya sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bonus dong:p

Hayo siapa yang suka bonus? Kalo suka chapter depan diselipin bonus lagi wkwk

Ginan | Song YuqiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang