4

15.8K 2.1K 52
                                    

Zia menatap layar ponselnya dengan tatapan datar. Dia baru saja mendapatkan telepon dari nomor tak dikenal. Baru juga mau nyerocos pada yang nelpon, malah terdengar pertanyaan yang membuat Zia syok. Dia awalnya tidak paham. Namun, beberapa detik kemudian dia baru paham setelah ingat kalau David meminta nomornya tadi.

"Untung gue pinter. Kalo nggak, bisa gagal rencananya," gerutu Zia. Dia menyimpan ponselnya di atas nakas. Lalu membaringkan tubuhnya di atas ranjang seraya menatap langit-langit kamarnya.

"Besok, gue harus ke cafe itu lagi. Kira-kira, si David mau buat aturan apa ya?" tanya Zia penasaran pada dirinya sendiri.

"Kenapa juga ya harus pake aturan-aturan segala?" tanya Zia lagi. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong. Pikirannya menerawang pada semua yang sudah dia lewati.

Rasa iri yang dia rasakan terhadap Laila masih sering muncul dalam hatinya. Apalagi saat melihat Rendra yang sangat menyayangi Laila. Zia benar-benar iri. Kapan dia akan mempunyai kekasih hati yang tulus mencintainya seperti cinta Rendra pada Laila?

Zia sadar, kelakuan dan sikapnya sering sekali membuat Rendra dan Laila kerepotan dan kesal. Namun, Zia melakulan itu untuk melupakan semua rasa sakit hati dan rasa kehilangan yang dia rasakan sejak dulu.

"Seandainya kamu masih ada, pasti aku akan merasakan bagaimana rasanya di cintai dan di sayangi sepenuh hati," ucap Zia dengan lirih. Matanya berkaca-kaca hingga ada tetes air mata yang keluar dari sudut matanya.

Dengan perlahan tapi pasti, matanya tertutup. Terpejam dan berharap segera sampai ke alam mimpi. Tak lupa, Zia berharap bisa bertemu dengan sang kekasih. Sang kekasih yang hanya mampu dia temui di alam mimpi.

***

Siang datang dan Zia kini sudah duduk di salah satu meja yang ada di cafe tempat kemarin dia dan David bertemu. Dia tentu ingat ucapan David kemarin yang bilang kalau mereka harus bertemu lagi untuk menyepakati beberapa aturan. Zia sendiri masih bingung aturan seperti apa yang dimaksud David.

Lima belas menit menunggu, akhirnya David datang. Penampilannya serapi kemarin. Dengan setelan kerja berwarna coklat muda dan sepatu hitam yang mengkilap.

"Maaf aku terlambat," ucap David. Zia hanya mengangguk pelan. Dia menopang dagunya dengan telapak tangan. Matanya tak beralih sedikit pun dari wajah David.

"Jadi, mau apa lo ngajak gue ketemuan lagi?" tanya Zia penasaran. Dia menyeruput jus sirsaknya tanpa mempedulikan David yang baru bisa bernafas dengan tenang.

"Beberapa aturan dalam kontrak kita. Kamu maupun aku harus mematuhinya dan jangan sampai melanggarnya," jawab David dengan kalem. Zia mangut-mangut.

"Kalo misalnya gue melanggar, ada hukuman?" tanya Zia. David terdiam dan mengangguk.

"Iya. Jika pelanggaran yang di lakukan memberatkan salah satu pihak, kontrak berakhir saat itu juga. Tetapi, jika tidak ada yang keberatan dengan pelanggaran itu, maka kontrak tetap berlanjut," jawab David. Zia mengangguk tanda paham. David pun mengeluarkan selembar kertas yang lumayan tebal dan menyimpannya di atas meja.

"Ini surat kontrak kita. Ada beberapa aturan yang harus kamu baca dan kamu pahami agar kamu tidak melanggar kontrak kita," ucap David. Zia menggeleng dan menyodorkan berkas itu lagi pada David.

