9. [Kagum]

250 31 4
                                    

Anneth menatap bayangannya di cermin untuk kesekian kalinya pagi itu. Entah sudah beberapa kali ia tersenyum. Dengan potongan rambut dan softlens baru, ia memang terlihat jadi lebih menarik.

"Ya ampun kak, pecah tu kaca kalau lo pelototin terus kayak gitu," Seru Alvaro Samuel -- adik Anneth, yang tiba-tiba masuk kamarnya tanpa permisi. Senyum anneth langsung lenyap. Dengan jengkel ia menatap adik semata wayangnya itu. "Al, gue kan udah pernah bilang, kalau mau masuk kesini ketuk pintu dulu. Kenapa susah amat sih di bilangin? Mau ngapain lo kesini pagi-pagi?" Omel Anneth sambil menyambar tas sekolah.

"Mama yang suruh. Dibawah ada pacar baru lo tuh," kata Alvaro sambil tersenyum penuh arti. Alis Anneth langsung bertaut. pacar baru? Siapa yang dimaksud Alvaro? Rasanya hari ini ia tidak janjian dengan siapapun. Apa mungkin...Deven?.

"Pantes pagi-pagi udah nggak bisa lepas dari cermin. Dijemput pacar baru ternyata. Gue nggak tau kalau lo sudah ganti pacar. Tapi boleh juga yang ini, kak. Gue lebih suka yang ini daripada yang lama. Mama juga kayaknya lebih suka yang ini. Dari dia datang sampai sekarang, Mama terus yang monopoli," cerocos Alvaro panjang lebar.

"Berisik lo, ah! Udah, gue mau turun dulu. Inget ya, lo jangan ngomong macam-macam. Dia bukan pacar gue," kilah Anneth sebelum melangkah keluar dari kamarnya.

--<><>--

Sikap Mama nya sukses membuat Anneth bingung pagi ini. Begitu ia tiba di ruang tamu, pemandangan sang mama yang tertawa riang dengan Deven langsung menyapa matanya, membuatnya terpana beberapa saat.

Diam-diam Anneth mulai mengagumi Deven. Ia sudah pernah dengar dari Nashwa bahwa Deven pintar mengambil hati lawan bicaranya. Tapi baru kali ini Anneth melihatnya sendiri. Padahal Deven baru dua kali bertemu dengan Mama, tapi mereka terlihat sangat akrab. Sedangkan Aldy saja, membutuhkan beberapa bulan untuk sampai tahap itu. Anneth berdiri diam selama beberapa menit, menunggu mamanya atau Deven menyadari keberadaannya. Saat ia tetap tidak bisa mencuri perhatian, Anneth berdehem keras.

"Eh Anneth, kok lama banget sih? Deven sudah nunggu dari tadi," kata Mama. Anneth duduk di sebelah mamanya, berhadapan langsung dengan Deven yang sedang menatapnya dengan pandangan menilai.

"Lo ngapain kesini?" Tanya Anneth agak ketus. "Anneth, kamu kok ngomongnya gitu ke Deven? Nanti dikira kamu nggak pernah diajari sopan santun lho," tegas mama serius.

Deven tersenyum puas. "Gue mau anter lo ke sekolah. Kebetulan gue mau ke daerah situ."

"Oh nggak usah Dev, makasih. Hari ini mama yang antar gue sama Alvaro," tolak Anneth cepat. "Oh, enggak," sanggah mama tepat setelah Anneth selesai dengan kalimatnya. "Kebetulan Dev, tante justru lebih senang kalau kamu mau anter Anneth. Hari ini tante ada urusan juga. Jadi kalau harus antar Alvaro dulu terus antar Anneth, tante jadi terburu-buru. Kalau nggak merepotkan, tante titip Anneth ya." Anneth langsung menoleh ke mamanya. Sejak kapan mamanya punya urusan di pagi hari? Biasanya juga jadi ibu rumah tangga di rumah.

"Nggak merepotkan kok, tante. Kalau begitu, Anneth ikut saya aja. Nggak masalah kan, Neth?" Tanya Deven ramah. Anneth ingin menolak, tapi saat melihat wajah mamanya, Anneth terpaksa mengiyakan. "Ya sudah, tapi lo tunggu gue sarapan dulu."

"Ngapain nunggu? Deven sarapan sama kita aja," kata mama.

Sebelum Anneth sempat berdiri, mamanya sudah lebih dulu mengajak Deven ke ruang makan.

"Apa gue bilang, Mama monopoli pacar lo kan? Kok malah kelihatan Mama sih yang jatuh cinta ke tuh cowok, bukan lo?" Ejek Alvaro.

Anneth menoleh ke Samuel sambil menyuruhnya diam. "Kalau kedengaran Mama, lo pergi sekolah sendiri baru tau rasa lo!". Alvaro menjulurkan lidah lalu mendahului Anneth menuju ruang makan.

--<><>--

"Ngapain sih pake jemput segala?" Tanya Anneth begitu hanya berdua dengan Deven di mobil.

"Memang kenapa? Bukannya seharusnya lo berterima kasih ke gue?"

"Terima kasih? Gue nggak minta. Gur justru heran ngapain lo repot repot ke rumah gue segala."

"Gue pengin lihat penampilan lo hari ini. Jangan sampai masih sama kayak kemaren."
Anneth langsung manyun. Penampilannya hari ini memang cukup memukau, tapi bukan berarti penampilannya dua hari lalu jelek, kan?

"Gue nggak bilang penampilan lo jelek dua hari lalu, tapi gue nggak mau usaha gue kemarin sia-sia. Kalau bisa tampil spektakuler, kenapa harus kembali ke penampilan biasa,? Iya kan?." Deven seakan bisa membaca pikiran Anneth.

Wajah Anneth langsung memanas.

"Lo tau, neth? Menurut gue lo luar biasa. Selain pintar, lo juga cantik. Perpaduan yang sempurna. Jangan biarkan orang lain mengambilnya dari lo. Apalagi orang yang sama sekali nggak layak. Mulai sekarang, lo harus belajar menghargai diri lo sendiri. Andaipun belum bisa, jangan biarkan orang lain melihat keterpurukan lo. Lo harus menghargai diri lo tinggi-tinggi, karena orang akan menghargai lo seperti lo menghargai diri lo sendiri. Mulai hari ini, lo harus jadi Anneth yang berbeda. Tunjukkan ke semua orang, terutama ke mantan lo yang brengsek itu, kalau lo bisa jauh lebih baik tanpa dia."

Anneth melirik Deven mencoba meresapi nasihat cowok itu. Mungkin Deven benar. Mulai hari ini Anneth harus belajar berubah. Minimal menjadi Anneth sebelum Aldy merubah segalanya. Anneth merasa ada sedikit kepercayaan diri timbul dalam dirinya. Semoga ini pertanda baik...

"Oh iya Dev, omong-omong, total uang gue ke lo berapa ya?" Tanya Anneth tiba-tiba.

"Utang apa?" Tanya Deven heran.

"Perawatan, gunting rambut, sama softlens, semuanya yang lo bayarin kemarin. Seharusnya lo tagihin ke gue dong! Gue lupa tanya kemarin. Pas mau tidur baru gue sadar kalau gue belum ngeluarin uang sepeser pun buat penampilan baru gue." Deven tampak tersinggung. "Gue nggak pernah minta lo ganti."

"Iya, gue tau. Tapi gue nggak enak kalau lo bayarin semua nya. Gue nggak mai berutang kayak gitu."

"Gue nggak merasa ngutangin siapapun dan apapun. Jadi nggak usah dibahas lagi."

Anneth masih ingin membantah, tapi mendengar ketegasan dalam nada bicara Deven, ia mengurungkan niatnya. " Kalau gitu, lo harus janji, lain kali gue yang traktir lo."

"Oke, seterah lo aja." Anneth mengangguk setuju. "Thanks dep!".

"Tolonh jangan bilang thanks lagi. Gue mulai bosan dengar kata itu dari Lo."

Anneth tersenyum sambil menatap Deven yang kini membelokkan mobilnya ke pelataran SMA Citra Hati. "Thanks, thanks, thanks, thanks, thanks, thanks," kata Anneth sengaja.

Deven menghentikan mobilnya. "Turun. Berisik!"

Anneth melepas sabuk pengamannya sambil tertawa. Sebelum menutup pintu mobil setelah turun, Anneth melongok ke dalam mobil sambil tersenyum lebar. Sekali lagi ia mengucapkan "thanks". Deven pura pura mengomel, tapi saat Deven menjauh, diam diam ia tersenyum.

"Begitu lebih baik, Neth," gumam Deven.

--<><>--

Hallo semua para readers ku!!!!! Lama nggak update nih ya wkwk. Ya maap ajaa, baru UKK. ini udah disempetin up kok. Because, besok udah tinggal satu mata pelajaran aja. Jadi boleh lah main hape sebentar.

Oh iya! Ada kabar nih.

Dari kebijakan WP, yang dapet notif update hanya yang udah follow akun authornya.
So kalo gitu... Lets go follow akun ini ya biar kalian dapet notif pas author update cerita!.

Jangan lupa vote dan komen!

JANGAN SIDER!

Dari Kita Untuk Kita. [Wattys2019]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang