Chapter 24
"Lo dapet oleh-oleh gelang juga dari Arka?" Pertanyaan yang meluncur dari bibir Jess sontak membuat kegiatanku mengaduk siomay langsung terhenti.
Aku melirik gelang tali berwarna cokelat yang melingkar cantik di tangan kiriku sekilas kemudian menatap Jess dengan senyum mengiyakan. Pandanganku teralih pada tangannya yang juga terpasang gelang yang nyaris sama, hanya saja punya dia berwarna hitam. Itu pasti pemberian dari Arka juga.
Sekarang sedang jam istirahat, aku, Lana, Jess dan Mela memilih untuk makan di kantin bersama. Hal yang beberapa hari belakangan tidak kami lakukan karena kesibukkan masing-masing.
Lana dan Mela tampak tertarik melihat gelang kami yang samaan.
"Oleh-oleh dari mana emangnya?" tanya Mela penasaran.
"Bali. Nyokapnya baru balik dari sana soalnya," balasku.
"Kok gue nggak dikasih Arka, sih?" sungut Lana sebal.
"Gue juga enggak. Stock-nya habis kali," jawab Mela asal. Aku cuma tertawa singkat sebagai tanggapan dan lanjut memakan siomayku.
"Mungkin yang dikasih cuma orang terdekatnya aja kali, ya," komentar Lana enteng.
Dianggap menjadi salah satu orang terdekat Arka di depan Jess membuatku merasa canggung. Aku tak berani menatap Jess untuk melihat reaksinya.
"Eh, Ge, ceritain dong awal lo bisa jadi temen deket Arka," pinta Jess tiba-tiba. Aku agak tersentak, dan entah kenapa detik berikutnya aku merasa mulas. Ini jenis percakapan yang tak ingin aku hiraukan.
"Ya begitu, kayak yang kalian liat, kenalnya kan dari kelas satu SMA, jadi bisa temenan lumayan akrab." Sebuah jawaban yang tentunya sangat tidak memuaskan.
"Maksudnya, ada momen apa gitu sampe-sampe kalian bisa akrab? Apa dia pernah bantuin lo? Atau lo yang bantuin dia? Atau gimana?" Jess menyerbuku dengan rasa penasarannya.
Sejujurnya ya, aku juga tidak tahu dengan jelas alasanku bisa begitu akrab dengan Arka. Seingatku, saat awal masuk SMA, Arka sama seperti teman-temanku yang lainnya. Kami bicara seperlunya saja. Lalu di suatu waktu, ada momen dimana dia membagikan kertas jawaban ulanganku, dan saat itu aku menyadari Arka menatapku begitu dalam dengan mata indahnya. Hari-hari berikutnya aku sering curi-curi pandang ke dia, dan dalam pengelihatanku, dia juga melakukan hal yang sama.
Lalu, kami lebih sering berinteraksi karena terlibat tugas bersama. Kalau sudah mengobrol rasanya kami nggak bisa berhenti karena kami berdua nyambung banget. Lama kelamaan, nggak ada lagi kecanggungan kalau kami bersama, yang ada malah rasa nyaman. Kami pun semakin akrab. Kami saling peduli, sering tertawa bersama. Dan puncaknya adalah ketika Arka mengatakan bahwa aku adalah teman terdekatnya. Dia memberiku label sebagai sahabat baiknya.
"Dulu sering satu kelompok kalau ada pembagian tugas, jadinya sering interaksi, deh. Ternyata nyambung, dan akhirnya jadi temen yang lumayan solid," kataku. "Yah, walaupun sebenernya Arka orangnya nyebelin juga," kekehku kemudian.
Jess manggut-manggut seakan mengerti. Kayaknya Jess nggak mau lagi melanjutkan percakapan ini karena dia kembali menyendok bakso ke mulutnya.
"Kalian pernah berantem nggak?" tanya Mela, kayaknya cuma pertanyaan iseng doang.
"Jangan ditanya, sering banget." Lana mengambil alih untuk menjawab.
"Namanya persahabatan mana ada yang sempurna, ya nggak? Tapi bagusnya sih, kalian berdua masih bisa balik lagi jadi temen meski kadang suka beda pendapat," balas Mela diplomatis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just a Friend to You
Teen Fiction[Sudah Terbit] Ada dua alasan kenapa aku menganggap jatuh cinta sama Arka adalah sebuah kebodohan yang aku ciptakan sendiri. Yang pertama, Arka ganteng. Yang kedua, Arka adalah temanku. Teman dekatku. Arka yang terlahir ganteng membuatnya dikeliling...