"Lo aja yang bacain aturannya. Gue lagi males baca," ucap Zia. David menatap Zia dengan mata memicing tajam. Namun, dia menuruti ucapan Zia barusan. Dia memegang kertas itu dan mulai membaca satu persatu aturan yang dia buat.

"Tidak ada kontak fisik lebih dari sekedar berpelukan. Itupun hanya dilakukan di hadapan orang-orang tertentu."

"Idih, emangnya lo ngarep gue cium apa? Gue juga gak mau keles."

"Tidak boleh menghubungi kecuali penting untuk sandiwara kita."

"Gue tahu, gue tahu."

"Jangan mencampuri urusan pribadi."

"Gak penting juga buat gue."

"Jangan jatuh cinta padaku."

"Hello? Jatuh cinta pada lo? Ngarep aja. Gue juga ogah!"

David diam setelah mengucapkan aturan-aturan yang tertera di kertas itu. Zia sendiri merasa jijik mendengar peraturan terakhir. Jatuh cinta? Hey! Dia hanya memanfaatkan David saja.

"Udah? Cuma segitu peraturannya?" tanya Zia. David diam sesaat dan mengangguk.

"Mudahlah. Tenang aja, gue gak akan melanggar. Cuma, lo sendiri harus jaga diri agar jangan sampai melanggar peraturan yang lo buat sendiri," ucap Zia.

"By the way, kapan kontraknya berakhir?" tanya Zia. David menyimpan kertas itu di atas meja dan menatap Zia.

"Aku tak bisa menentukan karena kapanpun, bisa saja aku membutuhkanmu untuk bersandiwara di hadapan ibuku," jawab David.

"Jadi gimana dong? Masa iya seterusnya gue harus bersandiwara sih?" tanya Zia tak terima. David terdiam mendengarnya. Dia lupa tak memikirkan hal itu. Seharusnya semalaman dia juga memikirkan waktu untuk berapa lamanya dia dan Zia menjalin kontrak.

"Empat bulan bagaimana?" tanya David. Zia terdiam dan memikirkannya dulu.

"Bolehlah," jawab Zia. David mengangguk. Lalu, dia mengeluarkan sebuah bolpoin dari dalam saku celananya. Dengan cepat, jarinya bergerak membubuhkan sebuah tanda tangan di kolom yang sudah tersedia. Tak lupa, dia membuat tanda tangan di atas materai. Sebagai tanda kalau surat kontrak itu sah.

Selesai dengan tanda tangan dirinya, David pun menyuruh Zia untuk menandatangani surat kontrak mereka. Zia malas melakukannya. Baginya, yang dilakukan David terkesan norak. Tanpa surat kontrak pun, mereka bisa menjalani hubungan pacaran pura-pura.

"Oke sudah. Jadi, besok lo harus siap-siap anter gue ke acara nikahan mantan gue. Gak boleh telat," ucap Zia pada David.

"Oke. Kamu hubungi saja aku saat kamu sudah siap untuk pergi," balas David. Selesai dengan pembahasan mereka, David pun pamit pulang duluan. Zia hanya mengangguk saja. Dia juga menolak tawaran David untuk diantarkan pulang. Jelas, dia bawa mobil sendiri. Kalau dia diantarkan oleh David, mobilnya bisa saja terlantar di parkiran cafe itu.

"Hm, hubungan tanpa cinta seperti ini kali ya yang enak. Kalau pakai hati, gue yang suka tersakiti," ucap Zia. Dia pun menghabiskan jus sirsaknya dengan cepat. Setelah itu, dia membayarnya. Zia pun keluar dari cafe dan segera masuk ke dalam mobil. Menjalin kontrak dengan David, membuat Zia teringat pada sosok yang selalu dia cintai. Sejak dulu sampai sekarang. Dan Zia ingin mengunjunginya. Mengunjungi sosok yang dia cintai dan mencintainya dengan tulus.

_______________________________________

Hai hai...
Bagaimana???
Triple up nih...
Jangan lupa vote dan komennya ya..

Starts From A ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang