Bab 14: Syukuran dan Kesialan

34 5 0
                                    

Mona akhir-akhir ini tidak melihat Dilan mendekati Mawar. Ia penasaran dengan apa yang terjadi. Gadis berambut cokelat dengan tatanan cantik dihiasi jepit bunga berwarna merah muda itu terus mengawasi gerak-gerik Dilan. Ia tentu tidak ingin melewatkan informasi sekecil apa pun tentang Dilan dan Mawar. Gadis itu sudah berusaha memanupulasi keadaan supaya niatnya terlaksana.

Kebetulan sekali mata cantik gadis itu menangkao sosok yang dikenalinya sedang berjalan dengan setumpuk buku di tangan. Ia segera mendekat. "Rio!"

Cowok yang merasa namanya disebut itu menoleh. Senyuman manis terbit menghias wajah tirusnya. "Hai, Mon!"

Mona setengah berlari menghampiri Rio.

"Bisa ngobrol bentar?"

Mona mengatur napas yang sedikit tersengal.

Rio mengangguk setelah menoleh pada jam tangan hitamnya di pergelangan kiri. "Bentar, kan?" tanya Rio memastikan. Matanya menatap cewek beraroma lavender itu intens.

Mona mengangguk. "Dilan apa kabar? Kayaknya lama nggak kelihatan. Ajakan nonton bareng masih berlaku loh. Tolong sampaiin, ya!"

"Nanti gue sampaiin. Yang jelas saat ini dia lagi sibuk. Sibuk banget malah."

"Sibuk apa?" Pancingan Mona mendapat hasil. Ia tidak pernah salah bidik.

"Sibuk sama bisnisnya."

***

Di rumah bergaya minimalis dengan halaman yang lumayan luas itu terlihat para tamu sedang menikmati hidangan. Mereka duduk di karpet tebal mengelilingi aneka makanan. Ini adalah acara selamatan atas dibukanya warung makan milik Dilan. Sebutlah kedua teman dekat Dilan, para tetangga, Yama dan sang istri, dan tentu saja para pegawai di warung makan Dilan. Namun, menjelang akhir acara, seseorang yang tak terduga datang. Dia Mona.

Di sana, di ambang pintu depan Mona termangu.

Dilan menatap kedua temannya dengan pandangan menyelidik. Rio yang paham maksud tatapan itu segera mengaku dan meminta maaf. Tentu saja Rio tidak menyangka Mona akan datang.

Belum lagi Dilan bergerak ke arah Mona, sang ibu sudah lebih dulu mendekati cewek cantik yang malam ini mengenakan setelan panjang itu. Wanita itu membimbing Mona ke dalam lewat pintu samping. Mereka terlihat saling mengakrabkan diri.

Dilan yang setengah kesal segera menyusul mereka. Di depan mata cowok itu, Anandya terlihat begitu akrab dengan Mona. Memang, wanita itu sangat ramah pada semua orang, apalagi kepada teman-teman Dilan.

Nyatanya Dilan tidak menyukai sikap yang ditunjukkan Mona kepada sang mama.

"Ma, itu orang-orang temenin!"

Anandya menoleh ke arah Dilan.

"Iya," jawab Anandya.

Wanita itu bermaksud mengajak Mona bergabung dengan para tamu, tetapi sayangnya Dilan mencegah.

"Biar Mona aku yang temenin, Ma." Nada bicara Dilan terdengar tidak biasa. Seperti ada kegusaran yang dapat ditangkap oleh sang mama.

"Kamu yakin? Mona ke sini buat ikut merayakan pembukaan warung makan kamu loh. Biar bergabung dengan yang lain."

"Mona sebenarnya janjian sama Dilan mau nonton," kata Mona tiba-tiba. Mata Dilan membelalak. Cewek itu memang benar-benar kurang ajar.

"Iya."

Dilan mendekat dan menjajari Mona. Dengan sekuat tenaga ia menekan rasa jengkel yang sudah hampir mencapai ubun-ubun. Anandya menatap kedua anak manusia berbeda jenis kelamin di hadapannya.

"Ya sudah."

Mona tersenyum sangat manis. Anandya pamit kepada Mona untuk masuk ke ruang tamu menemani para undangan. Sebenarnya wanita itu sedikit tidak yakin anaknya ada janji nonton, apalagi dengan teman perempuan.

Beberapa saat berlalu, Dilan menyerahkan penutupan acara kepada kedua orang tuanya. Dilan kemudian mengajak Rio dan Kevin untuk pergi bersama Mona. Tidak, Dilan tidak benar-benar ingin menonton.

"Nanti kalian langsung cabut, gue mau ada urusan sama Nenek Rempong."

Begitu pesan Dilan kepada Kevin dan Rio.

Di sini lah mereka--Dilan dan Mona--duduk berdua di sebuah bangku taman.

"Mon, sebenarnya apa, sih, yang lo mau?"

Samar, Dilan mendengar helaan napas.

Tidak seperti Mona yang biasa bicara tanpa rem. Kali ini suasananya sedikit sunyi. Sepertinya atmosfer asing sedang melingkupi mereka berdua.

Tak ada juga jawaban, Dilan menoleh. Di sana, kedua pasang mata itu bertemu. Dilan segera mengalihkan fokus.

"Lo pasti tahu apa mau gue," jawab Mona.

Sekali lagi Dilan menoleh.

Naas, tanpa Dilan sadari wajah mereka ternyata sudah hampir tak berjarak.

Entah sejak kapan Mona menggeser tubuh semampainya. Yang jelas ini kali pertama Dilan berada dalam jarak sedekat itu dengan seorang cewek. Napas mereka bahkan begitu mudah bertukar.

"Mon--"

Cup!

***

Dilan terus merutuki diri. Ia mengumpat sepanjang perjalanan pulangnya. Meski tidak diucapkan, tetapi umpatan-umpatan itu memenuhi otaknya. Berserakan dalam dada.

Dilan menyesal sudah bertindak ceroboh dengan pergi bersama Mona dan menyuruh kedua teman dekatnya pergi. Andai mereka bersama Dilan, Mona tidak akan berani menyerobot. Dilan tidak mungkin kehilangan ciuman pertamanya. Kini, Cowok yang kulitnya sebersih susu itu hanya bisa mengacak-acak rambut lurusnya.

"Sial," rutuknya.

🚫🚫🚫

HALOOO gimana kabarrr?  Semoga terbebas dari pemadaman listrik. Huhu.

Dilan is back.

Salam,

Noya Wijaya

Tangsel, 6 Juli 2019

Jomlo Sampai HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang