Epilogue: I think I really am stupid

2.3K 217 15
                                    

"Fyodor Dostoevsky, laki-laki, umur tidak diketahui, tidak memiliki sanak saudara, penyelundup senjata dan perakit bom, meneror divisi penyelidikan departemen kementrian reformasi keamanan sipil. Wah, kasusmu tidak termaafkan," dikte seorang petugas di ruang tahanan.

"Meneror pemerintah bukan kebiasaan yang baik," komentarnya kemudian melirik narapidana sekilas. Pakaian tebalnya kini berganti seragam tipis serba putih.

"Kami sudah memberi tahu pemerintah Rusia dan mereka memberi izin eksekusi di dalam negeri," lapor petugas penjaga itu, walupun lelaki di dalam sana sama sekali tidak menggubris perkataannya.

Ia hanya sibuk memperhatikan pipa saluran pembuangan sambil menghabiskan waktunya. Entah besok atau lusa, pasti sudah berakhir di ruang eksekusi. Entah menggunakan racun mematikan atau peluru di jantung. Kata-kata sipir bukanlah sesuatu yang harus ia risaukan. Ia akan mati, itu saja.

"Membaca catatan kriminalmu butuh waktu berjam-jam," komentar si sipir lagi. Selain alasan itu, ia juga melihat betapa tak acuh kriminal itu terhadap dirinya. Sia-sia saja.

"Nikmati waktumu," tutupnya seraya kembali duduk dan berjaga.

Tidak ada satupun kata yang keluar dari bibir narapidana itu, ia hanya terduduk di lantai sel sambil mendongak ke langit-langit. Sesekali menyeringai mengingat hari-hari yang dihabiskan di luar penjara.

Kebebasan itu menyenangkan. Tapi teror untuk Dazai Osamu sepertinya cukup sampai di sini.

.

.

.

"Aku masih tidak percaya pernah melihat seorang teroris dengan kedua mataku sendiri," gumam Mori saat berjalan bersama Chuuya menuju lobi.

"Mori-san juga bicara dengannya," tambah sinoper itu sambil menekan tombol lift.

"Menyeramkan. Dan aku pernah bilang bahwa dia tampan."

"Iya. Mori-san juga mengiranya sebagai kekasihku," tambah Chuuya lagi.

"Dan kekasihmu ternyata seorang mata-mata."

"Iya dan aku harus menjemputnya sekarang. Sampai besok Mori-san!" pamit Chuuya begitu lift berhenti di lobi. Ia akan berjalan ke halte bus dan mengambil tujuan ke arah departemen.

Ruang sesi terapi berada di lantai dua rumah sakit. Tapi terapis sengaja mengatur jadwal di ruangan kantor, agar menciptakan suasana serupa dengan ingatan Dazai sebelumnya.

Kunikida sebagai atasannya bilang kalau Dazai tidak pernah berada di kantor. Tapi memberi tahu tempat biasa Dazai berada juga tidak akan membantu. Si pirang memutuskan agar Dazai saja yang berusaha mengingat.

Chuuya yang tidak tahu apapun diam saja dan hanya menjemput Dazai sesuai jadwal sesi terapinya. Termasuk sore ini. Ia sudah bersiap ke kantor departemen untuk menghampiri si brunette. Namun panggilan masuk di ponsel menahannya.

"Moshi moshi, Nakahara-san?"

Chuuya menyahut, bergumam pelan.

"Hari ini tidak usah menjemput Dazai di kantor," ucap suara di ponselnya.

"Kenapa? Apa dia pulang sendiri?" Si sinoper sudah senang karena tidak perlu menjemput laki-laki menyebalkan itu. Tapi jawaban peneleponnya berkata lain.

"Dazai-san menghanyutkan diri di Ookagawa. Kunikida-san bilang ia biasanya akan berhenti di sebuah lokasi. Akan kukirim pesan ke ponselmu nanti."

Tepat setelah itu, panggilannya dimatikan, menyisakan tanda tanya besar di benak Chuuya. Ookagawa itu nama sungai dan Dazai menghanyutkan diri di sana.

"MENGHANYUTKAN DIRI?"

.

.

.

"Musim panas seperti ini, hanyut di sungai memang pilihan yang tepat," komentar seorang lelaki yang tengah terbawa arus.

Dedaunan di pinggir sungai berwarna hijau segar. Matahari tidak seterik siang dan sore sudah datang. Ditemani segarnya air sungai, hidup ini terasa lebih indah.

Lebih indah lagi bila diakhiri. Sayangnya Chuuya sedang menunggu di rumah dan Dazai masih ingin menghabiskan malam-malam dengan carrier itu. Juga menggendong satu atau dua bayi.

"Sayang sekali," gumamnya lalu sejenak membenamkan kepala dalam air sungai. Mungkin uji coba bunuh diri ini akan ia gagalkan sendiri.

Arus membawanya berhenti di tempat yang sama. Di bawah salah satu jembatan. Ia akan tersangkut tanaman air yang tumbuh di area lembab itu. Mengakhiri kebiasaan hanyutnya untuk hari ini.

Pakaiannya basah kuyup. Mungkin naik bus kembali ke rumah Chuuya akan sangat memalukan. Tapi biarkanlah. Yang penting Chuuya bisa menemaninya lagi malam ini.

"Sudah selesai hanyutnya?" celetuk si carrier menunggu di atas jembatan.

Dazai mendongak dan melihat sosok Chuuya dengan tas kantornya dan tas lain berisi pakaian. Kedua maniknya menatap si sinoper polos kemudian tersenyum tanpa dosa.

"CEPAT NAIK DAN GANTI BAJU, KAU MENYUSAHKAN!"

.

.

.

The End

Sekian fanfiction ini!

Ya ampun, Pitik membuatnya dengan cepat. Sebulan doang hehe.

Ini fanfiction soukoku pertama Pitik, juga fanfiction dengan cast anime pertama.

Pitik senang karena mendapat respon yang bagus.

Untuk ke depannya, Pitik harus menyelesaikan utang-utang berbasis k-pop di sebelah /Huft/ sudah terlalu lama vakum.

Terima kasih sudah baca, vote, dan komentar. Sayang kalian semua ♡

[√] mikrokosmos | soukokuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang