02. - Siluet

2.9K 292 28
                                    


"Oh iya, namamu siapa?" tanya Sisi.

Lamuannya buyar saat mendengar suara Sisi kembali menyapa, "Namaku Tita."

"Berapa usiamu?"

"Tiga puluh tiga. Kalau kamu?"

Sisi tersenyum, "Kita seumuran, ternyata." Dugaan Tita benar tadi.

"Tita, aku ingin pulang. Nanti aku datang lagi ke sini. Jangan lupa kenalkan aku dengan anak dan suamimu itu!" lalu Sisi beranjak dari kursi.

Bertepatan saat Sisi pulang, suami dan anaknya meminta izin untuk pergi ke rumah mertuanya.

"Siapa yang datang?" tanya Brian, suami Tita.

"Tetangga kita. Kamu mau kemana?"

"Ke rumah Mama, sudah lama tidak ke sana. Kamu mau ikut?"

Tita menggeleng, "Aku tidak ikut dulu. Sampaikan salamku ke Mama. Sudah selesai beres-beresnya?"

Brian mengangguk.

"Sudah, Bu." jawab kedua anaknya.

Tita menyimpul senyum.

"Ya sudah. Kalian pergi saja, aku masih mau melanjutkan beres-beres rumah."

Setelah suami dan anaknya pergi, Tita kembali melanjutkan aktivitas sebelumnya. Menjelang matahari terbenam, akhirnya pekerjaannya semua telah selesai. Tita menyalakan semua lampu yang ada di rumahnya, menutup rapat-rapat pintu dan jendela. Saat adzan maghrib berkumandang ia segera mengambil air wudhu dan bergegas ke ruang mushola untuk shalat.

Saat rakaat terakhir ketika Tita salam ke kanan, ia belum melihat apa-apa. Saat salam ke kiri, Tita melihat disudut ruang tengah, ada laki-laki separuh baya, kulitnya agak hitam dan memyelempang sarung dilehernya. Sontak Tita berlari menuju kamarnya, segera mengunci pintu rapat-rapat.

Tita ketakutan.

"Tidak mungkin itu orang, karena tadi aku sudah mengunci semua pintu dan menutup jendela rapat-rapat!" Tita tidak berani untuk keluar kamar. Laki-laki paruh baya itu bukan Kakek-Kakek yang Tita lihat saat kecil. Ini berbeda.

Ia memilih untuk menunggu suami dan anak-anaknya datang. Saat mereka bertiga sudah datang, Tita membukakan pintu dan segera menceritakan semua yang ia alami tadi.

"Mungkin kamu hanya kecapean," kata Brian tak percaya dengan perkataan istrinya.

Tita meyakinkan suaminya.

"Sudah, ayo kita makan lalu tidur saja. Besok saja lanjutin pekerjaan rumahnya!" Brian mengajak Tita ke ruang makan.


•••

Esok hari, Tita kembali melanjutkan pekerjaan rumahnya. Ia menyiapkan perlengkapan sekolah anak-anaknya dan menunggu jemputan mobil dari sekolah. Saat mobil jemputan datang, anak-anak Tita segera masuk ke dalam mobil.

Tita menunggu mobil jemputan pergi meninggalkan depan rumahnya, lalu Tita segera memasak nasi dan lauk. Karena anak-anak Tita tidak suka sarapan pagi, alhasil Tita hanya akan menyiapkan makan siang dan malam. Sayur untuk dimasak tidak ada.

Bertepatan mencari tukang sayur, Tita mendengar teriakan tukang sayur yang lewat. Ia pun bergegas lari keluar dari dalam rumah, takut tukang sayur itu lewat. Saat menemui tukang sayur, Titapun memlilih-milih sayur.

"Mau sayur apa?"

"Aku pilih-pilih dulu!" ucap Tita.

Tukang sayur melihat ke arah pintu rumah, "Anaknya tidak dibawa keluar, Mbak? Kasian, anaknya hanya mengintip." tanya tukang sayur itu.

Sontak Tita terkejut dan kebingungan, sebab kedua anaknya sudah berangkat ke sekolah. Tinggal Tita dan suaminya yang masih tidur.

Tita hanya mengiyakan saja ucapan tukang sayur. Agar obrolannya makin tidak panjang. Ia pun memilih sayur kangkung, dan segera membayarnya. Dengan langkah yang lebar ia memeriksa ke setiap ruangan di rumahnya.

"Apa anak tetangga nyelonong masuk ke dalam rumah?" sayangnya, Tita tidak melihat ke arah pintu saat tukang sayur itu mengatakan hal seperti itu.

Tita sampai-sampai nemeriksa kolong tempat tidur.

"Masa iya masih siang begini ada makhluk halus?" gumam Tita. Karena merasa takut, ia memutuskan untuk membangunkan sang suami. Segera menceritakan semuanya yang ia alami.

Dan lagi, Brian tidak mempercayai semua ucapan istrinya. Titapun menjadi kesal karena suaminya kembali tak mempercayainya.

"Percuma saja aku ngomong sama kamu!" ujarnya.

"Kamu kurang tidur kayaknya, istirahat saja."

"Tidak. Mereka seperti nyata!"

"Sudah-sudah. Aku mau mandi, lanjutkan masakanmu. Setelah makan, aku ingin keluar membeli barang dagangan."

"Iya,"

"Kamu tidur saja sebentar, anak-anak juga pulangnya menjelang maghrib."

Tita hanya mengiyakan.

Satu jam kemudian saat suaminya telah keluar rumah, Tita menuruti perkataan suaminya untuk tidur hingga jam empat sore. Saat bangun, ia lanjut membenah rumahnya yang masih agak berantakan. Tita mencuci piring, namun saat asyik cuci piring, ia pun mendengar suara langkah kaki seseorang. Tita menoleh seraya mematikan kran air untuk memastikan indera pendengarannya tidak salah.

Tita keluar dari dalam dapur.

"Akh, tidak ada siapa-siapa ternyata!" Ia kembali melanjutkan cucian piringnya dan mengepel rumah.

Lelah mengepel, ia duduk sebentar sambil bersenandung. Tapi, mengapa Tita merasa merinding. Perasaanya tidak enak, dadanya terasa sesak. Tita memaksakan diri untuk kembali melanjutkan mengepelnya, sebelumnya ia mengambil napas.

Tiba-tiba, Tita menghentikan langkahnya saat mengepel. Ia merasa ada sesuatu yang berada tepat dibelakangnya. Ia menghiraukan dan kembali melanjutkan.

Namun, setiap Tita melangkahkan kakinya, sesuatu yang ada dibelakangnya seperti mengikuti langkah kakinya.

Wanita kepala tiga itu memberanikan diri untuk menoleh, yang ia lihat siluet sosok perempuan berambut panjang dan buruk rupa.

Tita mematung.

•••

Fyi, Sebenarnya, melihat hantu secara langsung itu nggak terjadi. Hanya terlintas dikepala, semacam siluet dan gambaran wujudnya. Bisa melihat sebenarnya, jika memang makhluk itu sengaja menampakkan diri.


Sekian, vote dan comment ditunggu💖

GivenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang