Zia Allecia. Gadis berusia 19 tahun yang sedang menempuh pendidikan di sebuah universitas yang terkenal dan terpopuler di kota tempatnya tinggal. Dengan sikapnya yang unik, dia banyak dikenal oleh mahasiswa lain.
Seperti hari ini, dia pulang ke rumahnya dengan wajah cemberut. Terlihat ada goresan luka di lengan atasnya yang darahnya sudah mengering.
"Bunda!" teriakan Zia terdengar begitu membahana di dalam rumah mewah itu. Tak lama kemudian, seorang wanita yang terlihat masih cantik di usianya yang sudah menginjak kepala empat, datang menghampiri Zia yang merengek layaknya anak kecil.
"Apa lagi? Pulang kok marah-marah," ucap sang ibunda.
"Bunda ih! Itu si Laila bikin kesel amat deh. Liat nih! Lenganku di cakar," ucap Zia merajuk seraya menunjuk lengannya yang di cakar Laila.
"Kenapa kalian berantem lagi?" tanya Vely dengan nada santai. Dia jelas sudah tahu bagaimana watak anak-anaknya. Dan Vely yakin, Zia cari ribut hingga akhirnya Laila bertindak.
"Bun, aku datang ke rumahnya cuma mau nengok Celia. Eh, dia malah ngamuk-ngamuk gak jelas. Sampai nyakar," jawab Zia dengan gerutuan.
"Kamu pasti bicara yang aneh-aneh. Makanya Laila marah," balas Vely dengan santai.
"Nggak juga. Cuma ngebahas si Aldi aja," ucap Zia.
"Nah itu. Zia, perasaan wanita yang sedang hamil dan baru melahirkan itu sama sensitifnya. Jadi, harus jaga omongan. Ya wajar saja jika Laila marah," balas Vely. Zia cemberut lagi mendengarnya.
"Iya deh. Lagi pula, Bunda tuh selalu saja belain dia. Huh!" ucap Zia dengan ketus. Dia pun melangkah pergi meninggalkan Vely menuju kamarnya. Baru saja kakinya menginjak undakan tangga, suara Vely terdengar membuat langkahnya terhenti.
"Zia, tadi ada undangan untukmu. Bunda sudah simpan di meja riasmu," ucap Vely. Tanpa menyahut, Zia pun meneruskan langkahnya. Kekesalannya terhadap Laila sirna saat mendengar ada undangan. Undangan apa? Dari siapa?
Dengan tidak sabar, Zia buru-buru masuk ke dalam kamar. Karena sedikit berlari, tak sengaja kakinya tersandung pintu.
"Aw! Aish, pintu sialan," gerutu Zia marah seraya mengusap-usap jari kelingking kakinya yang sakit. Setelah sedikit reda, Zia mendekati meja rias dan membuka undangan itu.
"Oh my God! Mantan gue mau nikah!" teriak Zia kaget. Di kertas undangan itu, tertera nama dua calon pengantin. Dan di depannya, tertera nama Zia sebagai tamu undangan.
"Gila. Gila. Gila. Gue lagi jomblo nih. Masa iya gue dateng sendirian? Nanti dikira belum move on lagi! Haduh, bagaimana ini?" Zia panik dan berjalan mondar-mandir. Berusaha memikirkan cara yang ampuh.
"Apa gue minta Kak Daniel nemenin? Ah enggak. Dia tahu kalau Kak Daniel kakak gue. Atau, gue pinjem Rendra aja sehari? Ah, enggak juga. Bisa-bisa Laila ngamuk dan ngelemparin gue lagi pake vas bunga. Atau mungkin, ayah yang gue ajak? Ah, itu nggak juga. Nanti dikira gue jalan sama kakek-kakek lagi," ucap Zia panjang lebar pada dirinya sendiri. Dia duduk di pinggir ranjang dan berpikir.
"Sial! Kenapa lo nikah saat gue jomblo sih?!" tanya Zia seraya menunjuk undangan di tangannya. Setelahnya, dia menghembuskan nafas pelan. Dia sudah seperti orang gila saja karena bicara sendirian.
"Tenang Zia, tenang. Pasti, besok ada cowok yang nembak lo. Lalu, lo terima dia dan bawa dia ke kondangan. Selesai kondangan, putusin. Ya, begitu lebih baik," ucap Zia. Dia menarik nafas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Merasa masalah sudah selesai, dia pun bangkit berdiri dan dengan gaya manja, melepaskan sepatunya.
"Gue kan cantik. Banyak lah yang mau sama gue. Haha," ucapnya narsis seraya mengibaskan rambut panjangnya. Setelah itu, dia berjalan dengan sedikit menari-nari menuju kamar mandi.
"Mantan, gue akan datang! Jangan kira gue belum move on!" teriaknya setelah masuk kamar mandi. Tak lama kemudian, terdengar suara gemericik air. Tanda dia sudah memulai ritual mandinya.
***
Seorang pria dengan setelan kerja yang rapi berwarna abu-abu terlihat sedang serius dengan dokumen di tangannya. Matanya yang dilindungi sebuah kacamata membaca dokumen itu dengan teliti. Selesai membacanya, tangan pria itu bergerak menandatangani. Dan kegiatannya yang serupa terus berlanjut. Hingga dia berhenti sesaat kala seorang wanita dengan pakaian seksi masuk ke dalam ruangan kerjanya.
"Siang, Sayangku. Masih sibukkah?" Wanita dengan tubuh bak model papan atas itu berjalan mendekati si pria yang sedang duduk. Dengan manja, wanita itu langsung duduk di pangkuan kekasihnya.
"Istirahat dulu. Kita makan siang," ucap wanita itu lagi seraya memainkan dasi kekasihnya.
"Karin, aku sedang bekerja. Jangan ganggu aku," ucap si pria dengan wajah dingin.
"David, pekerjaanmu tidak akan ada habisnya," protes wanita bernama Karin itu seraya berdiri dengan sikap tubuh marah. David menghembuskan nafas kesal mendengarnya. Tak ada rasa cinta yang dia rasakan terhadap wanita yang berstatus kekasihnya itu membuat David selalu merasa kesal dengan tingkah Karin. Manja dan kekanakkan. Padahal, usianya sudah menginjak masa dewasa.
"Lalu, apa maumu hm?" tanya David sesantai mungkin. Karin tersenyum genit mendengarnya. Dia menundukkan tubuhnya hingga belahan dadanya terlihat oleh David. Dengan sengaja juga, Karin menaikkan roknya hingga paha putihnya yang mulus dilihat David.
"Aku mau kamu," jawab Karin dengan bisikan sensual di telinga David. David terdiam mendengarnya. Dia pria normal yang jelas akan tergoda jika disuguhi secara terang-terangan. Gairahnya bangkit dengan mudah kala Karin duduk di atas pangkuannya dan mengecup dagunya.
"Ayolah David. Sudah lama kita tak melakukannya," ucap Karin dengan manja. David menatap Karin dengan intens. Detik kemudian, bibir mereka menyatu dan saling berpagut dengan liar. Tangan David tak bisa diam dan meraba seluruh lekuk tubuh Karin yang sudah dia hafal. Sebuah tali tipis yang ada di bahu Karin, diturunkan oleh David. Hingga payudaranya yang tak tertutupi bra terlihat dan langsung membuat David gelap mata.
Karin mendesah menikmati cumbuan David di dadanya. Desahan sensual Karin membuat David tak bisa menahan diri lagi. Namun, setelah gairah di ubun-ubun, pintu ruangan David diketuk berkali-kali. David mendesis kesal dan menurunkan Karin dari atas pangkuannya. Dia pun mendekati pintu dan membukanya.
"Apa?!" bentak David marah pada sekretarisnya.
"A-anu Pak. Pak Vega sudah menunggu di ruang rapat," jawab sekretaris David dengan gagap karena takut melihat David yang sedang marah.
"Hm. Suruh dia menunggu sebentar," balas David. Dia pun menutup pintu dan merapikan diri. Mengambil ponselnya dan mengabaikan Karin di hadapannya yang sudah setengah telanjang.
"Kamu akan pergi David?" tanya Karin tak percaya.
"Maaf, Karin. Aku tak bisa meninggalkan rapat penting," jawab David tanpa rasa bersalah sedikit pun. Karin yang merasa di permainkan pun merasa marah. Dia membenarkan bajunya dan mendekati David.
"Kamu itu egois David! Kamu tak pernah bisa mengerti keinginanku!" teriak Karin marah. David menatap Karin dengan tajam. Tak terima karena Karin berteriak padanya.
"Kau yang manja dan mengganggu. Mulai sekarang, hubungan kita selesai. Jangan pernah kau tampakkan lagi dirimu di hadapanku," ucap David dengan dinginnya. Setelah itu, dia pergi meninggalkan Karin yang meraung-raung tak terima karena di putuskan.
David berjalan santai menuju ruang rapat. Namun, belum juga masuk ke ruangan itu, ponselnya bergetar. David membuka ponselnya dulu dan ternyata ada pesan masuk dari ibunya.
'David, kapan kamu akan mengenalkan pacarmu pada Mama? Kalau tidak, Mama akan segera mengatur perjodohanmu dengan Friska.'
"Sial. Tahu begini, aku tidak akan memutuskan Karin tadi."
_______________________________________
Hai hai...
Bagaimana???
Jangan lupa vote dan komennya ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Starts From A Contract
RomanceJudul awal : Contract! Sudah tersedia versi ebook di Google Playbook. *** Diundang mantan ke pesta anniversary? Diundang mantan ke pesta ultah? Diundang ke pesta nikah? Harus datang dong! Kalau enggak, nanti dikira belum move on. Itulah prinsip seor...