Masih sama, fokus Dilan yang tadi sudah mulai di reset, kini kembali berantakan.
Pertemuannya dengan Mawar di seminar tadi sungguh berhasil membuat cabang-cabang di pikirannya bertambah banyak. Pikiran ingin fokus, melupakan Mawar, membangun bisnis, dan lain-lain. Jangan lupakan pula tentang nilai-nilai mata kuliahnya yang juga harus dijaga.
Keresahan Dilan terbaca oleh sang mama.
"Kamu kenapa kayak orang banyak pikiran?"
Dilan menarik napasnya berat. Menahannya sebentar, kemudian diembuskan perlahan. Tangannya mengusap wajah.
"Dilan lagi nggak bisa fokus, Ma."
"Boleh cerita sama Mama," kata mama Dilan.
Dengan sedikit keraguan akhirnya cowok berkulit putih itu bercerita tentang apa yang sedang dirasakannya.
"Kalau memang kamu serius mau mulai usaha, mainlah ke restoran Om Yama."
"Apa harus, Ma?" tanya Dilan kurang yakin.
"Nggak harus, tapi mungkin itu bisa sedikit membantu," terang mamanya. Wanita berhijab syar'i itu menjelaskan apa-apa saja yang perlu diobrolkan dengan sang paman. Menurutnya, Yama adalah orang yang tepat untuk dimintai pendapat. Lelaki itu meski terlihat sering berekapresi datar, tetapi dalam dirinya ada empati yang besar.
"Kalau gitu besok sore aku ke sana."
"Bolehlah Mama dibeliin es krim stroberi."
Dilan tertawa, ia tahu mamanya hanya sedang mencairkan suasana. Ia juga tahu mamanya sangat tidak suka es krim. "Nanti aku beliin satu freezer."
***
Sore sepulang kuliah, Dilan mengajak kedua sahabatnya untuk nongkrong ke restoran milik Yama. Bukan Dilan tidak berani pergi sendiri, ia hanya senang pergi ramai-ramai. Apalagi kedua sahabatnya itu hobi makan.
Mereka menaiki kendaraan masing-masing.
Motor-motor besar mereka sibuk menyalip lalu lalang kendaraan di jalanan.
Dasarnya darah muda, mereka seakan tidak peduli akan keselamatan, ketiganya seolah beradu cepat untuk sampai ke restoran yang terletak di bagian utara Jakarta. Hampir dua jam berkendara menembus kemacetan jam pulang kantor, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah makan yang cukup luas. Ada tiga desain dalam satu bangunan. Sentuhan etnik berupa lukisan tradisional dan dinding bermotif batik dikhususkan tempat makan besar. Sebelah ruangan itu tampak bernuansa lebih segar karena tedapat gambar-gambar salju dan buah-buahan segar, tempat yang cocok untuk mereka yang singgah sekadar minum minuman kesukaan.
Ada pula ruangan yang dipenuhi gambar roti dan pastry, di sana lah tempat untuk menikmati kudapan atau misalnya memesan kue ulang tahun. Antara satu ruangan dengan yang lain hanya dibatasi dinding kaca transparan, sehingga para pengunjung dengan leluasa melihat ruangan lain tanpa harus masuk ke dalamnya. Di situlah keunikan restoran milik Yama, yang mungkin tidak ada di tempat lain.
"Om Yama ada?"
"Ada." Pegawai yang ditanya bergegas menuju ke ruangan paling ujung, melewati pintu yang ternyata terpasang pada dinding kaca itu. Pintu otomatis yang akan terbuka dengan sendirinya saat sensor menangkap ada benda, termasuk manusia di jarak satu meter dari tempatnya berada.
Kevin dan Rio ternyata sudah berada di ruangan sebelah, terlihat mengantre. Mungkin mereka haus setelah perjalanan yang lumayan jauh. Dilan sendiri menunggu Yama di kursi paling pojok di ruangan itu.
Lima belas menit menunggu cukup membuat Dilan belingsatan. Ia tentu saja tidak sabar, tetapi Dilan paham kesibukan sang paman. Pasti lelaki penyuka warna merah muda itu sedang sibuk dengan ovennya.
Benar saja, tak lama Yama muncul dengan kemeja merah mudanya yang masih dilapisi apron. Senyum datar tersungging. Dilan menyambutnya antusias.
Keadaan ruangan yang hanya ada beberapa pengunjung membuat Dilan sedikit leluasa untuk mengobrol dengan Yama. "Jadi kamu mau buka usaha kuliner?" tanya Yama masih dengan intonasi datar. Wajah lelaki itu tampak tenang. Tatapannya lembut.
Dilan mengangguk dan bertanya, "Kalau misalkan buka usaha kuliner tapi yang kita pekerjakan orang-orang berumur, kira-kira gimana, Om?" Jari Dilan mengetuk-ngetuk meja. Di saat bersamaan ada seorang pegawai yang membawakan minuman berupa air mineral botol yang terlihat mengembun untuk mereka. Ia meletakan kedua botol di hadapan masing-masing. Yama mempersilakan Dilan untuk meminum air yang disuguhkan.
"Kamu yakin?"
Dilan meneguk minuman dari botol yang dibukanya. Kerongkongannya terasa kering setelah perjalanan jauh dan disambung bercerita cukup panjang. "Yakin, Om." Cowok itu membeberkan tujuannya membuka usaha kuliner kepada Yama. Ia mengatakan tujuan utamanya adalah sebagai pelampiasan perasaannya yang menggebu kepada Mawar.
"Bisa."
"Bisa gimana, Om?"
"Bisa berhasil apabila kamu dapat menjadi leader yang baik. Latih mereka. Jadikan mereka ahli," papar Yama panjang lebar.
Sejatinya membuka usaha kuliner tidaklah beda dengan menjalani bisnis yang lain. Yang diperlukan adalah keuletan. Yama juga menegaskan, fokus pada bisnis yang dijalani juga merupakan salah satu kunci kesuksesan.
"Aku akan berusaha."
👔👔👔
Bab yang entah nyambung atau enggak.
Aku butuh Dilan punya teman bertukar pikiran. Orang yang tepat adalah Yama. Itu saja.
Salam,
Noya Wijaya
Tangsel, 21 Juli 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Jomlo Sampai Halal
RomanceDilan, mahasiswa biasa yang menjalani hari-hari istimewanya sebagai jomlo. Ia adalah pemuda yang aktif berkegiatan, dari bakti sosial sampai menghadiri seminar-seminar. Wajahnya yang tampan tak serta merta menjadikannya punya pasangan seperti teman...