🌌 cahaya

578 132 6
                                    

Hari sabtu pagi, Cahaya terbaring lemas diranjang rumah sakit. Bulan dan Rhea berada di sisi kanan dan kirinya. Auriga juga ada, gadis itu sedang tiduran di sofa sekarang.

"Ya, lo tuh kenapa sih gak pernah bilang ke kita kalau lo sakit? Kayak hari beberapa hari yang lalu, lo bilang ke kita lo ada urusan sama Tante Miranda padahal lo ke rumah sakit, kan? Kita sampai harus bohong sama Bintang." cerocos Bulan disisi kiri.

"Gue tuh cuma kecapekan dibilangin. Gue tuh gapapa, udah ah kalian jangan jadiin ini beban pikiran kalian." balas Cahaya.

Muka gadis itu pucat sekali, makanan yang masuk ke mulutnya hanya beberapa suap. Tapi dia masih memaksakan tersenyum agar yang lain tidak khawatir.

"Lo tau gak sih gimana paniknya kita semalem?" tanya Rhea sambil mencubit kedua pipi Cahaya gemas.

"Emang gimana?" Cahaya tertawa ringan.

"Bintang kan sama elo ya, trus dia teriak gitu. Pertama Auriga yang denger terus dia keluar, eh Samudra yang udah pulang dari warung denger juga. Asli itu panik banget, Bulan hampir bakar dapur, Dione sampe kejedot meja." cerita Rhea detail.

"Dan lo harus tau gimana Rigel bawa mobil kayak orang kesetanan semalem kesini. Bintang gemeteran, lo masuk UGD dan baru sadar jam tiga pagi tadi. Sinting." tambah Bulan.

Cahaya tertawa lagi. "Yaampun makasih banyak loh. Gue tuh cuma kecapean doang kenapa sampe masuk UGD coba?"

"Kecapean, kecapean, kecapean." Auriga bangkit dari sofa, mulai melangkah mendekati ranjang. "Lo selalu bilang begitu setiap pingsan, bahkan sampai mimisan."

"Satu." gadis itu mengangkat telunjuknya. "Lo udah begini lebih dari 5 kali di 3 minggu terakhir."

"Kedua." kini ia mengangkat jari tengahnya. "Gue tau lo anak yang banyak makan, gue, kita semua tau lo itu anak yang kuat. Gue masih inget gimana lo ngamen dari satu mobil ke mobil di siang bolong dulu. Berarti ini lebih dari sekedar 'kecapean' yang lo bilang itu."

Rhea dan Bulan sedikit sedih mendengar penuturan Auriga, membuka luka lama mereka semua.

"Ketiga." Auriga mengangkat jari manisnya. "Gue nemuin ini dikamar lo." ia merogoh sesuatu dari sakunya.

"Apasih Ga, serius gue tuh cuma kecapean gausah khawa—"

Auriga melempar botol obat berisi banyak pil putih didalamnya ke atas ranjang. "Terus obat dengan dosis setinggi ini buat apa, Cahaya?"

🌌🌌🌌


Dione mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, disebelahnya ada Samudra yang melihat keluar jendela. Dibelakang ada Rigel yang sedang menjambak rambutnya frustasi.

Sementara itu Bintang yang duduk disamping Rigel sibuk dengan pikiranya sendiri.

Cahaya sudah makan?

Apakah dia baik-baik saja?

Sebenarnya Cahaya kenapa?

Tadi malam dia dengar omonganku gak ya?

Nah.

Untuk pertama kalinya dalam seumur hidup, Bintang menyatakan cinta kepada orang selain keluarganya.

Bintang tertawa pelan, sepertinya dia sudah gila. Mungkin saja Cahaya saat itu mendengarnya? Tapi dia sudah tidak kuat membalas lalu pingsan? Atau memang tidak dengar?

Haha, lagipula siapa yang akan menerima orang cacat sepertiku? Begitu kira-kira isi kepala Bintang saat ini.

Cahaya baik kepadanya hanya sebatas kasihan. Apakah Bintang terkejut? Tentu tidak. Cahaya bukan orang pertama yang menganggapnya teman hanya karena kasihan.

starlight°「✓」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang