🌌 rindu

534 124 7
                                    

Hari ini tanggal sembilan. Bintang sudah kembali kerumah, beraktifitas seperti biasa.

Yang tidak biasa adalah, Cahaya tidak menemuinya. Bintang kira, Cahaya akan menyambutnya di Bandara dan meminta maaf karena ia sibuk. Atau datang ke rumah untuk menagih cerita dan oleh-oleh.

Tapi sepertinya rasa kehilangan sementara itu tergantikan oleh rasa senang Bintang. Kata Bunda, operasinya akan berjalan tanggal 13, iya, empat hari lagi.

Di perjalanan pulang sehabis dari rumah sakit, lagi-lagi Bintang berfikir. Siapa manusia berbaik hati yang rela memberikan kornea matanya pada Bintang?

Lelaki itu diam-diam tersenyum. Aku akan melihat dunia lagi!

Namun, ada yang mengganjal. Ia belum bercerita secara langsung kepada Cahaya, yang selalu menyemangatinya untuk percaya bahwa suatu saat Bintang akan melihat dunia lagi.

Bintang ingin menunjukkan kepada Cahaya, Cahaya! Aku bisa melihat lagi! Nanti kita bisa lihat langit malam bareng-bareng! Hitung banyaknya bintang dilangit!

Bintang tak sabar melihat bagaimana cantiknya wajah Cahaya. Bintang yakin, pasti Cahaya pipinya tembam (Sebenarnya ini sudah dikonfirmasi oleh Cahaya sendiri).

"Makasih, Bi." Bintang menerima telepon genggam rumah dari Bi Eneng yang tadi memencetkan nomor Cahaya untuknya.

Tut...tut...tut...

Tut...tut...tut...

30 detik, tak ada jawaban.

Satu menit.

Dua menit.

Bintang menghela nafasnya, lagi-lagi tidak diangkat. Dengan wajah lesu, ia menaruh telepon tersebut ditempatnya.

Tapi belum selangkah menjauh dari telepon, benda itu berbunyi lagi. Bintang buru-buru mengangkatnya.

"Halo?"

"Apa benar ini kediaman Ibu Senja?"

Bintang manyun, kecewa. "Iya benar."

"Begini bu kami ingin menawarkan—"

Tut.

Telepon dimatikan sepihak oleh Bintang. Dia ingin berbalik ke kamarnya, tetapi lagi-lagi telepon itu berbunyi.

Kali ini Bintang mengangkatnya dengan penuh emosi.

"IYA HALO INI KEDIAMAN IBU SENJA SAYA TIDAK TERTARIK TERIMAKASIH!!!"

"Bintang?"

Satu kata dari suara parau diujung sana membuat tubuh Bintang beku ditempat.

"Caha...ya?" tanyanya ragu-ragu.

"Iya, ini Aya. Rindu aku tidak?"

Bintang mengangguk-angguk kesal. "Iyalah! Lagian kamu kemana aja tiba-tiba hilang gak bisa dihubungin?? Aku kan pengen cerita banyak. Kamu kapan lagi kesini sih." omelnya.

Tawa ringan terdengar diujung sana.

"Kalau begitu, biasakan untuk rindu aku ya, hehe. Aku sepertinya tak bisa kerumahmu, Bintang. Maaf ya, ayo cerita disini saja."

Bintang tersenyum. "Sebenernya ada satu hal yang penting banget yang harus aku kasih tau sama kamu."

"Apa itu? Bi Eneng kecebur got lagi?"

"Ih bukan! Serius!"

Cahaya terkekeh. "Terus apa, dong?"

"Aku mau operasi mata, Cahaya! Aku bakal bisa melihat lagi!"

"..."

"Cahaya?"

"Eh? Donor mata? SERIUS??? Woaahhh aku senang sekali! Kapan operasinya?!!!"

"Tanggal 13! Berarti nanti aku bisa melihat kado darimu! Aku masih nunggu loh!"

"Iya deh iya..."

Bintang menyadari bahwa suara Cahaya parau dan lesu.

"Kamu lagi sakit?"

"Iya, cuma batuk biasa kok. Kamu gimana selama di Malaysia?"

Satu jam mengobrol ria dengan Cahaya terasa seperti lima menit bagi Bintang.

Bintang rindu Cahaya.


🌌🌌🌌


Bintang sedikit terkejut saat mendengar kabar bahwa jadwal operasinya akan dimajukan menjadi tanggal 12, sementara hari ini tanggal 11.

Hari ini aneh, Bintang mendengar Bunda menangis tersedu-sedu dikamarnya, Ayah menemaninya dan terus mengucapkan kata-kata penenang kepada Bunda. Apa Bunda tidak senang operasi Bintang dimajukan?

Cahaya, Samudra, Dione dan yang lainya tak bisa dihubungi. Bahkan Bi Eneng juga terus-terusan sedih hari ini.

Ada apa sih dengan semua orang? Bukanya mereka harus senang karena sebentar lagi Bintang bisa melihat?
Bukanya mereka harus senang karena sebentar lagi Bintang akan bertambah umur?

Ah, Bintang tidak paham. Lelaki itu memilih untuk naik ke rooftop rumahnya. Bercerita.

"Hei langit malam." sapanya sambil tersenyum.

"Semua orang aneh hari ini. Mereka sedih, yang bahkan aku tidak tahu penyebabnya. Ketika aku bertanya, mereka malah menghindar."

Bintang memeluk lututnya. "Langit malam, aku rindu Cahaya. Kau juga, kan? Aku sangat ingin bertemu denganya lalu memeluknya. Cuma dia yang bisa mengerti aku."

"Aku bener-bener gak ngerti kenapa semua orang sedih hari ini! Aku ingin tahu kenapa mereka sedih..."

Lelaki itu menghela nafas ketika tetesan air hujan mulai turun.

"Bahkan kaupun ikut sedih..." lirihnya. "Aku gak ngerti sama kalian semua..."

Bintang memutuskan untuk berdiri dan berbalik. "Sudahlah langit malam, aku ingin tidur. Doakan operasiku lancar ya. Sampaikan juga salamku ke Cahaya! Bilang, aku rindu."

Serius, Bintang butuh Cahaya saat ini. Mungkin kalau Bintang bertanya kepada Cahaya, mengapa semua orang bersedih hari ini? Pasti gadis itu akan menjawab dengan hal-hal diluar kepala. Seperti,

"Mungkin bola-bola coklat mereka kekurangan meises."

Atau,

"Soalnya kamu belum makan hari ini."

Ah, Bintang rindu Cahaya.

🌌🌌🌌


Author's Note;

Kalau aku bisa menembus ruang antar cerita aku bakal bilang ke Bintang... if someone give you their eyes... she/he is... dead...

KOK GUE JADI CERITA

starlight°「✓」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang