"Tugas apa yang harus kau kumpul pagi-pagi sekali" tanya Carlos sambil duduk membaca koran.
"Ehm...biologi, Mrs. Lena ingin segera mengoreksinya" dustaku, ayah sama sekali tak memandangku ketika bicara, ia terlalu sibuk membaca.
"Aneh sekali. Kenapa harus pagi" dia bergumam. Lusi datang dan duduk di sebelah Carlos, membujuknya supaya aku bisa pergi sekarang dengan tenang.
"Pergilah Aland, mom tak suka kau terlambat" ucap Lusi dengan tersenyum hangat. Aku mengganguk kecil. Kata ayah siang ini matahari akan bersinar, jadi kami bisa pulang lebih awal hanya untuk berjaga-jaga.Porscheku sudah mengkilap sejak subuh tadi aku membersihkannya, karena kalah taruhan dengan Cisco aku juga harus membersihkan mobilnya. Sebelum kubuka pintu mobil, mom datang membawa sebuah bingkisan kecil dan aku tercenggang ketika harus kuberikan pada siapa.
"Berikan ini pada Gayla, salam manis dari mom" wajahnya penuh antusias.
"Ini tidak berlebihan" tanyaku
"Kau diam saja,"
"Well baiklah". Udara pagi masih sayup-sayup ditutupi kabut. Memulai hari, biasanya terasa monoton. Mudah sekali melihatku menderita, kulitku seputih salju yang membeku mengkilap licin dan dingin. Rasanya aneh memang, lebih dari delapan puluh tahun yang lalu aku hidup bagai lelaki biasa, walaupun keturunan bangsawan. Sekarang hidup bagaikan malaikat yang merana akan keabadian."Kau akan mengantarku lagi?" Tanya Gayla terkejut sambil menepuk jidatnya yang lembab.
"Yeah...kurasa begitu" aku tersenyum binggung, dia menatapku ragu.
"Murah hati sekali, tapi aku ingin naik mobilku. Kau mengerti kan" katanya penuh pertimbangan.
"Mungkin lain kali aku mengantarmu lagi. Ohiya aku punya sesuatu. Tunggu" aku meraih sesuatu dari kursi mobilku. Mengambil hadiah yang dititipkan Lusi tadi.
"Ayah dan ibuku baru saja pulang. Mereka menitipkan hadiah untuk temanku" aku menyodorkannya.
"Jadi aku temanmu, jangan tersinggung ya. Terima kasih" dia menggambilnya dengan senang hati.
"Mungkin kita punya makna berbeda dengan kata 'teman'"
"Maksudmu" nadanya tak mengerti.
"Well, kau memang mengangapku teman tapi barangkali aku mengangapnya lebih dari itu" jelasku, wajahnya merona. Aku sampai sekarang tidak tahu kenapa wajah gadis bisa merona seperti itu, apa aku banyak melewatkan fakta-fakta yang sebenarnya selama hidupku.
Aku berpamitan dengan gayla, kebohongan yang sama yang kuucapkan pada ayah tadi ku katakan padanya dengan meyakinkan. Bisa kulihat ada ratapan kesedihan di matanya, sejak kapan aku baru menyadarinya. Ada banyak hal atau fakta yang belum kuketahui darinya, dan ini menjadi misiku untuk mencari tahu.Mrs. Lina memberi pelajaran tentang anatomi tumbuhan. Semua mendengarnya dengan seksama, sama seperti biasa mengerjakan soal dan mengumpulnya. Benar-benar bosan. Jam istirahat berdentang, kantin sekolah dipenuhi para pelajar.
Aku dan saudaraku duduk di salah satu meja bundar yang sengaja kami sewa hanya untuk kami seorang.
"Jangan sok kuat, kalau lemah ya lemah saja" aku sama sekali tak mengerti perkataan Cisco padaku.
"Jadi..." ucapku.
"Kau jangan memendam masalahmu sendiri seolah-olah kau kuat, padahal dibalik semua itu justru kau tertekan"
"Untuk apa kau sepeduli itu" tanyaku.
"Karena aku kakakmu" dia menyikut kepalaku dan mengacak-acak rambutku yang keemasan sambil tertawa.
"Aku hanya tidak ingin siapapun terlibat, niatku kan baik" jujurku.
"Siapa bilang itu baik, dasar idiot. Apa kau belum mengerti juga kita ini keluarga" kami mulai berdebat, lebih baik kuhentikan sekarang saja.Memang sulit pilihanku. Harus meningalkannya atau tetap bersamanya yang justru mengundang bahaya tersendiri. Tapi aku merasa sudah begitu terikat padanya tentang apapun, apa aku melewatkan sesuatu.
"Ayo pulang, sebelum matahari muncul" ajak Zena yang membuyarkan lamunanku.
"Ingat siapa dirimu. Kalau aku jadi kau, aku akan meninggalkannya" kata Cisco sambil menepuk punggungku, aku hanya membalasnya dengan tersenyum sinis. Ternyata benar, kabut mulai menghilang di langit dan udara berangsur-angsur hangat. Kami segera pergi dari sekolah.Mom dan Carlos sedang menonton tv di ruang kerjanya. Kami masuk dan berpencar dengan urusan masing-masing. Aku lanjut membaca novel hadiah dari Lusi kemarin. Kisah cinta fantasi, seorang lelaki yang rela menukar kehidupan dan dunianya demi gadis yang dicintainya. Aku begitu larut dalam ceritanya yang penuh drama dan konflik, sampai-sampai aku tak melihat mom sudah duduk di sampingku.
"Dia sudah membukanya?" Tanya mom tentang hadiah untuk Gayla tadi pagi
"Oh. Well belum," jawabku, wajah mom terlihat kecewa.
"Mom tidak mau tahu, kau harus menemuinya malam ini dan menanyakan pendapatnya tentang hadiah mom" nadanya memaksa.
"Mom... " belum selesai kataku mom sudah melayangkan tangannya seperti menyatakan tidak. Aku hanya bisa menerimanya dengan pasrah.
Tapi benar juga kata Lusi aku harus menemui Gayla, karena aku ingat satu misiku saat ini untuk mengetahui fakta baru tentangnya. Aku memikirkan seharian apa yang harus kukatakan nanti. Mesti selalu bimbang saat ingin menemuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sun In The Grey Sky
VampirKematian lebih damai dari pada hidup. Itu yang kupikirkan sejak aku sendiri tak percaya akan jiwaku. Penyesalan tidak datang diakhir tapi kita yang merencanakannya saat melakukan kesalahan dalam sebuah pilihan. Pilihan yang membawaku ke kehidupan ya...