Chapter 7: That's what being a partner means, right? (NC)

2.3K 215 37
                                    

"Kau percaya pada kekasihmu?" sebuah pertanyaan yang amat menohok hati sinoper yang berdiri di puncak gedung kantornya sendiri.

"Kau terlihat tenang untuk seseorang yang akan segera mati," komentar teroris itu lagi.

Chuuya memang tidak sedikitpun beranjak dari tempatnya. Itu karena tidak ada pilihan lain. Selangkah ke belakang akan membuatnya jatuh dari gedung. Bergerak ke samping akan membuatnya ditembak dan terluka. Mungkin juga mati seperti yang dikatakan lelaki di hadapannya itu.

Perkataan teroris itu tidak sepenuhnya benar. Ia ketakutan. Sangat. Berharap seseorang akan datang ke atap kantor dan menyelamatkannya.

"Menurutmu, apakah Dazai Osamu akan datang?"

Si sinoper itu menarik napasnya dalam-dalam. Air mata keputusasaan keluar dari pelupuknya ketika menundukkan kepala. Menit-menit berhadapan dengan penjahat ini membuat mentalnya jatuh.

"Karena itu kau yakin dan tetap menungguku menembak?"

"Aku tidak tahu," cicit si carrier.

"Apa Dazai tidak memberitahumu-,"

"Tolong pergi."

Teroris itu menaikkan sebelah alisnya, ragu dengan apa yang ia dengar.

"Kumohon pergilah!"

Selama ia merutuki kehadiran Dazai dalam hidupnya, malam ini adalah puncaknya. Ia tidak pernah membayangkan hari-harinya dipenuhi teror dan keputusasaan.

"Dazai tidak akan datang," tegas lelaki itu.

"Dan kau akan kutembak jatuh," ia sedikit menarik pelatuknya. Chuuya yang sama sekali tidak bergerak adalah sasaran mudah bagi pelurunya.

Harapan si carrier terbakar habis mengingat panggilan kepolisian sebelum ini. Dazai tidak akan bisa keluar dari sana dengan cepat. Lagipula ia juga tidak tahu kantornya.

Tapi dengan kemampuan analisisnya, semua itu mungkin.

Tapi-

Terlalu singkat untuk sampai kemari, untuk menariknya dari atap kantor atau mencegah si teroris menembaknya.

Apakah hidupnya akan berakhir secepat ini?

"Bodoh," rapal Chuuya pelan.

Sebelum kakinya mundur lebih jauh lagi, lengannya terasa amat panas. Maniknya menangkap darah. Dan satu lagi peluru menyerang tungkainya, membuatnya tumbang dan jatuh sebelum hatinya siap.

Azurenya terpejam, sekujur tubuhnya mati rasa, terjun bebas tanpa perlawanan.

.

.

.

"Ketua, kami sudah mengirim pasukan untuk berjaga sekitar di gedung bank Yokohama," lapor Kunikida Doppo. Ia tengah berada di halaman kantor bank bersama Dazai Osamu.

Laki-laki amnesia itu memaksa meminjam ponsel Kunikida dan mengizinkannya menggunakan benda itu secara bebas. Ternyata Dazai membuka aplikasi pengakses lokasi dan mengetikkan sebuah nama di sana. Kemudian menyuruhnya mengemudi ke gedung ini dengan alasan keberadaan teroris yang ia incar sampai amnesia. Tidak dapat ditebak, tapi Kunikida menurut saja.

Selesai memanggil pasukan dan melapor pada atasan, si pirang itu hendak mendiskusikan rencana selanjutnya.

"Dazai?" panggil Kunikida seraya menoleh. Si brunette sedang mengobrak-abrik bagasi belakang, seperti mencari sesuatu.

Ia mengambil sebuah wire gun dan berlari ke dalam gedung.

"Oi, Dazai!" seru Kunikida. Lelaki itu hendak menyusul Dazai, namun tertahan karena ia harus menunggu pasukan dan beberapa senjata di mobilnya. Ia harus berjaga kalau-kalau ada sekutu teroris yang berada di sekitar gedung.

[√] mikrokosmos | soukokuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang