Tiga belas

264K 14.6K 701
                                    

Ini pendek, tapi saya harap kalian puas bacanya 😉

Selamat membaca, jangan lupa vote dan komennya.

Berkenalan dan mengobrol lebih dari 15 menit, Gigi baru teringat jika dia memang pernah bertemu Rion di toko buku. Akhir-akhir ini ingatan Gigi memang memburuk, ia harus Extra keras memakai otaknya agar bisa mengingat hal kecil. Mungkin ini karena dia bekerja dengan Bos kejam seperti Haga.

Mereka masih berkumpul di ruang tamu, mendengarkan kehebohan cerita Hara dan Hana. Mereka berdua sangat menyenangkan diajak mengobrol.

Gigi tersenyum mendengar guyonan Hara. Hara gadis yang aktif, dia tidak segan tertawa lebar dan berbicara dengar suara keras. Dan Hana, adik Rion yang merupakan teman baik Hara itu juga cantik.

Sekarang Gigi juga mengingat jika Hana adalah gadis yang ingin di jodohkan dengan Haga.

Hana tampak tak keberatan dengan keberadaannya, dia duduk santai dan mau mengajak mengobrol. Itu artinya Hana tidak menyimpan dendam padanya, kan? Karena calon suami idaman direbutnya. Atau mungkin Haga bukan calon suami idaman Hana, siapa yang tahu jika Hana sudah memiliki kekasih hati.

Setengah jam berlalu lagi tanpa terasa, Bu Clara mengajak kedua anaknya pulang. Mereka harus berangkat keluar kota lagi malam ini.
"Rihana ayo kita pulang," ajak Rion untuk kedua kali, membuat senyum Gigi semakin lebar.

"Ish..."

Gigi melihat Hana yang cemberut, tampak sangat keberatan saat nama lengkapnya di panggil. Lalu dia mengangguk saat Hana dan keluarganya pamit.

Sepeningalan keluarga Prabu, Hara mengambil alih mengantarkan Gigi ke kamar, yang akan dia tempati di rumah ini. "Kamu sudah tahu, kan. Jika besok malam akan ada pesta di rumah ini?"

Gigi menggeleng, Haga tidak memberitahunya. "Pesta apa?"

"Ulang tahu pernikahan, Mam." Hara membukakan pintu. Dia melangkah masuk di ikuti Gigi. "Ini kamarmu, selamat beristirahat. Dan sampai jumpa lagi di meja makan." Hara tersenyum sembari menepuk lembut bahu Gigi

"Terima kasih," kata Gigi.

"Santai saja. Aku tinggal ya."

Gigi mengangguk, dia tersenyum saat Hara melambaikan tangan tanpa berbalik ke arahnya. Setelah Hara menghilang dari pandangan, barulah Gigi kembali fokus menatap kamarnya.

Mulut Gigi terbuka. Dia takjub melihat luas kamar, kerapian tata letak barang, juga jendela besar di sudut kamar. Tadi ada Hara, dia tidak terlalu fokus memperhatikan. Dan sekarang, setelah di tinggal sendiri, Gigi menahan diri agar tidak berteriak heboh mendapat kamar seluas dan serapi ini.

Gigi melangkah perlahan, kaki telanjangnya menyentuh kelembutan karpet bulu yang terhampar di dekat ranjang. Dia berhenti sejenak, memejamkan mata dan menghirup aroma segar pengharum ruangan. Gigi kembali melangkah, dia menyibak tirai jendela dan membukanya lebar.

Pemandangan taman hijau nan indah langsung mampir di penglihatan. Gigi mematung, taman ini indah sekali.

Tumbuhan berbunga dengan aneka warna tampak sangat indah dari atas. Mereka memenuhi sudut dan tengah taman. Pohon-pohon pinus berjejer rapi, melengkapi keindahan.

Gigi menggeser kaca jendela, embusan angin langsung menerpa wajah. Dia kembali memejamkan mata, menghirup napas panjang.

Saat membuka mata, Gigi melihat Segerombolan manusia memasuki taman dari samping, mereka langsung saling memisahkan diri. Mulai merapikan taman.

"Pesta kebun, ya?" tanya Gigi seorang diri. Dia menepuk dahi, teringat jika dia tidak memiliki baju pesta yang layak.

Gigi bergegas meninggalkan jendela. Dia membuka koper, melihat gaun mana yang kiranya cocok untuk pesta esok hari. Setelah mengeluarkan semua isi koper, Gigi menghela napas kecewa.

Semua gaun yang dibawa Gigi adalah gaun santai. Akan aneh jika dia memakai salah-satu koleksinya untuk menghadiri pesta besok malam.

Membeli gaun lain, bukan pilihan bagus. Dia harus berhemat.

Gigi membaringkan diri ke ranjang, kakinya di biarkan menjuntai ke bawah. Memejamkan mata, Gigi terbuai untuk tidur. Kelembutan seprei membuatnya terlena. Gigi hampir benar-benar tertidur saat merasan ada yang menyentuh pipinya.

Kening Gigi berkerut, dia menggeliat dan membuka mata. Gigi terkesiap melihat Haga ada di atasnya, tersenyum dengan begitu manisnya.

"Pak," kata Gigi. Dia mengedipkan mata berkali-kali berharap ini semua hanya mimpi. Akan tetapi, Haga masih di atasnya, menatapnya dengan penuh pemujaan.

Gigi menelan ludah, dia semakin menekan tubuhnya ke ranjang. Berharap kasur empuk ini akan menenggelamkannya, tapi usaha Gigi sia-sia. Dia masih di posisi semula.

"Apa yang Bapak lakukan?" Gigi mengangkat tangan, dia menahan dada Haga yang nyaris menempel pada tubuhnya. Bukan pilihan yang tepat, Gigi merasakan debaran jantung Haga. Dan itu semua membuat tubuhnya melemah tanpa bisa dia kendalikan lagi. "Pak." Kini Gigi mengeluarkan suara memelas. Entah apa yang dia inginkan, Gigi juga tak paham lagi akan dirinya sendiri.

"Apa tidurmu nyenyak?" Haga berbisik dengan sensual. Dia sengaja menggigit telinga Gigi hingga sang empunya memekik. "Sssstt... tenanglah." Haga memberi kecupan di sudut bibir, sebelum menenggelamkan wajah di perpotongan leher Gigi.

Gigi berontak, dia tidak suka begini. Sangat-sangat tidak suka saat Haga melakukan tindakan tak terpuji seperti ini.

"Mam dan Hara sedang melihat kita," kata Haga di samping telinga Gigi. Dia berguling ke samping. Memeluk tubuh Gigi, membuat wajah gadis itu menempel di dadanya.

"Apa?" kata Gigi. Dia berhenti melawan. Kini dia membiarkan Haga memeluk tubuhnya sesuka hati.

"Aktingmu terlalu kaku. Mereka masih tidak percaya jika kita sepasang kekasih."

Dalam pelukan Haga, jantung Gigi berdebar hebat, hingga dia sendiri takut lelaki itu akan mendengar dan mengejeknya. Gigi menggigit bibir, takut dan khawatir akan hatinya.

"Dari mana Bapak tahu?" Gigi menggeliat, dia menoleh ke arah pintu yang tertutup rapat. Hanya sekejap, karena Haga menahan kepala Gigi dan kembali memasukkan ke dalam dekapannya.

"Mereka memasang CCTV di kamar ini."

"Hah!" Gigi mendorong dada Haga, dia mendongak menatap sang bos dengan wajah melogo.

Haga terkekeh. Dia merasa lucu melihat wajah Gigi. Menekan kepala Gigi ke dada, Haga berkata, "Tetap seperti ini agar mereka tidak curiga."

Gigi terdiam, dia sedang memikirkan kegilaan apa lagi yang di miliki keluarga Haga. "Sampai kapan seperti ini, Bapak sudah janji, tidak akan macam-macam atau saya-"

"Setelah ini selesai kamu bisa ambil libur sembilan hari, tanpa potong gaji," kata Haga memotong ucapan Gigi.

"Oke," jawab Gigi tanpa pikir panjang. Dia kembali terdiam untuk beberapa menit sebelum menggeliat karena tak nyaman.

"Diamlah." Haga mengeratkan pelukan, membuat Gigi menahan napas.

"Tapi saya...." Gigi memejamkan mata, dia bingung harus melakukan apa.

"Tidurlah." Haga menepuk lembut kepala Gigi, dia ikut memejamkan mata, membiarkan sang sekretaris mencari posisi nyaman. "Gigi," panggilnya.

Gigi tidak menyahut lagi, dia sudah terlelap dalam mimpi. Menggeser tubuhnya menjauh, Haga tersenyum menatap wajah damai gadis di pelukan. Menahan kekehan, Haga kembali memeluk Gigi, dia mulai memejamkan mata dengan senyum di bibir.

Ternyata Gigi sangat mudah di tipu, tidak ada kamera di kamar ini. Jika pun ada dia akan menghancurkannya sebelum menggoda Gigi seperti ini.








































Haga & Gigi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang