3. [Mereka Kasihan?]

292 23 6
                                    

"Gue putus. Gue minta putus dari Aldy hari ini," kata Anneth pelan.

"Kalian ada masalah apa?" Tanya Charisa penasaran.

Anneth tersenyum miris. "Gue yakin kalian bisa nebak apa alasannya. Cuma gue yang terlalu bodoh sampai-sampai nggak lihat kebusukan Aldy."

Joa, Nashwa, dan Charisa saling berpandangan salah tingkah. "Lo yakin Aldy memang pacaran sama adek kelas itu neth?" Tanya Nashwa.

Anneth tersenyum tipis. Benar dugaannya, sahabat-sahabatnya ini sudah mendengar tentang Aldy. Mungkin mereka ingin menjaga perasaan Anneth hingga tak pernah mengatakan apapun tentang gosip itu.

"Gue liat sendiri waktu Aldy cium cewek itu," jawab Anneth datar.

Wajah Nashwa langsung berang. "Dasar cowok kurang ajar! Dia pikir dia itu siapa? Sok kecakepan!"

Joa menepuk punggung Nashwa pelan, mencoba menenangkan. "Kapan lo tau tentang ini neth? Kenapa lo nggak pernah bilang ke kita-kita?" Tanya Joa lembut.

Anneth menatap Joa agak lama. Ia bukan tidak ingin bercerita,tapi setiap ingin melakukannya, ia tak tau harus memulai dari mana. Akhirnya, entah untuk beberapa kalinya di hari itu, air mata Anneth kembali mengalir. Joa langsung memeluknya. Begitu pula Nashwa dan Charisa.

"Jangan kuatir, lo punya kita," hibur Joa.
Tapi Anneth tetap menangis.

--<><>--

Rasanya seluruh sekolah sekarang memandangnya dengan iba. Sebisa mungkin Anneth berusaha melupakan Aldy dan Britney. Tapi seluruh sekolah seakan tidak membiarkan nya. Sejak berita putusnya Anneth dan Aldy tersebar, hampir semua anak seakan penasaran dengan Anneth. Meski meteka tau, Anneth yang memutuskan Aldy, semua tatapan kasihan justru ditujukan padanya.
Anneth berusaha tidak memperhatikan tatapan-tatapan itu, tapi lama-kelamaan ia tidak bisa lagi tidak peduli. Apalagi saat tak sengaja ia mendengar pembicaraan anak lain tentang betapa malang nasibnya atau betapa cantiknya pacar Aldy yang sekarang. Anneth merasa semakin terpuruk. Bahkan karena terlalu sering memikirkan dirinya dimata teman-temannya sekarang, Anneth sudah tak bisa berkonsentrasi pada pelajaran dan kegiatan OSIS-nya. Parahnya, hal itu membuat Anneth semakin dipergunjingkan. Ketiga sahabatnya yang selalu bisa menenangkan dan membahagiakan dirinya pun kini tak sanggup membuatnya tersenyum terlalu lama.

Seperti biasa, Nashwa, Joa, dan Charisa langsung berkumpul dengan Anneth begitu bel istirahat berdering. Dan seperti biasa pula mereka langsung memesan menu favorit mereka berempat: gado gado. Sambil menunggu, mereka sudah terlibat pembicaraan seru. Sambil mendengarkan ketiganya berbicara nyaris bersamaan, Anneth mengambil tusuk gigi dan memakan acar yang ada dihadapannya. Setelah pesanan mereka datang, baru Anneth menghentikan camilannya.

"Semuanya, makan dulu ya," kata Anneth sambil tersenyum singkat.

"Makan, makan....," Sahut Nashwa yang segera disambut Joa dan Charisa.

Anneth belum sempat memakan makanannya saat sebuah tangan tiba-tiba mencekal lengannya dengan lembut. Ia menoleh dan mendapati Nashwa sedang menatap nya kuatir.

"Kenapa, Wa?" Tanya Anneth bingung.
Nashwa tidak langsung menjawab. Ia menyingkirkan sendok sambal yang sedari tadi dipegang Anneth sebelum menatapnya kembali. "Kalau lo makan sambal sebanyak itu, gue jamin lo bakal langsung masuk rumah sakit hari ini juga," jawab Nashwa cemas.

Tatapan Anneth langsung beralih pada makanannya. Begitu melihat banyaknya sambal yang ada disana, ia mendesah putus asa, "Astaga..."

"Iya, astaga," tambah Joa sambil menyodorkan gado-gado miliknya. "Lo makan yang ini. Biar gue pesen yang baru."

Belum sempat Anneth menolak, Joa sudah melesat pergi. Dengan lesu dipandanginya gado-gado Joa.
"Makan dan jangan pikirin apa-apa" kata Nashwa tegas. Charisa menepuk pundak Anneth dengan sayang. "Makan yang banyak ya, zheyenk" :v.

Anneth mengangguk pasrah sambil mulai memakan gado-gado nya dengan tak berselera.

--<><>--

Nashwa sedang mengaduk jus jeruk pesanannya saat Deven datang dan duduk dihadapannya. Ia mendongak sekilas lalu kembali mengaduj jus jeruknya.

"Lo kenapa, wa? Ada masalah sama pacar lo?" Tanya Deven sambil mengernyit.
Nashwa menatap Deven galak. "Lo kok malah doain gue ada masalah sama Friden sih?" Deven terkekeh. "Bukannya doain wa, tapi gue hanya merasa lo aneh hari ini. Nggak ada angin nggak ada hujan, tiba-tiba Lo nyuruh gue kesini. Begitu gue datang, lo malah manyunin gue."

"Gue lagi bete, Dev. Mau minta Friden kesini, dia lagi syuting. Teman-teman gue juga punya acara sendiri-sendiri. Dan tiba-tiba gue keingat lo."

Deven tersenyum miris. "Maksud lo, gue kayak ban serep?." Nashwa mendecak tak sabar. "Lo jangan bikin gue tambah bete dong. Lo tau sendiri bukan itu maksud gue."

"Iya, iya, gue cuma bercanda, Nashwa. Gitu aja emosi."

"Memang gue lagi emosi berat, Dev. Gue jengkel banget sama si Aldy, mantannya Anneth. Gara-gara dia Anneth sekarang jadi kacau banget."

"Oh iya, gue inget. Tempo hari waktu gue lihat dia nangis, dia memang kelihatan tertekan banget. Masih belum baikan sampai sekarang?"

Nashwa mendesah frustrasi. "Malah tambah parah, Dev. Memang sih, waktu sama kita-kita dia masih bisa senyum. Tapi kelihatan banget kalo itu dipaksain. Lo bayangin deh Dev, pas lagi makan, dia melamun. Gara-gara melamun, dia masukin banyak banget sambal ke makanannya. Yang dulunya anti banget makan acar, sekarang malah makan tanpa protes. Yang paling parah, dulu nilai ulangannya paling tinggi dikelas, sekarang masuk ke sepuluh nilai terendah. Gila, nggak? Dan itu semua terjadi hanya karena satu cowok brengsek.
Aldy!".

Deven menatap Nashwa serius. "Anneth sampai seperti itu?"

"Iya, Dev. Dia pasti sakit hati banget. Gue sama anak-anak sampai nggak tau lagi harus gimana. Kasihan banget Anneth. Rasanya pengin gue cabik cabik si Aldy brengsek itu. Gue pengin banget lihat si Aldy menyesal sudah berani melakukan ini semua ke Anneth. Tapi sayang, sampai sekarang gue belum terpikir cara apa yang bisa bikin cowok brengsek itu nyesal. Lo ada ide?"

Deven terdiam dan berpikir. Kalau para sahabat Anneth saja sampai kewalahan, bagaimana mungkin ia bisa punya ide bagus?.

"Dev, lo ada ide nggak?" Ulang Nashwa tak sabar. Deven tersentak dari lamunannya. "Astaga, Nashwa, gue mikir belum lima menit, lo sudah minta jawabannya. Sabar dong."

Nashwa meringis. "Sori. Habis gue nggak sabar banget pengin lihat Anneth balik seperti semula. Gue pengin lihat Aldy nyesal setengah mati karena udah berani berbuat kurang ajar seperti itu ke Anneth."

Deven melirik Nashwa dengan heran.

"Kenapa lo ngeliatin gue kayak gitu, Dev?" Tanya Nashwa. "Heran aja. Kenapa sih lo marah banget soal ini?"

Nashwa menatap Deven dengan serius.

"Karena gue sudah anggap Anneth, Joa, Charisa seperti suadara gue sendiri. Masalah mereka sama kayak masalah gue sendiri."


Hallo semua! Ini aku bawa cerita baru👌. Baca terus kelanjutan ceritanya ya! Hope you like this story!. Jangan lupa follow akun wattpad ini. Dengan kalian mem-follow akun wattpad ini, berarti kalian udah mensuport aku bikin cerita ini. Dan jangan lupa untuk nge-vote setiap ceritanya. Jika kalian nge-vote setiap ceritanya, berarti kalian pengen cerita ini di next! Oke guys. Thanks buat yang udah baca cerita ini.
Byee!!

JANGAN SIDER!

Dari Kita Untuk Kita. [Wattys2019]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang