Hukum Alam

100 25 0
                                    

Sebuah keinginan untuk menjejaki setiap sudut negeri pernah terlintas dalam mimpi. Agaknya negeri ini menarik juga untuk dicumbui, bersetubuh dengan bumi. Mungkin ada banyak hal yang perlu aku temukan, ada banyak hal yang tersembunyi dari balik bukit-bukit dan pegunungan yang tinggi menjulang. Barangkali sesuatu juga tersembunyi dalam lebatnya hutan belantara. Ada cerita yang belum terungkapkan mengenai aku dengan bongkahan rindu terhadap panorama alam.

Sayang sekali tak ada waktu untukku bersenang-senang dalam hal ini. Masih ingat bukan bahwa aku ini bertempat tinggal disebuah kota metropolitan. Hal-hal mengenai keindahan negeri jarang aku temui. Di kota ini mana terdapat gunung, yang ada justru bangunan tinggi menjulang yang dinamakan gedung. Mana ada hutan-hutan lebat, tumbuhan saja jarang sekali ditanam, alhasil menimbulkan polutan yang hebat.

Udara-udara segar dipagi hari terengut oleh kepulan asap yang entah dari pabrik ataupun kendaraan bermotor. Terkadang rasanya aku ingin mencari tempat tinggal lain yang jauh disana, dimanapun yang terpenting meninggalkan kota menyesakkan ini. Namun itu tetaplah keinginan yang tak bisa terwujud. Karena di kota inilah aku dilahirkan. Kota inilah yang aku lihat pertama kali saat setelah dilahirkan ke muka bumi. Mana bisa aku berpaling darinya.

Hari Minggu ini aku perlu mengunjungi salah satu toko buku dipusat kota. Aku harus menemui seseorang disana.
Masih cukup pagi, sehingga aku putuskan berjalan kaki menuju halte bus. Setiap hari libur seperti ini, udara pagi tak seburuk hari-hari biasanya. Kebanyakan dari manusia yang setiap pagi harinya memadati jalanan dengan kendaraan pribadi, lebih memilih memanfaatkan waktu libur seperti ini untuk tidur panjang. Katakanlah tidak ada waktu lain untuk para politikus, pegawai dan juga pekerja memperistirahatkan tubuh selain hari libur seperti ini. Satu minggu penuh telah mereka habiskan dengan banyaknya pekerjaan yang melelahkan.

Halte tampak lengang, hanya ada dua orang, ibu-ibu dengan keranjang belanja yang duduk di bangku panjang halte dan satunya lagi seorang gadis dengan pakaian formalnya berdiri memainkan ponsel dibawah tiang listrik. Aku mengambil duduk disebelah kiri berjarak satu setengah meter dari ibu-ibu tadi.

Hari ini aku berpenampilan lain dari hari biasanya. Kaos putih berlengan tigaperempat dengan kulot selutut berwarna cream membuatku tampak lebih kekinian. Dengan sepatu converse yang aku kenakan ini membuat kakiku terasa lebih nyaman. Dulu sering aku mengenakan sepatu-sepatu seperti ini ketika masih sekolah, sekarang harus mengenakan sepatu pantopel ketika bekerja dan lebih sering mengenakan flat shoes ketika berpergian. Aku merasa jadi lebih muda saja pagi ini.  Entahlah akupun tidak memahami maksud dari hati kecilku.

Ponselku berdering dari dalam tas kecil yang aku bawa.

"Halo." sapaku.

"Saya sudah ditempat."

"Saya masih dalam perjalanan,"

"Tidak masalah menunggu saya sebentar lagi?" lanjutku.

"Tentu."

"Baiklah sampai jumpa."

"Kau akan kemana?" seseorang mengagetkanku dengan pertanyaannya.
Aku menoleh kesebelah kanan. Bintang, sejak kapan lelaki ini berada disini?

"Kau akan kemana?"

"Bahkan kau belum menjawab pertanyaanku."

"Ah, menemui seseorang." Bintang mengangkat sebelah alisnya seolah bertanya, siapa?

"Teman. Kau akan kemana?"

"Entahlah,"

"Kenapa penampilanmu?"

"Kenapa memangnya? Ada yang salah?"

"Berbeda. Tidak seperti biasanya."
Kalau berbeda pasti tidaklah sama seperti biasanya, aku berdiri, berputar-putar dihadapannya.

Cerita Tentang Langit Malam Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang