07

3.7K 566 90
                                    

Dengan langkah sedikit terburu-buru, gue memasuki apartement. Gawat sekali ini, Minhyun udah balik dan langsung telepon gue tadi. Dia jemput ke kantor dan gue ga ada, di apartement juga gue ga ada. Pasti nanti langsung di introgasi nih yakin.

"Sayang, maaf ya!" ucap gue ketika liat Minhyu lagi tiduran di sofa sambil main hp.

Minhyun mengalihkan pandangannya sejenak ke gue. "Kamu dari mana?" tanyanya dengan nada lemah. Kayanya dia cukup frustasi karena gue juga susah dihubungin, batre gue low.

Gue langsung meluk dia. "Maafin aku! Aku tadi pergi sama Mingyu karena dia minta penjelasan tentang kita."

Emang sih, kita berdua ini udah sama-sama sepakat untuk jujur aja dulu segala hal yang kita lakuin. Masalah marah atau apa nanti terakhiran, kita bisa omongin bareng-bareng.

"Kenapa dia harus butuh penjelasan dari kamu?" tanyanya yang masih diem ga bales pelukan gue. 

"Kamu kan tau kalo selama ini aku ga bilang kalo aku punya pacar, karena dia selalu bertindak ketika aku deket sama cowok. Makanya tadi aku kasih pengertian ke dia."

Terdengar helaan nafas Minhyun tepat disebelah gue. Terus dia melepaskan pelukannya tanpa membalasnya lebih dulu atau gimana.

"Jujur, Uyong.. lama-lama aku udah ga tahan sama kelakuannya. Dia terlalu protektif ke kamu, dan itu ga wajar. Mingyu pasti udah punya rasa sama kamu tanpa dia sadari."

"Bukan gitu. Aku berulang kali jelasin ke kamu kan kalo dia itu udah anggep aku kaya adiknya, dia harus lindungin aku. Mungkin dia emang ga mau aku jatuh ke pria yang salah."

Minhyun memalingkan pandangannya ke arah lain. Tau banget ko kalo dia pun udah ga nyaman dengan hubungan gue yang kaya gini sama Mingyu. Sering mikir juga kalo gue ada di posisi Minhyun itu gimana ga enaknya. Tapi sumpah, rasa gue buat Mingyu tuh udah datar.

"Mungkin udah saatnya kita berdua ngomong sama Mingyu. Biar dia lebih paham dan berhenti kaya gini sama kamu." katanya.

"Iya. Mungkin itu emang yang terbaik, Mingyu harus kita kasih pengertian biar dia paham."

Barulah akhirnya Minhyun peluk gue. Emang sedewasa ini kita dalam menyikapi permasalahan. Jujur, ngobrol dan nemu titik terang tanpa harus diiringi perdebatan. Perdebatan itu memang wajar dalam hubungan, tapi kita berdua selalu berusaha meminimalisir itu. 

"Kamu udah makan?" tanya gue sambil elus pipinya ketika pelukan kita terlepas.

"Belum. Sengaja pengen makan sama kamu."

"Ya udah aku masak dulu."

Tapi Minhyun nahan tangan gue. "Kita makan diluar aja. Kamu pasti cape."

Gue senyum. "Ok. Aku mandi dulu ya!"

"Mau aku mandiin?" godanya.

"Kalo udah nikah, bebas mau tiap jam kamu mandiin aku."

Minhyun ketawa. "Cepet sana mandi! Ga usah cantik-cantik dandannya nanti banyak yang suka."

*****

Tujuan awal kita yaitu makan disalah satu restaurant yang jaraknya ga terlalu jauh dari apartement. Ngisi perut dulu biar perjalanan kita lancar. 

"Kamu mau apa?" tanya Minhyun ketika kita di kasir untuk pesen.

"Samain aja." jawab gue yang masih betah gandeng lengannya.

Beberapa pengunjung wanita disini seolah terkesima dengan ketampanan Minhyun. Ya gue akui emang sangat beruntung bisa jadi pacarnya, karena Minhyun ini dari jama sekolah adalah primadona sekolah. Minhyun ga gampang jatuh cinta, tapi memang mudah bergaul apalagi sama cewek. Banyak yang baper, padahal Minhyun cuman anggep mereka temen.

Home : (Mingyu Seventeen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang