Bab 4: Kebetulan yang Dicari

79 20 88
                                    

"Hai!"

Mawar yang sedang berjalan di koridor menuju perpustakaan sedikit berjengit mendengar sapaan itu. "Hai juga," jawab Mawar sambil tersenyum. Seorang cewek dengan rambut panjang lurus berkuncir satu, dengan topi denim yang terlihat begitu cocok bertengger di sana.

"Mau ke mana?" tanya cewek itu dengan santainya. Ia terlihat menyender ke salah satu tiang di koridor. Pandangannya datar dan tak dapat ditebak. Mawar yang merasa bukan mahasiswi populer sedikit bingung.

"Mau ke perpustakaan," jawab Mawar akhirnya.

"Boleh gue ikut?"

"Oh, tentu. Mari!" Mereka berjalan beriringan menuju perpustakaan. Mawar yang berpenampilan ala kadarnya sedikit merasa tidak percaya diri berjalan dengan cewek cantik yang baru ditemuinya itu.

"Lo suka baca buku apa?"

"Buku bisnis," jawab Mawar singkat, "ngomong-ngomong kita belum pernah ketemu."

Cewek itu sedikit tergelak. "Sorry, kenalin gue Mona." Mona memperkenalkan diri sebagai mahasiswi tingkat tiga yang mengambil prodi Akuntansi. Ia bercita-cita jadi akuntan. Namun, gadis itu mengaku jika cita-citanya tidak berbanding lurus dengan kebiasaannya membolos. "Gue memang nggak famous, jadi maklum kalau lo nggak tahu."

"Sebenarnya bukan Kakak yang nggak famous, tapi sayanya yang kurang gaul."

Tiba-tiba cewek itu merangkul bahu Mawar. Aroma parfum yang Mawar yakini berharga mahal itu menyusup indera penciumannya. Diam-diam Mawar menyukai aroma wangi yang dihirupnya. Sekadar suka karena Mawar tidak mungkin membeli barang mewah. Mawar yakin Mona anak orang kaya.

"Gue nggak punya teman," kata cewek itu lagi, "mau jadi teman gue nggak?" lanjutnya.

Mawar tersenyum. Senang tentu saja. Selama ini Mawar memang bukan cewek yang banyak teman. Teman dekat yang  ia punya hanya Wira.

"Mau banget, Kak."

"Nanti kita bisa seru-seruan bareng."

"Iya, Kak."

"Kita bisa nonton bareng, ke toko buku bareng, dan tentunya ngopi-ngopi cantik."

"Tapi saya nggak biasa ngelakuin itu semua."

"Kenapa?"

Untuk orang kaya memang kegiatan semacam itu mungkin sangat biasa, tetapi tentu tidak untuk cewek seperti Mawar. Kuliah saja mengandalkan bea siswa. Ia cukup sadar dengan keadaan keluarganya yang memang bukan berasal dari keluarga berada. Salah satu impian terbesar Mawar adalah bisa segera membantu keuangan keluarga setelah lulus kuliah nanti.

"Saya kuliah aja pake bea siswa, Kak."

"Oh, sorry. Sumpah aku nggak bermaksud nyinggung masalah uang." Mona merasa tidak enak mendengar jawaban Mawar.

"Nggak apa, kok, Kak."

"Tapi, gini, gini ... kalau misal aku butuh teman untuk nonton atau nyari buku misalnya, kamu mau nemenin?"

Mawar berpikir sejenak kemudian mengangguk.

"Jangan sering-sering aja, Kak," ucapnya.

Tanpa sadar mereka sudah sampai di perpustakaan.

Kebetulan siang itu sedang tidak banyak pengunjung. Suasana tenang khas perpustakaan memang menjadi favorit Mawar. Ia memilih menempati bangku di sudut ruangan, setelah berhasil mendapatkan buku yang dicarinya.

***

"Mau ke mana lo?"

"Ke perpus dulu kasih makan otak."

"Sengak lu!"

Dilan meninggalkan Kevin yang masih berkutat dengan baksonya. Memang siang itu mereka cuma berdua, karena Rio absen. "Sekali-kali otak lu juga kudu dikasih makan!" seru Dilan dari kejauhan yang langsung ditanggapi Kevin dengan acungan jari tengah.

Dilan tertawa sambil terus menjauh. Mulutnya sedikit bersiul menandakan hatinya yang tengah riang. Sebenarnya tadi Dilan ke kantin bukan semata-mata ingin mengenyangkan perut. Ia berharap bisa melihat Mawar.

Sayangnya kali ini ia tak mengalami kebetulan seperti dua hari yang lalu. Masih terekam kuat dalam memori otaknya tentang pertemuan tak sengajanya dengan Mawar. Sejak di kantin, berlanjut di ruang seminar, kemudian berujung pada jajan romantis versinya.

Dilan sepertinya sedang terserang virus merah jambu. Sepanjang hari pikirannya dipenuhi Mawar. Sampai-sampai dalam tidur pun, sosok itu hadir.

"Gila! Lo gila, Dilaaan!" rutuknya. Beberapa rekan kampusnya terlihat heran melihat Dilan yang merutuki diri. Cowok jangkung berkemeja flanel itu tak menghiraukan sekitar. Ia terus berkomat-kamit mengumpat pada diri sendiri. Bahkan berkali-kali tangannya menepuk pipi seolah ia sedang dalam mode pingsan. Sesampainya di perpustakaan, ia langsung mencari buku yang ingin dibacanya. Tak butuh waktu lama, buku yang ia cari sudah di tangan. Mata cowok itu menyisir ruangan bermaksud mencari tempat yang kira-kira nyaman untuk membaca. Namun, kebetulan yang dicarinya muncul di tempat yang tak disangka. Matanya menangkap cewek berkuncir ekor kuda yang sedang asyik membaca di sudut ruangan. Dengan riang ia mendekat. "Boleh duduk di sini?" tanya Dilan hati-hati.

Cewek yang sedang tenggelam dalam bacaan itu sedikit terlonjak. Ia menengadah untuk mencari sumber suara. Namun, belum sempat ia menjawab pertanyaan yang dilontarkan, seseorang lebih dulu menepuk tangan kananya. "Mawar, akhirnya ketemu juga novel yang gue cari."

"Eh, Kak. I-iya ...."

Dilan terkejut mendapati siapa pemilik suara tersebut. Dilihatnya, si pemilik suara hanya tersenyum. Sungguh, ini bukan kebetulan yang Dilan inginkan.

Sial.

📖📖📖

Halooo, eniwei aku telat up. Sebenarnya jadwal up hari Senin, tapi apalah daya emak rempong ini. Jadilah telat.

Tapi meski telat, tetap diusahakan up kok.

Vote, komen masih sangat diteima.

Misalnya ada yang mau kirim parcel,

Itu lebih baik👻👻👻

Salam sayang

Noya Wijaya

Tangsel, 21 Mei 2019

Jomlo Sampai HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang