4. [Perencanaan]

247 21 1
                                    

Deven mengangguk-angguk mengerti.

"Jadi menurut lo apa yang perlu kita lakukan buat membalas Aldy? Biasanya otak lo kan paling jago kalau disuruh mikir yang begini begini."

"Dengan kata lain, gue licik?"
"Lo pintar, bukan licik. Jadi orang kok sensi banget sih, Dev?"

Deven terkekeh. "Kalau ada maunya aja, lo muji gue," katanya sambil menggeleng, pura-pura tak terima. "Dan omong-omong tentang cowok brengsek yang lo bilang tadi, sebenarnya caranya gampang aja. Tipe-tipe cowok kayak gitu gampang ketebak. Mereka punya ego yang tinggi, jadi kita harus serang mereka dengan meruntuhkan egonya."

Nashwa menatap Deven penasaran. "Bisa pakai kalimat yang lebih sederhana, nggak?"

"Maksud gue, Lo harus cari cara buat bikin cowok brengsek itu merasa 'kalah' saing. Dalam kasus ini, lo tinggal cariin Anneth pacar yang jauh lebih baik daripada cowok brengsek itu. Begitu tau kalau Anneth bisa punya pacar yang lebih oke daripada dia, ego cowok itu pasti bakal terluka. Cara paling ampuh untuk balas dia, kan?"

"Sinting lo, Dev! Bagaimana mungkin gue bisa cariin Anneth pacar kalau orangnya lagi patah hati begitu. Mana mungkin Anneth bisa segampang itu menerima cowok lain sebagai pacar!" Protes Nashwa.

"Ya kalau bukan pacar, paling nggak cowok yang dikira si brengsek itu pacar baru Anneth lah."

"Maksud lo, kita harus cari orang yang mau pura-pura jadi pacarnya Anneth, gitu?"

"Ya bukan gitu juga sih, wa. Maksud gue, kita kenalin Anneth cowok baik-baik yang bisa sungguhan jadi pacarnya. Tapi kalau lo bisa bujuk Anneth buat menggunakan pacar pura-pura, boleh juga sih. Itu lebih instan. Yang jelas cowoknya harus lebih segalanya dari si Aldy itu."

Nashwa manggut-manggut setuju. Ide Deven boleh juga. Apalagi Nashwa tau Aldy memang punya sifat tidak mau kalah dari yang lain. Tapi masalah nya, dimana ia harus mencari cowok yang lebih oke daripada Aldy?

"Kayaknya nggak bisa kalau dari sekolah gue deh. Selain cowok-cowok gantengnya sudah punya gandengan, Aldy bisa langsung tau mereka pura-pura pacaran. Malah kasihan Anneth kalau kayak gitu," ujar Nashwa setelah berpikir sejenak.

"Yang suruh lo cari disekolah siapa? Yang lain lah. Yang lebih dewasa, lebih cool, lebih segalanya dibandingin anak SMA kebanyakan. Kayak gue misalnya."

Nashwa mencibir. Kepercayaan diri Deven memang tinggi. Tapi itu wajar, karena memang dengan fisik, otak, dan segala yang dimiliki Deven sekarang, kepercayaan diri itu tidak berlebihan.

Jadi, siapa yang kira-kira bisa membantunya untuk berpura-pura menjadi pacar Anneth? Pandangan Nashwa beralih ke Deven. Deven juga tengah memandanginya. Dan saat pandangan mereka bertemu, Nashwa tiba-tiba tersenyum lebar.

"Gue sudah tau siapa yang bisa membantu Anneth dalam hal ini," kata Nashwa bersemangat.
"Oh ya? Bagus deh."
"Lo nggak pengin tau siapa orangnya?"

Kedua alis Deven bertemu dipangkal hidung. "Apa gue harus tau?"

"Tentu aja. Soalnya lo kenal banget sama orang ini."
"Siapa?"

Nashwa tersenyum lebar sebelum menjawab, "Lo!."
"Sembarangan!" Bantah Deven cepat. "Nggak. Gue nggak mau terlibat dalam urusan kalian. Tadi kan lo cuma minta ide doang, kenapa ujung-ujungnya gue yang harus bantuin Anneth?"

"Yah, Deven, kalau Mau nolong jangan setengah-setengah dong. Bantuin gitu aja nggak ada ruginya kan buat lo?"

"Memang nggak ada ruginya, tapi nggak ada untungnya juga. Lagi pula, gue kan sering nongkrong di sekolah lo buat cari lo. Malah mencurigakan kalau tiba-tiba gue ganti haluan ke Anneth."

Nashwa menepuk dahi. "Benar juga. Aldy pasti sempat tau soal lo dari Anneth. Dan kalau gue pikir-pikir lagi, kayaknya Anneth nggak bakal mau deh kalau pura-pura punga pacar baru. Nggak Anneth banget. Mungkin kita balik ke rencana awal lo aja," putus Nashwa. "Lo bantu Anneth buat cari pacar baru, bagaimana? Teman lo kan banyak, pasti nggak susah buat lo."

Deven mengernyit entah untuk berapa kalinya. "Kok gue tetep kena sih?"
Nashwa meringis. "Apa susahnya sih kenalin teman lo ke Anneth?"

"Nashwa, apa lo pikir Anneth nggak bakal tersinggung kalau tiba-tiba gue kenalin teman gue ke dia? Gue sama dia aja cuma sekedar kenal nama."

Nashwa berdecak tak sabar. "Deven, lo kan pintar, jadi jangan cari alasan deh. Siapa yang suruh lo tiba-tiba kenalin Anneth ke temen lo? Lo kan bisa deketin Anneth dulu sebelum kenalin dia ke temen lo. Diatur supaya tampak seperti kebetulan."

Deven menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Kenapa nggak lo aja sih yang kenalin? Nanti gue yang cari teman gue yang kira-kira oke, trus gue kenalin ke lo, dan nantinya lo yang kenalin ke Anneth. Beres kan?"

"Lo nggak ikhlas banget sih bantuinnya? Sekalian aja kenapa sih? Kalau gue kenalin, Anneth pasti merasa gue sengaja mengatur itu semua. Salah-salah dia malah marah ke gue. Kalau lo kan lain. Lo pasti bisa deketin Anneth walau sekarang cuma kenal nama. Apalagi lo kan yang mergokin Anneth nangis tempo hari. Audrey, adik gue yang nggak gampang akrab sama orang aja bisa langsung dekat sama lo pada pertemuan pertama. Please, Dev. Mau ya?"

Deven mengenggak minumannya yang baru diantar. Otaknya berpikir keras. Perlukah ia melakukan ini semua? Tapi belum sempat berpikir jauh, suara Nashwa kembali menariknya ke dunia nyata.

"Lo mau kan bantuin gue?" Tanya Nashwa setengah merajuk. Deven sudah mau menolak, tapi saat melihat wajah Nashwa, ia menarik napas panjang. Ternyata ia nasih begitu lemah dengan gadis itu. "Memangnya gue punya pilihan?" Gerutu Deven. Nashwa tersenyum puas. "Makasih, Dev. Itu gunanya sahabat."

--<><>--

Hallo semua! Ini aku bawa cerita baru👌. Baca terus kelanjutan ceritanya ya! Hope you like this story!. Jangan lupa follow akun wattpad ini. Dengan kalian mem-follow akun wattpad ini, berarti kalian udah mensuport aku bikin cerita ini. Dan jangan lupa untuk nge-vote setiap ceritanya. Jika kalian nge-vote setiap ceritanya, berarti kalian pengen cerita ini di next! Oke guys. Thanks buat yang udah baca cerita ini.
Byee!!

JANGAN SIDER!


Kalian pengennya puluhan part atau belasan aja nih?

Dari Kita Untuk Kita. [Wattys2019]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang