David terdiam dan berpikir. Inikah sifat unik yang dimaksud Rendra?
Bagi David, sifat Zia itu bukan unik. Tapi aneh! Baru ketemu langsung bicara ceplas-ceplos seperti sudah kenal saja. David merasa heran jelas.
"Jadi, nama lengkap lo siapa?" tanya Zia seraya melipat tangan di atas meja. Di wajahnya, tak sedikit pun ada rasa risih atau malu.
"David Geraldo," jawab David dengan gaya santainya.
"Umur?"
"30."
"Wow, lo udah tua dong!" ucap Zia. David menatap Zia dengan tajam. Kesal karena Zia menyebutnya sudah tua.
"Dewasa. Bukan tua," sergah David. Zia mengangkat sebelah alisnya dan mengedikkan bahu acuh tak acuh.
"Oke. Gak apa-apa. Gue juga demen yang tua-tua kok. Hihi," kikik Zia. David terdiam mendengarnya. Aneh. Zia memang aneh. Karena baru kali ini David bertemu dengan perempuan sejenis Zia yang tak ada malu-malunya.
"Oke. Kenalkan nama gue Zia Allecia. Biasa dipanggil Zia. Usia gue masih 19 tahun. Jadi, gue masih unyu-unyu gitu," ucap Zia dengan percaya dirinya.
'Unyu dari mananya coba?' batin David berkata.
"Jadi, lusa mantan gue nikah dan gue di undang. Kalau gue gak datang atau gue datang sendiri, nanti gue dikira belum move on. Nyatanya, gue bahkan hampir lupa sama dia kalau saja dia gak ngundang gue. Karena itu, gue butuh lo untuk temenin gue ke acara nikahan mantan gue. Lo mau kan?" David diam seraya menatap Zia dengan tatapan aneh. Bingung juga pada dirinya sendiri. Bertemu dengan wanita manja, dia gak suka. Tapi, gak harus perempuan macam Zia juga kan?
"Woy! Lo napa ngelamun sih?" tanya Zia. David mengedipkan mata dan menggeleng pelan. Dia membenahi posisi duduknya dan menatap Zia dengan serius. Tak peduli dengan bagaimana sifat Zia, dia hanya butuh Zia untuk berpura-pura di hadapan ibunya.
"Zia, aku juga butuh kamu untuk berpura-pura menjadi pacarku di hadapan ibuku. Aku tak mau dijodohkan dan ibuku memberi ultimatum kalau minggu ini aku harus membawa pacar ke rumah. Jadi, aku minta kerja samanya denganmu," ucap David. Jika di dengar, gaya bicara David memang lebih sopan ketimbang Zia. Tapi, Zia masa bodoh. Apa untungnya dia sopan pada David? Toh, dia dan David hanya saling membutuhkan.
"Oke. Lo tenang aja. Gue jago akting kok," balas Zia. David mengangguk.
"Oke. Jadi, kita sepakat melakukan kontrak. Besok, kita bertemu lagi di sini saat jam makan siang. Aku ingin membuat beberapa aturan selama kita menjalin kontrak," ucap David. Zia menatap David tak mengerti. Namun, dia hanya mengangguk saja. Masa bodoh dengan semua yang David katakan. Yang penting, dia sudah punya gandengan untuk lusa.
"Oke. Terserah lo aja deh mau gimana juga," balas Zia. Setelah itu, Zia pun pamit pergi. Namun, suara David yang memanggilnya menghentikan langkah Zia.
"Tunggu Zia. Boleh aku minta nomor ponselmu?" tanya David. Zia mengangguk dan meminta ponsel David. Jarinya dengan lincah bergerak di atas keyboard ponsel David untuk menyimpan nomor ponselnya.
"Sudah. Gue duluan. Bye," pamit Zia seraya melangkah pergi dari sana. David hanya mengangguk singkat. Sedikit ragu untuk menjalani kontrak pacaran dengan Zia.
"Apa dia bisa meyakinkan Mama?"
***
Sesampainya di rumah, wajah riang Zia membuat Daniel, kakak Zia bertanya-tanya. Karena penasaran, Daniel pun mengikuti Zia menuju kamar adiknya itu dan melihat apa yang dilakukan Zia.
"Ada yang aneh nih. Dari tadi senyum mulu," ucap Daniel langsung. Zia menatap Daniel dan tertawa.
"Iyalah, Kak. Aku sekarang sudah lega karena lusa, bisa datang ke pernikahan mantan sambil bawa gandengan," jawab Zia dengan riangnya.
"Wow. Siapa pacarmu itu?" tanya Daniel sedikit penasaran.
"Rahasia. Aku gak akan beritahu Kakak karena Kakak juga gak pernah ngenalin pacar Kakak padaku," jawab Zia. Dia memang bisa bicara aku-kamu pada Daniel. Karena kalau tidak, bisa saja dia dilaporkan berbicara tidak sopan pada ayahnya. Dan Zia paling takut oleh ayahnya. Makanya, dia selalu berusaha cari aman agar tidak di hukum ayahnya.
"Hm. Dasar pelit," ucap Daniel. Zia memeletkan lidah mengejek Daniel.
"Terserah deh," ucap Daniel sebal. Dia pun beranjak pergi dari kamar Zia. Meninggalkan Zia yang sedang girang.
***
"Mana pacarmu itu?"
Baru juga pulang, David sudah diteror oleh ibunya. Dia tersenyum dan berjalan mendekati ibunya yang sedang duduk di sofa ruang tamu.
"Lusa aku akan mengajaknya ke sini, Ma. Aku janji," ucap David. Yulia menatap David dengan tajam.
"Kenapa harus lusa? Kenapa tidak besok saja atau hari ini?" tanya Yulia dengan tatapan curiga. Dia sudah terlalu sering dibohongi oleh anak semata wayangnya itu. Dan kali ini, Yulia tidak mau kalah begitu saja. Dia ingin segera punya menantu dan cucu.
"Lusa, aku akan mengantarnya ke acara nikahan seseorang. Jadi, pulang kondangan langsung ke sini," jawab David setenang mungkin.
"Mama tidak percaya. Kamu pasti mau bohongin Mama lagi," ucap Yulia ketus.
"Tidak, Ma. Aku janji akan membawanya ke sini," balas David berusaha meyakinkan Yulia.
"Kamu telepon dia sekarang dan Mama mau bicara sama pacarmu itu," ucap Yulia. David terdiam mendengarnya. Dia pun mengeluarkan ponselnya. Beruntung tadi dia sudah meminta nomor ponsel Zia.
"Ini, Ma," ucap David seraya menyerahkan ponselnya pada Yulia. Yulia membaca nama kontak yang dipanggil oleh David.
"Namanya Zia?" tanya Yulia. David mengangguk pelan. Telepon tersambung dan pada deringan kedua panggilan diangkat oleh Zia.
"Halo. Zia? Kamu benar pacarnya David?" tanya Yulia langsung setelah panggilannya diangkat oleh Zia. Beberapa saat, tak ada jawaban. Hingga akhirnya terdengar suara seorang perempuan.
"Halo, Tante. Iya, aku Zia. Pacarnya David," jawab Zia. David yang mendengar itu menghembuskan nafas lega. Zia cerdas juga. Langsung mengerti situasi tanpa harus diberitahu terlebih dahulu.
"Baguslah kalau begitu. Tante hanya mau memastikan kalau David tidak berbohong pada Tante," ucap Yulia dengan lega. Terlihat kebahagiaan di wajahnya.
"Iya Tante. Bagaimana kabar Tante?" tanya Zia beramah tamah. David memuji Zia dalam hati. Karena Zia ternyata mampu menyesuaikan situasi.
"Baik kok. Kamu bagaimana? Kapan mau datang ke sini? Kenapa tidak pernah datang menemui Tante?" tanya Yulia berturut-turut.
"Aku juga baik kok Tante. Maaf karena aku belum pernah menemui Tante. Soalnya, aku malu Tante. Hehe."
"Kenapa harus malu sih? David bilang, lusa kamu mau ke sini setelah pulang kondangan. Bener?"
"Iya, Tante. Lusa aku akan menghadiri acara pernikahan teman. Pulangnya, aku pasti ke rumah Tante."
"Janji ya? Tante tunggu."
"Iya, Tante. Janji."
"Baiklah. Tante tutup dulu teleponnya ya." Setelah berpamitan, Yulia pun mematikan sambungan telepon. Wajahnya terlihat begitu semringah setelah mengobrol dengan Zia.
"Sepertinya, pacar kamu itu supel ya," ucap Yulia. David hanya mampu mengangguk. Ternyata benar, Zia memang jago akting. Buktinya, ya barusan dia juga mendengarkan.
'Jika begini, maka semuanya akan mudah.'
_______________________________________
Hai hai...
Double up nih...
Bagaimana???
Jangan lupa vote dan komennya ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Starts From A Contract
RomanceJudul awal : Contract! Sudah tersedia versi ebook di Google Playbook. *** Diundang mantan ke pesta anniversary? Diundang mantan ke pesta ultah? Diundang ke pesta nikah? Harus datang dong! Kalau enggak, nanti dikira belum move on. Itulah prinsip seor...