Rio sudah menyampaikan semua yang dipesankan Wira kepada Dilan. Masalah kedekatan Mawar dan Mona. Dilan mempertimbangkan usul dari Wira, cowok gondrong itu menyuruhnya membuat status dengan Mawar.
Dilan tentu saja bukannya tidak mau, ia hanya bingung bagaimana caranya. Ia bukan seperti cowok-cowok lain yang dengan begitu mudahnya menembak cewek, kemudian jadian. Dilan bukan cowok alim, tetapi prinsipnya untuk jomlo sebelum halal tidak main-main.
Hari itu Dilan menjadi sosok yang tidak seperti biasanya. Ia sering terlihat memikirkan sesuatu. Suasana hatinya tidak menentu.
Dilan juga tidak ke kantin untuk makan siang. Tidak juga ke perpustakaan untuk memberi makan otak seperti yang sering dilakukannya. Ia hanya duduk di taman saat ada jeda untuk kelas berikutnya.
Dilan membawa keresahan hatinya ke rumah.
"Kamu kenapa tumben-tumbenan kayak lagi mikir berat gitu?" tanya sang mama saat menyiapkan makan malam.
"Aku boleh nanya sesuatu nggak, Ma?"
Wanita berjilbab lebar itu tersenyum, mengelus kepala putra semata wayangnya sekilas, lalu menarik kursi di sebelah kiri Dilan. "Tanya apa?" Anandya membalik piringnya, lalu mengambil secentong nasi.
"Kalau aku nikah muda--"
"Nikah?"
"Dengar dulu, Ma!"
"Kok bahas nikah tiba-tiba?"
Aktivitas keduanya terjeda. Anandya sempat berpikir yang tidak-tidak, tetapi wanita itu buru-buru mengenyahkannya. Ia yakin anaknya tidak seperti itu. Ditatapnya sang anak yang terlihat sedang menanggung beban.
"Sebenarnya aku naksir seseorang."
Senyum lega terbit di bibir Anandya. "Lalu?" Tangannya menuju ke mangkuk berisi sup hangat yang dimasaknya beberapa belas menit yang lalu.
"Aku naksir, tapi nggak mau pacaran."
"Yang nggak mau pacaran kamu atau dia?"
"Aku."
***
Dilan berjalan tegap dan sedikit tergesa.
Saran mamanya tadi malam cukup membuat hatinya senang. Ia tidak menyangka mamanya akan mendukung keinginannya untuk menikah muda. Mamanya bilang, menikah muda tidak haram, malah lebih baik dibanding membuat dosa. Ia benar-benar girang.
"Hai, Wir," sapa Dilan pada sosok jangkung yang terlihat sedang mendekap bola basket. Aura maskulin cowok itu sangat kental, sebagai sesama jenis kelamin, Dilan merasa iri. Tubuh Wira begitu atletis, Dilan yakin cewek-cewek akan sangat menyukai tipe cowok bertubuh seperti itu.
"Oh, lo," jawab Wira santai, "udah sampe pesan gue?" Wira menepi agar mereka leluasa untuk berbincang. Tangan berkulit coklatnya sibuk memutar bola yang diletakkan di ujung telunjuk kanan.
"Udah," jawab Dilan, "dan gue bakal segera lamar Mawar." Wira terbatuk. Mata cowok itu melotot. Ia tak percaya pada pendengarannya.
"Gue nggak nyuruh lo kawin bego!"
"Terus?"
"Astaga, Tuhaaan! Gue ngomong sama manusia primitif ternyata." Wira mendekap bolanya lagi, dari bahasa tubuhnya cowok itu terlihat begitu kesal pada Dilan. Wajahnya terlihat kusut. Padahal beberapa menit lalu ada binar bahagia di raut tampannya. Ia hanya tidak menyangka pesannya disalahartikan.
"Jadi gue salah tangkap?" Dilan sedikit mengernyit. Bukan, Dilan bukan tak mengerti maksud Wira, alasannya hanya karena prinsip.
"Lo naif banget sumpah." Wira geleng-geleng. Sebelah tangannya berkacak di pinggang.
"Lalu gue harus apa?" pancing Dilan. Ia hanya ingin mendengar maksud pesan Wira dari orangnya secara langsung. Dengan sikap santai, Dilan menunggu jawab.
Gue nggak mau pacaran."
***
Mona dan Mawar sedang menikmati roti bakar di kedai kopi sederhana seberang pusat perbelanjaan langganan Mona. Keduanya terlibat permbicaraan serius. Sesekali mata keduanya beradu.
"Pokoknya saranku, jangan percaya apa pun gomabalan yang Dilan kasih ke lo." Kembali panah beracun Mona ditebar. Ia sangat berharap Mawar percaya.
"Iya, Kak." Mawar menyeruput kopi hangatnya. Mawar mulai terbiasa keluar malam meski hanya sekadar menikmati satu atau dua cangkir kopi.
Mawar menggunakan seminar sebagai alasan.
"Intinya, sih, itu cowok naksir lo. Semoga lo lebih percaya gue daripada dia. Percayalah, dia bukan cowok yang pantas untuk seorang Mawar."
Mawar manggut-manggut, sedangkan dalam hati Mona sedang bersorak. Bersorak karena berhasil mengelabuhi rivalnya. Sayangnya keceriaan mereka tiba-tiba lenyap. Seseorang meraih tangan Mawar dan berusaha menyeretnya.
Mona berusaha menahan, tetapi tarikan tangan cowok itu lebih kuat. Ia merasa seolah sedang tertangkap oleh Komisi Pemberantasa Korupsi dalam upaya memberantas benih-benih koruptor. Sungguh malu dan tidak enak.
"Mau ke mana, sih, Kak?"
"Ikut aja," jawab si penarik tangan.
Mereka menuju taman yang ada di sisi kiri.
Sesampainya di taman, tangan Mawar dilepaskan.
"Mau ngapain kita ke sini?"
"Aku mau kasih ini," kata cowok di hadapan Mawar yang tadi membawanya sampai di situ, "menikahlah denganku!" Cowok itu mengeluarkan sebuah kotak kecil. Setelah dibuka ternyata berisi cincin yang terlihat berkilau diterpa cahaya lampu taman.
Mawar menangkup mulut. Ia tidak menyangka akan dilamar. Bahkan ia sampai bolak-balik menepuk pipi hanya untuk memastikan bahwa itu nyata.
"Kak," kata Mawar sedikit ragu, "aku nggak bisa." Tentu saja Mawar menolak. Ia masih terlalu belia. Bahkan usianya masih belum dua puluh.
"Apa ini karena hasutan Mona?"
"Bukan, Kak." Mawar menghela napas. Ia tak habis pikir kenapa Dilan tiba-tiba melakukan hal konyol seperti itu.
💍💍💍
Yihaaa telat up lagiii. Gpp yang penting Dilan udah kambek. Silakan disoraki!
Menerima vomen, krikit, dan saran.
Salam,
Noya Wijaya
Tangsel, 7 Juli 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Jomlo Sampai Halal
RomanceDilan, mahasiswa biasa yang menjalani hari-hari istimewanya sebagai jomlo. Ia adalah pemuda yang aktif berkegiatan, dari bakti sosial sampai menghadiri seminar-seminar. Wajahnya yang tampan tak serta merta menjadikannya punya pasangan seperti teman...