7. [Seharusnya,Makasih]

207 19 1
                                    

"Sampai!"

Dari balik kaca mobil, Anneth mengamati bangunan bergaya minimalis itu. Sekalipun belum pernah masuk ke sana, sekalipun tempat itu bergaya seperti rumah biasa, Anneth tidak mungkin salah mengenali tempat itu. Dengan tersinggung, Anneth menoleh kearah Deven dan menatapnya garang. "Kenapa kita harus ke salon?" Tanya nya dingin.

Bukannya menjawab, Deven hanya tersenyum lebar sembari melepas sabuk pengaman. Sesaat sebelum keluar dari mobil, baru ia menyempatkan menatap Anneth. "Ayo keluar. Lo nggak mau gue tinggal di sini sendirian, kan?" Tanya Deven tegas.

Mulanya Anneth enggan menurut, tapi mengingat Deven selalu serius dengan perkataannya, Anneth jadi agak takut. Dengan ogah-ogahan ia akhirnya keluar dari mobil. Deven tersenyum sekilas. Tanpa banyak bicara, ia masuk ke salon yang cukup ternama di ibukota itu. Anneth melirik arlojinya. Belum jam sembilan pagi. Mana mungkin salon itu sudah buka? Tapi ketika dilihatnya beberapa orang membukakan pintu bagi Deven, Anneth yakin cowok itu pasti sudah mengatur semuanya.

Anneth mengikuti Deven dengan muka ditekuk. Ia masih belum mengerti kenapa Deven membawanya ke salon, tapi sedikit-banyak Anneth bisa menebak alasannya. Dan alasan itu membuatnya tersinggung! Memang Anneth tidak secantik Nashwa, tapi ia tau ia juga tidak jelek. Apa menurut Deven, Anneth begitu parahnya hingga harus "dipermak"?

"Mari mbak, ikut saya. Ruangannya ada di dalam," sapa seorang perempuan. Anneth menatap penuh tanya. "Ruangan apa ya, mbak?"

"Ruangan untuk perawatan, mbak. Mulai dari massage, lulur, scrub, juga facial." Perempuan itu tersenyum ramah. "Lalu kenapa saya harus kesana?" Perempuan itu menatap Anneth bingung. "Karena mbak sudah didaftarkan untuk mengikuti semua itu."

Anneth kontan membelalak. Dengan cepat ia menoleh ke arah Deven yang berdiri tepat disampingnya. "Siapa yang mengizinkan lo buat melakukan semua ini ke gue?" Gertak Anneth kesal. Lagi-lagi Deven memamerkan senyum. "Sudah, mending lo ikutin mbak nya aja. Tuh, udah ditungguin."

"Nggak mau!"

"Nggak usah keras kepala ya, Anneth. Mau nggak mau, lo harus mau. Gue sudah terlanjur bayar!"

Anneth menyeringai. "Itu urusan lo. Gue nggak minta!". Deven mulai tampak kesal, tapi tetap mengendalikan diri. "Terserah kepada deh, neth. Tapi lo cuma punya dua pilihan sekarang. Pertama, lo ikutin si mbak sekarang, atau yang kedua, gue ikut Lo masuk ruangan itu dan mengawasi lo sepanjang perawatan. Gue nggak mau rugi!". Anneth membelalak ngeri. Gila saja kalau Deven Sampai ikut masuk. Sambil menggerutu, Anneth berbalik. "Ayo, mbak!"

--<><>--

Lega. Itulah yang dirasakan Anneth saat rangkaian perawatannya selesai. Anneth kurang yakin apa yang membuat perasaannya lebih enak, tapi begitu keluar dari ruang perawatan, bahkan kekesalannya pada Deven raib begitu saja. Alih-alih kesal, ia justru ingin mengucapkan terimakasih.

Anneth mencari sosok Deven di ruang tunggu. Saat melihat cowok itu sedang membolak balikan majalah dengan bosan, Anneth tersenyum dan mendekat. "Gue udah selesai," katanya ceria. Deven mendongak, "ah, thank God! Gue hampir ketiduran," ujarnya penuh kelegaan.

"Ya sudah, kita balik sekarang yuk." Anneth bersiap pergi. Namun, tiba-tiba tangan Deven menahan lengannya. "Kita belum selesai, Anneth."

Mata Anneth langsung menyipit curiga. Entah apalagi yang ada dipikiran cowok satu itu. Tapi Anneth tak sempat berpikir terlalu lama karena Deven sudah menggandengnya dan menyerahkannya pada seorang hairstylist di salon tersebut. Hairstylist yang ternyata adalah seorang pria setengah baya. Berdandan heboh, dan penampakannya nyaris seperti perempuan.

"Hasilnya harus bagus ya," kata Deven pada hairstylist tersebut.

"Beres bos, apa sih yang nggak buat bos Deven. Bangun lebih pagi aja eike rela. Pasti eike kerjain semaksimal eike." Hairstylist itu mengedipkan sebelah matanya pada Deven. Belum sempat berkata, hairstylist itu sudah menangkap tangan Anneth erat-erat. Dan seperti yang sudah diperkirakan cekalan itu sekuat cengkeraman laki-laki. Anneth pasrah. Rambutnya dikeramas, dan kini mulai dipotong. "Lo nurut aja. Percaya sama gue," kata Deven.

--<><>--

Author mau minta ijin. Berhubung akan diadakannya UKK sekolah, author jadi sering sibuk untuk belajar mempersiapkan buat ujian itu. Jadi kesimpulannya, beberapa hari kedepan author nggak update cerita yaa. Kalo ujiannya selesai, pasti author bakal bayar utangnya! Janji deh. Aku bakalan BOOMPART😁
Hehe jangan kangennn 😘

. Baca terus kelanjutan ceritanya ya! Hope you like this story!. Jangan lupa follow akun wattpad ini. Dengan kalian mem-follow akun wattpad ini, berarti kalian udah mensuport aku bikin cerita ini. Dan jangan lupa untuk nge-vote setiap ceritanya. Jika kalian nge-vote setiap ceritanya, berarti kalian pengen cerita ini di next! Oke guys. Thanks buat yang udah baca cerita ini.
Byee!!

  JANGAN SIDER!

Dari Kita Untuk Kita. [Wattys2019]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang