"Siapa yang ngasih nomer HP gue ke Mona?"
Sebuah pertanyaan yang berhasil menghentikan obrolan seru Kevin dan Rio.
"Bu-bukan gue," jawab Rio sambil mengangkat wajah ke arah si empunya pertanyaan.
"Ngaku! Sekali lagi gue tanya siapa yang ngerasa ngasih nomer HP gue ke Mona?"
"Sorry, gue yang kasih," jawab Kevin akhirnya.
Dilan, mahasiswa semester tiga yang tidak bisa dibilang jelek secara fisik. Sifatnya yang kalem membuat beberapa mahasiswi berusaha mencuri perhatiannya. Tak terkecuali Mona, gadis itu terang-terangan menunjukkan ketertarikan pada Dilan. Tak jarang Dilan merasa terganggu dengan kehadiran Mona. Menurutnya gadis itu kelewat agresif.
"Duh, please, ya! Jangan bikin gue macam barang obralan gini dong!" Dilan menarik sebuah kursi dan mengempaskan bokongnya di sana.
"Ayolah, buka sedikiiit aja hati lo buat cewek!"
"Vin, tolong jangan paksa gue terus!"
"Sob, Kevin ada benernya juga. Apa salahnya, sih, kalau lo coba buka hati buat cewek?" Rio dan Kevin saling tatap.
"Nggak, makasih. Jomblo sampe halal, itu prinsip." Dilan berdiri. "Oiya, gue lapar banget belum makan siang. Ada yang mau traktir mungkin?"
"Gue traktir asal lo mau pedekate sama Mona."
Dilan tergelak, "Nggak ada syarat yang lebih berat? Prinsip gue murah amat cuma dihargai seporsi makan siang," seloroh Dilan. Dua sahabatnya kembali saling pandang. Mereka seolah lupa bahwa ada semangkuk bakso yang sudah tak beruap di meja masing-masing. Pokoknya mereka akan lupa pada apapun saat sudah bertindak sebagai comblang untuk Dilan.
"Gue traktir lo makan selama sebulan di kampus asal Minggu besok kita nonton Endgame bareng dan lo bawa Mona," tantang Rio.
"Gue nggak bisa bayangin apa yang bakal gue alamin di dalam sana," jawab Dilan.
"Iya juga, sih," jawab dua sahabatnya bersamaan.
Mona memang terkenal gadis yang sedikit agresif. Setidaknya begitu menurut pengakuan beberapa mahasiswa yang pernah menjadi pacarnya. Beberapa lelaki menyukai tipe gadis seperti itu, tetapi banyak juga yang justru merasa ngeri, termasuk Dilan.
"Udah, ah. Pokoknya ini terakhir. Gue nggak mau lo berdua ngelakuin hal macam ini lagi," ancam Dilan. "Pokoknya jomblo sampai halal, ngerti?"
Dilan bergegas menuju ke arah penjual bakso langganannya. Memesan satu porsi lengkap dengan es teh manis. Dilan sengaja menunggu dan berniat membawa baksonya sendiri ke meja karena lapar yang teramat sangat.
"Silakan, Mas." Semangkuk bakso dengan kuah bening ditambah dua buah pangsit goreng diserahkan oleh si penjual kepada Dilan. Setelah membayar dan mengucapkan terima kasih, Dilan segera membawa mangkuk beruap itu menuju mejanya. Dilan sudah membayangkan nikmatnya bola-bola daging berkuah segar itu di mulutnya. Namun bayangan itu harus berakhir karena seseorang yang terlihat buru-buru sekonyong-konyong menabraknya.
Prang!
Suara nampan dan gerabah yang beradu dengan lantai terdengar nyaring di tengah hiruk pikuk kantin.
"Kak, ma-maaf. Maaf, Kak. Saya sedang buru-buru," ucap seorang perempuan berkuncir ekor kuda yang baru saja menabrak Dilan.
Dilan yang lapar terlihat sedikit kesal mendapati makanannya sudah berhamburan di lantai kantin. "Lain kali lihat-lihat kalau jalan!" sungutnya. Ditatapnya mata sayu yang penuh penyesalan itu sejenak sebelum akhirnya Bu Asih datang. Bu Asih adalah penjual bakso langganan Dilan.
"Aduh, Mawar, kamu kenapa jalan nggak lihat-lihat?" tanya Bu Asih pada perempuan muda itu. "Maafin anak Ibu, ya, Nak," katanya kemudian pada Dilan yang disambut anggukan pemuda itu. Bu Asih memunguti pecahan mangkuk dan gelas miliknya.
"Iya, Bu. Maaf tadi Mawar buru-buru," ucap gadis itu. Gadis bernama Mawar itu kemudian membantu Bu Asih membereskan kekacauan yang disebabkan olehnya. "Mawar cuma mau kasih kabar gembira ke Ibu, makanya sampai lari tadi," katanya lagi. Dilan masih mematung kesal.
"Kabar apa? Gembira boleh, tapi nggak boleh berlebihan. Begini akibatnya," ceramah Bu Asih, "untung cuma nabrak orang, gimana kalau yang kamu tabrak itu kendaraan?" lanjutnya.
"Iya, Bu. Mawar nggak akan ulangi lagi," janji gadis itu pada Bu Asih. Dilan akhirnya memutuskan kembali ke mejanya dan membatalkan niat untuk makan siang. Nafsu makannya sudah hilang.
"Mana makanan lo?" tanya Rio.
"Emangnya pada nggak tahu ada insiden barusan?" Dilan berkata sambil kembali duduk. Wajahnya ditekuk.
"Maaf, Kak. Ini baksonya saya ganti."
Sebuah suara berhasil membuat mereka bertiga menoleh bersamaan. Gadis berkuncir ekor kuda pemilik mata sayu yang tadi menabrak Dilan tiba-tiba sudah berdiri membawa seporsi bakso dan es teh manis. Dia meletakkan nampan berisi makanan dan minuman itu di hadapan Dilan.
"Thanks."
"Sekali lagi saya minta maaf, ya, Kak," ucap Mawar tulus. Dilan hanya mengangguk. "Kalau gitu saya permisi, terima kasih sudah memaafkan saya."
🍽🍴🍽🍴🍽🍴
Halo haiii, duh duh, ceritaku baru up jam segini😁 semoga ada yang suka (ngarep).
Ini cerita baruku, boleh dibaca, divote, dikomentarin, mau manis, pedes, atau asin aku terima semua. Sukur-sukur ada yang mau kasih krisar. Yo yoayo✌🏼️(sambil nyanyi).
Salam manis
Noya😍😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Jomlo Sampai Halal
RomanceDilan, mahasiswa biasa yang menjalani hari-hari istimewanya sebagai jomlo. Ia adalah pemuda yang aktif berkegiatan, dari bakti sosial sampai menghadiri seminar-seminar. Wajahnya yang tampan tak serta merta menjadikannya punya pasangan seperti teman...