Jadi?

61 10 2
                                    

Hallo all
Ayo sapa saya dulu, biar makin ehe :v
Setelah sekian lama saya baru back lagi dan saya gak menjanjikan part ini akan menyenangkan :)

***

"Semuanya itu butuh status yang jelas, biar gak berasa digantungin, jadi kita ini apa?"

***

Dinda terlihat melamun dengan tatapan kosong, ia menopang dagunya di atas meja. Pikiran nya mulai mengembara entah kemana dan entah sedang memikirkan apa.

Semakin hari ia dan Fathan semakin dekat, namun semakin hari pula Dinda bingung hubungan nya dengan Fathan itu akan bagaimana. Tidak mungkin jika selamanya mereka seolah seperti sepasang kekasih tapi nyatanya tak ada kejelasan di antara kedua nya.

Saat sedang asik melamun, tiba - tiba saja ada yang berdeham dan berhasil membuyarkan lamunan Dinda. Ia menoleh ke samping dan ternyata ada Genta yang duduk di bangku kosong yang berada di sampingnya.

"Kenapa ngelamun?" tanya Genta memecah keheningan. Lantas Dinda menggeleng, "Gak pa-pa kok Ta, kok lo masih di kelas emangnya lo gak istirahat?" Dinda balik bertanya yang berhasil membuat Genta tertawa kecil.

"Lo juga kenapa masih di kelas? Biasanya kan lo selalu istirahat bareng sama si Fathan, terus kemana dia sekarang?" bukannya menjawab pertanyaan Genta justru Dinda mengalihkan pandangan nya dan terdiam.

Genta mengerti bagaimana perasaan cewek di saat mereka diam tanpa alasan itu artinya ada yang membuat hati mereka gelisah.

"Kita emang belum kenal lama tapi lo bisa tukar cerita sama gue, ya itung - itung buat pdkt-an." kata Genta sambil terus memandang wajah Dinda dari samping.

Hening.

Namun beberapa detik kemudian, Dinda kembali bersuara.

"Gue bingung," hanya 2 kata itu yang terlontar dari mulut Dinda membuat Genta menyernyitkan dahinya. "Bingung kenapa?" tanya Genta.

"Aduh, cerita gak ya sama Genta? Tapi pasti kalo gue cerita dia bakal tau siapa orang yang gue maksud." Dinda dilema dalam hati.

Genta menepuk pelan bahu Dinda sambil berkata. "Gak usah dipaksain, kalo gak mau cerita juga gak pa-pa kok." kata Genta sambil tersenyum.

"Pernah gak sih lo ngerasain sesuatu yang bikin lo bahagia meski lo gak tau apa yang sebenarnya lo alami,"

"Maksudnya gimana? Gue belum ngerti,"

Dinda menghembuskan nafasnya perlahan.

"Misalkan lo itu deket banget sama seseorang dan perlakuan dia ke lo itu bikin lo baper tapi dia nya gak ngasih penjelasan apa yang sebenernya kalian jalani, pacaran? Atau cuma teman dekat?"

Genta mengangguk - angguk, kini ia paham kemana arah pembicaraan Dinda.

"Istilahnya kaya' frinedzone gitu?" tanya Genta dan dibalas anggukan oleh Dinda. Genta nampak berpikir sejenak lalu ia kembali menatap Dinda.

"Friendzone itu gak akan hadir kalo 'mereka' itu gak saling main hati, jadi maksudnya ya kalo cuma temen seharusnya bersikap biasa aja dan kalo suka kenapa gak langsung jujur aja diungkapin, kita udah remaja dan udah gak jaman kali kalo main kucing - kucingan apalagi tentang perasaan." Genta menghentikan perkataan nya sejenak, lalu ia kembali melanjutkan nya.

"Intinya gini aja, kalo emang gak punya rasa lebih dari seorang teman gak perlu bersikap kalo kita itu seolah memprioritaskan dia, jadi gak saling berharap sesuatu yang gak pasti, ngerti gak maksud gue?" papar Genta panjang lebar.

Dinda terlihat seperti merenungkan sesuatu, ia meresapi semua perkataan Genta barusan.

"Sekarang lo pikirin semuanya baik - baik, semua itu butuh sesuatu yang jelas biar keliatan nya gak abstrak." Setelah berkata seperti itu, Genta melenggang pergi kaluar kelas dan meninggalkan nya seorang diri.

"Jadi, gue harus nanya ke Fathan soal kejelasan hubungan kita? Akh gak, gak mungkin, pasti Fathan merasa kalo gue itu gampang baperan, tapi kan gak mungkin gue mempertahankan gengsi yang ujung - ujungnya bikin gue sakit sendiri." lirih Dinda dalam hati.

***

Bel jam masuk telah berbunyi dan jam istirahat telah selesai, semua murid sudah kembali masuk ke dalam kelas mereka masing - masing.

Kelas Dinda mulai ramai lagi dengan suara gelak tawa teman - teman sekelasnya. Saat Dinda menoleh ke arah pintu ia melihat Fathan baru saja ingin masuk, cepat - cepat Dinda kembali membuang pandang nya ke arah lain.

"Hai Din," sapa Fathan saat ia sudah duduk di samping Dinda. "Hai juga Tan." balas Dinda. Mendadak saja di sekeliling nereka seperti ada atmosfir yang membuat suasana menjadi canggung.

"Emm sorry ya, istirahat tadi gue gak sempet bareng sama lo karena tadi gue dipanggil sama bu Sulastri di ruangan nya." Fathan mencoba menjelaskan alasan mengapa ia tidak bersama Dinda pada waktu jam istirahat tadi.

"Gak pa-pa kok," jawaban Dinda begitu singkat dan Fathan tahu jika senyum itu bukanlah senyuman seorang Dinda yang seperti biasanya.

"Dinda kenapa ya? Apa cuma perasaan gue aja kalo dia sedikit berubah." Fathan bertanya sendiri dalam hati.

Kembali hening, tak ada yang berniat membuka obrolan satu sama lain. Hingga seorang guru masuk ke kelas dan pelajaran pun dimulai.

Dinda maupun Fathan sama - sama berkecamuk dengan perasaan mereka sendiri. Dinda yang masih berpikir keras bagaimana membuat Fathan peka untuk memberikan nya kepastian, sementara Fathan sedang mencari letak kesalahan nya sehingga membuat Dinda menjadi diam seperti itu.

***

Eyya...

Vote & comment kalian untuk cerita ini ya, buat yang udah jadi pembaca setia terima kasih karena mau membaca cerita ini

Salam author ❤

FATHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang