Chapter 1: Have a pure, cheerful, and energetic suicide!

2.8K 318 61
                                    

Dalam satu malam, penghuni rumah Nakahara Chuuya bertambah satu. Lelaki asing yang ia temukan di samping tempat pembuangan sampah dengan luka di tubuhnya. Sangat aneh.

"Dazai-san, aku harus berangkat ke kantor pagi ini," sebuah sapaan mengusik lelaki amnesia itu.

"Kau bisa memasak di dapur. Aku masih memiliki beberapa bahan di kulkas. Kalau ingin mandi kau bisa meminjam pakaianku di lemari," Chuuya mengatakannya dengan cepat sambil memakai sepatunya.

Dazai menyeret kedua kakinya ke ruang tengah, menatap Chuuya dengan raut setengah sadar.

"Aku sudah bolos kerja kemarin. Jadi aku harus pergi sekarang," pamit Chuuya sambil menutup pintunya.

Dazai mengerjap pelan. Ia menoleh ke sekeliling rumah bingung.

Tiba-tiba pintu depan terbuka lagi dengan kepala Chuuya menyembul di sela-selanya.

"Kalau kau ingin keluar rumah, jangan lupa kunci pintunya," itu pesan terakhir Chuuya sebelum pintu ditutup untuk kedua kalinya.

Dazai masih mematung di tempat. Ia belum mengenakan atasan. Hanya perban yang menutupi lukanya. Celananya juga belum berganti sejak kemarin.

Lelaki itu berbalik, berjalan menuju halaman belakang rumah. Kemeja dan jas panjangnya sudah bertengger di jemuran. Robek di bagian bekas lukanya.

Dazai meraba kemeja putih itu pada bagian lubangnya, mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum ia berada di sini. Apa alasan dari luka-lukanya.

Mendadak kepalanya terasa amat pening. Matahari belum bersinar terik. Chuuya berangkat ke kantor sebelum pukul 8. Sedangkan panas matahari baru terasa lepas pukul 9.

Mungkin pening itu penyebab amnesianya. Mungkin. Itu asumsi Dazai yang bahkan melupakan nama lengkapnya.

Hanya 'Dazai' yang diingatnya. Tidak lebih.

.

.

.

Kembali dalam kehidupan kantornya, Chuuya disibukkan dengan surat dan laporan yang datang silih berganti. Ia memaksakan kedua matanya untuk fokus pada monitor komputer sambil sesekali menyesap kopi di mejanya.

"Terlalu serius juga tidak baik, Chuuya-kun," interupsi Mori Ougai, pimpinan divisinya.

"Aku ingin pulang cepat," balas Chuuya tanpa sedikitpun melirik pria di depan mejanya.

Mori mengambil kursi dan duduk di hadapan Chuuya, memperhatikan lelaki itu sambil bertopang dagu.

Selang beberapa menit, Chuuya mendesah puas. Itu selebrasi yang biasa dilakukannya ketika selesai mengerjakan tugas.

"Mau menemaniku ke kantin?" celetuk Mori.

Chuuya melirik rekan kerjanya itu bingung.

"Ke kantin?" ulangnya.

Chuuya mengangguk paham, "Karena aku sudah menyelesaikan tugasku, jadi ayo."

Mori tersenyum senang. Chuuya mungkin satu-satunya pegawai yang bisa bicara dengan normal. Kajii itu maniak kerja dan Tachihara terlalu misterius.

Mereka berdua duduk di kursi kantin. Sementara Mori memilih-milih menu, Chuuya sudah menulis pesanannya.

"Udon?" tanya Mori. Chuuya balas mengangguk. Itu menu langganan yang selalu dipesannya di kantin.

Pelayan sudah mengambil pesanan mereka. Hanya perlu menunggu beberapa menit sampai makan siang mereka siap.

"Hei, Chuuya," yang dipanggil lekas mendongak, "Tidak biasanya kau bersemangat dengan tugas."

[√] mikrokosmos | soukokuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang