Act. 3

7.3K 519 19
                                    

III.

The Questions without Answers

Incognito / adj: concealed under a disguised identity

-:-

Hinata pernah menjabat sebagai ketua kelas dadakan saat kelas dua SMA. Di pertengahan semester saat ketua kelas yang sebenarnya tiba-tiba harus pindah sekolah. Tapi menjadi ketua kelas bukan keinginan Hinata. Dia hanya tak beruntung saat Wali Kelas menarik namanya dari kotak undian. Hadiahnya adalah jabatan yang tak diinginkannya itu, selama rentang waktu yang tersisa di kelas dua SMA-nya.

Ia berjalan perlahan menuruni tangga, membawa setumpuk buku tugas seisi kelas menuju ruang guru di lantai dasar. Saat itu salah satu siswa di kelasnya memanggil Hinata. “Ketua Kelas!”

Hinata berhenti di tengah jalan. Kakinya menjaga keseimbangan di anak tangga keempat. Lengan pemuda itu terulur menyerahkan buku tugasnya. “Aku telat menyerahkan ini.” Dia menyerahkan buku itu pada Hinata, meletakkannya di tumpukan teratas.

Pandangan mata Hinata mengikuti gerakan tangannya. Di kotak bagian bawah halaman depan buku itu, namanya ditulis dengan huruf yang rapi: Uchiha Sasuke.

Kemudian ia tersenyum, dagunya disandarkan di pegangan tangga. Wajahnya yang berekspresi tenang terlupakan oleh Hinata setelahnya. Namun kesan yang hadir saat itu terus mengganjal hati Hinata. Dan senyumannya selalu ia rindukan.

Ketika itu, Hinata tak mengira hidupnya akan berjalan terus, sementara si pemuda selalu mengulang masa-masa sekolahnya, menjadi seorang siswa, dan kembali lagi ke usia enam belas setiap tahun ajaran hampir berakhir.

Begitu pula hari ini.

Hinata bangun dari tidurnya sedikit terlambat. Semalam ia merasa kantuk menjauh darinya. Barbekyu di halaman belakang ternyata jauh di luar harapannya. Hanya duduk di hadapan kaleng berisi kayu bakar yang mengobarkan api, membakar daging yang dibumbui dan diletakkan di atas wajan dari kawat, ngobrol tentang banyak hal, juga hanyut dalam kesunyian kenangan dan menikmati aroma sedap daging bakar.

Setiap pagi Hinata memulai dengan mencuci wajahnya di kamar mandi lantai bawah. Hanya ada satu kamar mandi di rumah ini. Suhu airnya ia biarkan seadanya, sedikit terlalu dingin. Hinata menggosok telapak tangannya perlahan, menimbulkan busa dan kehangatan yang hanya tinggal sebentar. Dia melumurkan busa beraroma wangi itu di wajahnya, mengabaikan matanya yang tampak menyedihkan dan semakin pucat. Lalu setelah merasa cukup, ia membasuhnya dengan air. Hinata melanjutkan dengan menggosok gigi. Dan setelah mengeringkan air di wajahnya dengan handuk, ia menemukan Sasuke telah duduk di dekatnya, di pinggiran bathtub dengan wajah masih setengah mengantuk.

Hinata meletakkan handuk di pinggiran wastafel, membuka laci di atas wastafel yang pintunya berfungsi sebagai cermin. Dari sana, Hinata mengambil sabun cuci muka yang satunya, yang dikhususkan untuk laki-laki. Melakukan proses yang sama sekali lagi, dan membersihkan wajah Sasuke yang kini mendongak padanya.

“Kau mau sarapan apa?”

“Bubur merah?”

“Hm…” Hinata membersihkan bagian bawah mata Sasuke. “Bagaimana rasanya? Apa itu terjadi semalam?”

“Hm,” gumam Sasuke. Lehernya mengantarkan getaran yang maskulin.

“Kenapa sekarang?”

Sasuke mengedikkan bahunya. “Entahlah, mungkin karena belakangan ini aku merasa senang?”

“Oh.”

“Itu karenamu, kan?”

“Aku?” tanya Hinata ragu. “Kupikir kau harus memilih umurmu sebelum berhenti dengan semua proses ini.”

INCOGNITOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang