Dilan dan kedua sahabatnya terlihat sedang berbincang santai sambil menikmati kopi. Mereka memang cukup sering nongkrong bareng di sana. Selain ada wifi gratis, tempat itu juga menyediakan kudapan lezat yang digandrungi anak muda. Roti bakar. Dilan sangat menyukai roti bakar di kedai sederhana itu. Letaknya yang strategis dengan makanan dan minuman yang enak membuat tempat itu selalu ramai.
"Landak, entar, nih, kalau lo pengen usaha, buka aja kedai kopi begini," kata Kevin, "biar gue bisa dapat gratisan," lanjutnya.
"Modus lo," ketus Dilan, "gue emang pengen punya usaha di bidang kuliner."
"Asyiiik!"
"Jangan girang dulu, Vin!"
Kevin menatap serius pada Dilan.
"Kalau Dilan bikin warung model beginian, sih, alamat bangkrut," celetuk Rio. Ia yang sedari tadi asyik dengan ponsel pintarnya, tiba-tiba ikut menimpali. Diletakan ponsel hitamnya di meja, lalu menyesap kopi hitam yang masih sedikit mengepul.
"Kok gitu?" Kevin menatap Rio. Ia penasaran mengapa Rio berbicara seperti itu. "Coba jelasin!" Kevin melihat senyum miring Rio terbit.
"Menurut lo, gimana nggak bangkrut kalau sahabat yang seharusnya mendukung malah minta gratisan?"
Mendengar jawaban Rio, Kevin dan Dilan tergelak. "Bener kata Rio, gue bisa-bisa bangkrut," seloroh Dilan. Kevin mencebik.
"Eh-eh, lihat!" Rio menunjuk dengan dagunya ke arah pintu masuk kedai. Spontan Kevin dan Dilan mengarahkan pandangan ke sana.
"Wira sama Mawar," gumam Kevin. Sedangkan Dilan kembali menarik pandangan, lalu mengarahkannya ke arah kopi hitamnya yang masih sisa setengah cangkir. "Jodoh nggak akan ke mana, Bro!"
"Bener kata Kevin. Jangan patah arang, Sob!" Mereka berdua seolah ikut berduka dengan pemandangan yang pasti tidak menyenangkan bagi Dilan itu. Keduanya menepuk bahu Dilan sebagai bentuk dukungan.
***
Di sudut lain, Wira sudah duduk di hadapan Mawar. Mereka memesan roti bakar dengan es kopi, menu andalan kedai itu. Wira terlihat sedikit kesal. Sedangkan Mawar terus menunduk. Cewek itu memang paling tidak suka membuat Wira kesal. Mawar paham kebiasaan Wira yang pasti akan berceramah saat hatinya dibuat tidak nyaman.
"Kamu, tuh, ngapain pergi sama Mona?"
Mawar dan Mona bertemu Wira di toko buku. Wira yang tidak suka melihat kedekatan mereka, segera menarik Mawar. Bukan tanpa alasan, Wira mengenal baik Mona. Ia paham betul sifat gadis bertubuh seksi itu.
"Aku cuma nemenin Kak Mona," cicit Mawar.
"Kamu nggak kenal dia," keluh Wira.
"Kami bahkan sudah berteman, Kak."
Wira menarik napas, lalu mengembuskannya kasar. Ia kebingungan untuk menjelaskan apa yang diketahuinya tentang Mona pada Mawar. Sesekali tangannya mengusap wajah.
"Dengar aku!" pinta Wira, "please, aku nggak mau kamu dimanfaatin sama dia."
"Kalau di antara kami ada yang ingin memanfaatkan, harusnya itu aku, Kak."
Wira benar-benar bingung dengan keluguan Mawar. Mawar memang seperti anak daerah pada umumnya, sangat mudah percaya. Untuk itu, Wira bertekad untuk menjauhkan Mawar dari bahaya seperti Mona.
"Tolong, Mawar! Sejak kapan kamu nggak mau denger omongan aku?" Wira sedikit kesal.
"Maaf, Kak, aku cuma berpikir realistis."
"Kamu ingat ceritaku tentang gadis penipu?"
"Ingat."
"Kamu percaya kalau gadis itu Mona?"
Wira pernah bercerita pada Mawar tentang pacarnya. Saat itu Mawar masih SMA. Mereka memang tidak tinggal berdekatan, terapi Wira dan Mawar rutin berkomunikasi. Wira cukup senang bercerita.
Dari Wira, Mawar tahu suasana kampus yang diimpikannya. Info-info terbaru juga dengan mudah ia dapat dari Wira tanpa repot-repot mencari di internet. Termasuk masalah bea siswa.
Balik ke masalah Mona, Wira memang pernah bercerita memiliki pacar yang suka sekali memanipulasi. Pacarnya itu sering sekali menodong Wira untuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. Cewek itu juga sering sekali beralasan menerjakan tugas di rumah Wira, padahal aslinya ia pergi bersenang-senang.
Wira yang memang senang membantu, apalagi untuk pacar sendiri, dengan senang hati melakukannya. Namun, kekecewaan Wira mulai muncul saat ia beberapa kali memergoki pacarnya pergi dengan cowok lain. Dari satu cowok ganti ke cowok yang lain, padahal statusnya adalah pacar Wira.
"Gue pacaran sama Wira itu karena dia pinter."
"Lo manfaatin dia?"
"Bukan manfaatin, cuma minta tolong. Dia juga seneng, kok, ngelakuin itu buat gue." Kuping Wira panas mendengar percakapan yang tanpa sengaja didengarnya. Kebetulan siang itu Wira sedang ingin mengantarkan tugas yang telah selesai dikerjakannya pada Mona.
"Itu sama aja lo manfaatin dia."
"EGP."
Kekecewaan Wira sampai pada puncaknya.
Brak!
Wira menggebrak Meja yang sukses membuat kedua orang itu terkejut. Cowok di samping Mona tampak sedikit canggung, ia tidak menyangka Wira memergokinya makan siang bersama Mona. Menurut Mona, Wira hari ini tidak ada kelas, jadi mereka aman makan berdua di kantin.
"Jadi selama ini lo cuma manfaatin gue?"
😱😱😱
Selamat Idul Fitri buat semua teman-teman yang merayakan. Mohon maaf lahir batin. Mungkin ada kata-kata yang kurang berkenan di hati teman-teman saat balas komen.
Kali ini aku terlambat jauh ya, yang harusnya jadwal hari senin, sekarang molor sampai kamis. Itu semua bukan karena sibuk, melainkan kuotaku yang senin kamis😁😁😁
Semoga ada yang menunggu cerita ini. Komen, vote dan segala bentuk krisan sangat ditunggu. Makasih🙏🏽
Salam,
Noya Wijaya
KAMU SEDANG MEMBACA
Jomlo Sampai Halal
RomanceDilan, mahasiswa biasa yang menjalani hari-hari istimewanya sebagai jomlo. Ia adalah pemuda yang aktif berkegiatan, dari bakti sosial sampai menghadiri seminar-seminar. Wajahnya yang tampan tak serta merta menjadikannya punya pasangan seperti teman...