07

259 29 18
                                    


"Jeje~" Kiki memanggil Jeje dengan nada manja, membuat Jeje yang mendengar nya menjadi sedikit cringe.

"Apaan sih?! Jangan manggil kek gitu deh." ucap Jeje.

"Kenapa sih?" sekarang Kiki dengan wujud manusianya sedang bergelondatan di tangan Jeje. Sementara Jeje lagi sibuk dengan masakannya.

"Kiki! Lepas ih!" Jeje menyingkirkan tangan Kiki yang melingkar di tangannya.

"Ihhh... Yaudah, tuh aku lepas" Kiki melepaskan tangannya dari lengan Jeje.

"Je"

Sekarang Kiki malah memeluk Jeje dari belakang. Melingkarkan tangannya pada pinggang Jeje. Membuat Jeje berjengit kaget atas perlakuan Kiki. Dan juga, ia menaruh kepalanya diatas pundak Jeje.

"Ki! Berat tau. Aku lagi masak! Lepas nggak?!" Jeje ngeberontak, berharap pelukan Kiki terlepas. Tapi, bukannya lepas, pelukan Kiki makin kencang.

"Kiki!"

"Iya apa?"

"Lepas!"

Kiki melepas pelukannya. Dia pergi dari sana. Berjalan menuju ruang tengah dan duduk di sofa.

'Menyebalkan' batin Kiki.

Setelah selesai, Jeje menyiapkannya diatas meja makan.

"Ki, mau makan nggak?" tawar Jeje.

"Nggak"

"Kamu ngambek?" tanya Jeje. Kiki cuma menganggukan kepalanya.

"Huuuu... Dasar, sini Ki. Kita makan. Kau seperti anak kecil saja" Jeje menarik salah satu kursi, duduk disana dan mulai mengambil sepiring nasi serta lauk pauk untuk dia makan.

Kiki yang sedang duduk di sofa, akhirnya memilih untuk makan. Dia berjalan ke meja makan dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Jeje.

"Nanti aku mau keluar" ucap Jeke disela sela dia makan.

"Kemana?"

"Kau tak perlu tau" Kiki berdecak.

"Lama tidak?"

"Hmmm... Lumayan"

"Yasudah, sana pergi. Yang lama kalo bisa"

"Hmmm, jika kau ingat. Ini rumah ku, dan kenapa kau mengusirku?"

Kiki cuma nyengir saja, menampilkan deretan gigi giginya yang rapih.

"Aku pergi dulu, Ki! Tolong jaga rumah ya"

"Yayayaya, sana cepat. Jangan cepat cepat ya baliknya"

Tuk

Sebuah kerikil yang lumayan besar bertabrakan dengan kening Kiki. Membuat Kiki mengaduh kesakitan. Siapa lagi kalo bukan Jeje, pelaku dari pelemparan kerikil tersebut.

●●●

"Bosan!"

Kata kata itu terus keluar dari mulut kiki yang kini sudah kembali ke wujud kucing nya.

"Ann, datanglah! Aku bosan!"

Tak perlu menunggu lama, sebuah portal dengan tinggi setinggi laki laki dewasa muncul. Dari sana keluar seorang perempuan dengan tubuh yang tingginya hanya sampai setengah dari portal tersebut.

"Ada apa? Aku sedang membuat ramuan."

"Ramuan untuk?" sepertinya Kiki tertarik dengan kalimat Ann.

"Untuk membuat mu kembali seperti semula! Aku... Aku... Aku lupa mantra untuk mengembalikan wujud mu seperti semula" Ann menunduk. Dari raut wajahnya tampak menyesal.

"Apa maksud mu?"

"Seharusnya dari kemarin kau sudah bisa kembali ke wujud asli mu! Tapi sayangnya aku lupa mantra apa yang aku ucapkan saat mengubah mu menjadi kucing"

Kiki hanya bisa memutar bola matanya malas. Seharusnya dia sudah bisa kembali ke istananya. Seharusnya dia sudah bisa melakukan upacara kedewasaan. Seharusnya ayahnya sekarang sedang menjejalnya dengan berbagai macam pengetahuan tentang kerajaan.

"Maaf" ucap Ann pelan.

"Yayaya... Tidak apa. Lagian mau bagaimana lagi? Sekarang, aku harus apa?" tanya Kiki.

"Cukup tunggu ramuan ku jadi, atau kau harus membuat si manusia itu jatuh cinta kepadamu"

"Aneh. Aku akan memilih opsi pertama"

"Ha? Apa kau yakin?" Ann sedikit ragu dengan pilihan Kiki.

"Memangnya kenapa?"

"Hmm... Itu... Ada bahan yang aku tidak bisa ku temukan. Mungkin membutuhkan waktu yang lama untuk membuat ramuan itu jadi"

Lagi dan lagi, Kiki hanya memutar bola matanya malas. Itulah yang membuat nya malas berurusan dengan penyihir. Kenapa Kakaknya bisa jatuh cinta kepada penyihir perempuan dengan tubuh mungil ini sih?!

"Lain kali berhati hatilah dalam menggunakan sihir mu Ann. Jika bukan karna kau kakak ipar ku, mungkin kau sudah mati saat kau mengubah ku menjadi seekor kucing." ucap Kiki.

"Aku akan menunggu ramuan itu Ann. Cepat selesaikan!"

Ann hanya mengangguk. Dia segera membuat portal dan kembali masuk kedalamnya, meninggalkan Kiki dengan rasa kesalnya.

A CatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang