Masih acak kadut..
Tiba-tiba buntu.
Hahah maaf kan author amatir seperti diri q ini.Marsya tidak tahu. Harus bagai mana dia setelah ini. Rasa benci, marah dan canggung berbaur menjadi satu.
Dia tidak bisa begitu saja melupakan kejadian 4 hari yang lalu.
Setiap dia melihat jimin nya,marsya rasanya ingin menangis.
Terisak sambil memukul jimin hingga kedongkolan dan kemarahan itu lenyap. Terbalas dengan impas. Namun, apa daya?
Cinta nya terlalu kuat. Kebodohan nya terlalu melekat pada dirinya. Hingga dia hanya bisa terdiam. Menganggap segalanya baik-baik saja.Apa pun yang jimin lakukan, apa pun yang jimin perbuat. Marsya akan menerimanya.
Merelakan dengan hati besar.
Seolah tidak pernah terjadi apa apa di antara mereka. Baik Marsya atau pun jimin bersikap semuanya normal.Bedebah memang!
Bulan ini sudah memasuki bulan libur.
Marsya tidak tahu harus berbuat apa untuk mengisi waktunya yang super luang ini.
Menumpang di rumah orang itu tidak enak kawan. Walau dia tahu ayah Sofia itu suami dari ibu nya.
Tetap saja selama dia masih satu atap dengan gadis rubah itu. Rasanya seperti neraka mengikuti hidupnya.Berguling kesana kemari.
Mencari posisi ternyaman, dari beberapa saat yang lalu belum juga ia temui.Tok..
Tok..
Tok..
Pintu kamar Marsya di ketuk. Sebelum menampakkan wajah ayu sang mama.
Tanpa di persilahkan dengan empunya kamar. Sang mama melangkah kan kaki nya. Menutup kembali pintu dengan perlahan sebelum berjalan mendekat ke arah ranjang Marsya."Morning sayang."
"Morning ma."
Sapa Marsya malas.
Firasat buruk sepertinya sudah Marsya rasa. Hingga dia enggan untuk menanggapi atensi keberadaan sang mama."Kenapa nggak ikut sarapan?"
"Malas ma.. " Jawab nya cepat.
Ingin sekali rasanya berteriak pada sang mama. Pergi dari hadapan sang mama. Menjauh. Kalau perlu Marsya saja yang angkat kaki dari rumah ini.
Masih muak, masih teringat jelas kejadian demi kejadian menyakitkan. Karna mama nya kini terlalu membela keluarga barunya.
Terlalu sibuk mencurahkan kasih sayang untuk sodara tirinya. Hingga Marsya merasa tersisih. Terabaikan dan terasingkan dengan mama nya sendiri.
Mama nya sudah cukup jauh berbeda. Apa kah bahagia seperti ini yang mama mau?
Kadang dalam benak nya berkecamuk prasangka prasangka seperti ini."Kamu kenapa? Ada masalah sama jimin?" Suara lembut itu kembali mengisi ruangan yang sesaat hening.
Marsya menggeleng. Membenarkan duduk nya. Menghindari kontak mata dengan sang mama.
Marsya tau, mama nya tidak gampang untuk di bohongi.
Malas saja jika mama terlalu banyak bertanya. Toh itu tidak akan membantu. Hanya menambah beban pikiran nya saja."Ma.... "
"Ya? "
"Boleh tahu wajah papa seperti apa?"
Ragu sebenarnya untuk bertanya dengan pertanyaan yang sama. Untuk ke sekian kalinya. Bukan, bahkan beberapa ratus kalinya dengan pertanyaan yang sama.Hening. Sang mama hanya memandang anak nya dengan tatapan datar.
Seakan tidak minat dengan segala pertanyaan yang akan di ajukan oleh Marsya.Mama nya sudah cukup hafal jika sudah seperti ini. Marsya akan kembali menjadi. Memaksa dan membangkang. Memancing sang mama untuk lebih garang lagi pada sang anak.
"Ma... " Mohon Marsya.
"Aku cuma pengen tahu gimana muka papa. Salah ya ma? Marsya udah gede ma. Marsya pengen tau papa orang seperti apa?""Cukup Marsya! " Terlambat untuk menyurut emosi sang mama. Perkataan Marsya sudah sukses untuk membuat sang mama murka.
Berdiri dengan wajah tak suka. Menahan amarah agar Marsya tidak menerima imbas nya lagi.
"Mama harus bilang apa lagi ke kamu? Stop tanya soal lelaki itu. Kalo kamu ketemu pun. Kamu nggak bakal bangga. Kamu malah bakal benci sama papa kamu!"
"Tapi ma_"
"Mama mohon Marsya. Kita udah berhasil sampai titik ini sayang." Potong sang mama. Ibu satu putri itu pun kembali duduk. Mencoba meraih sang putri.
Memeluk dengan penuh kasih. Berharap sang anak bisa mereda tangis yang mulai membludak.Di titik ini.. Pertanyaan itu yang slalu Marsya ingin lontar kan kepada mamanya.
Di titik seperti apa? Bukan nya hanya ibu Mia yang merasakan terlepas dari semua masalah yang ada. Tapi, tidak. Tidak untuk Marsya. Rada penasaran nya masih kuat. Tujuan hidup nya kali ini. Ingin tahu siapa ayah kandungnya. Pria yang dengan teganya meninggalkan sang mama dan dirinya."Marsya cu-cuma mau tau papa ma. Marsya nggak berharap lebih. Se parah itu kah papa Marsya di mata mama?"
Marsya terisak. Sesenggukan di pelukan sang mama.Kenapa masih saja jalan buntu yang dia dapat?
Kenapa sang mama masih sekeras ini.
Bukan nya Marsya sudah terlalu cukup dewasa untuk menanggapi masalah seperti ini.
Apa mamanya tidak akan percaya dengan dirinya?
Kenapa.. Kenapa sesusah ini dia harus merasakan. Hanya untuk ingin tahu sosok sang ayah.
Atau memang begitu fatal dosa yang papa nya perbuat dulu. Hingga sang mama keuh keuh tak ingin menguak siapa sosok sang ayah kandung nya.Tidak.. Tidak.. Kali ini Marsya tidak boleh berdiam diri.
Dia harus kembali berjuang. Kembali mengumpulkan info yang sudah pernah ia dapat. Perjuangan nya belum berakhir.. Tekat nya kini semakin bulat. Liburan kali ini dia akan berkelana. Berjuang mencari apa yang selama ini dia cari. Pasti. Pasti akan menemukan jawaban.
Entah apa pun jawab nya dia masih harus berjuang."Maafin mama. Mama gagal buat kamu bahagia."
Marsya mengusap lelehan yang membasahi kedua pipinya. Mendongak dan menatap wajah sang mama yang tak kalah kacau.
"Kenapa mama minta maaf? Marsya bahagia." Katanya menenangkan.
Ini salah satu kelemahan marya. Akan hancur jika mama terlihat sedih. Dua tidak ingin di anggap sebagai anak tak tahu diri. Anak tak tahu balas budi.
Dia tahu betul seberapa hebat mama nya. Seberapa tangguh mama nya. Saat berjuang membesarkan diri nya seorang diri.. Dia juga tidak ingin menjadi anak yang durhaka. Namun, kembali lagi. Rasa ingin tahunya. Rasa yang slama ini berkecamuk mulai memberontak kembali. Memaksa diri nya agar kembali segera menyelesaikan. Semua teka teki di dalam hidup nya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SaVe mE mR.kiM
Novela Juvenil(21+) Area :') So, kalo kalian belom cukup umur. Go away yah!! 😂😂😂 yang bikin basah ada di sini. 😇😇