🌌 kawan baru

768 143 15
                                    

Cahaya memberhentikan sepedanya di perempatan dekat taman. Sungguh, membonceng Bintang itu melelahkan. Apalagi dia sedang tidak terlalu kuat.

"Kenapa berhenti, Cahaya? Kamu capek ya?"

"Engga kok, aku gak capek. Sebentar ya, Bintang. Aku mau kesana dulu," Cahaya turun dari sepedanya.

Bintang reflek menahan tangan Cahaya. "Aku ikut. Jangan tinggalin aku." pintanya.

Cahaya mengangguk mengerti. Sembari beristirahat sejenak, ia dan Bintang menghampiri anak penjual gorengan.

"Mau beli gorenganya kak? Murah loh, dua ribu dapat tiga!"

"Cahaya jangan dibeli gorenganya. Kata Bunda ngga higienis." celetuk Bintang.

Bagai ada gagak lewat diantara mereka, suasana menjadi canggung. Si anak penjual gorengan menunduk, sedih.

"E-eh, engga kok. Dia mah asal nyeletuk aja, dik. Maafin teman kakak ya. Kakak beli gorenganya, 10 ribu!"

Si anak menjadi senang kembali. "Oke kak!" lalu ia mulai memasukan gorengan satu persatu.

Cahaya berjongkok, menyejajarkan tinggi dengan si anak, "Kamu berjualan disini setiap hari? Ayah dan Ibu kamu mana?"

"Ayah aku kerjanya jauh kak, pulangnya lama. Kalau Ibu lagi sakit makanya aku yang jualan, adik aku nemenin Ibu. Aku harus jualan biar adik bisa sekolah kak!" ceritanya, lalu menyodorkan sebungkus plastik kepada Cahaya, "Ini, kak. Makasih ya udah beli!"

Cahaya menyodorkan uang dan menerima plastiknya. "Sama-sama, semangat ya! Ini udah hampir maghrib, cepat pulang! Nanti ibu kamu nunggu!"

Cahaya dan Bintang berbalik menuju sepeda, lalu Cahaya melambaikan tanganya kepada anak lelaki itu.

Bintang sedari tadi diam saja, otaknya berpikir keras. Cahaya berhenti, hanya untuk membeli gorengan? Yang bahkan belum tentu higienis? Kalau Bintang yang ada di posisi Cahaya, pasti dimarahin Bunda.

"Cahaya, kenapa kamu beli gorengan disitu? Katanya kamu kerja di café. Bikin saja di kafemu. Daripada disitu, takutnya diare."

"Aku beli gorengan itu karena selain murah, juga sekalian membantu yang lebih perlu. Kita saling menguntungkan, jadi mengapa tidak?"

"Membantu?"

"Iya, coba deh kamu pikirin cerita adek tadi. Ayahnya kerja, pulangnya gak nentu. Ibunya lagi sakit, sedangkan dia harus nafkahin adiknya juga. Pasti berat sekali untuk anak sekecil itu. Maka, sesama manusia kita harus saling membantu. Nggak semua orang punya nasib yang bagus, Bintang."

Penjelasan Cahaya lebih terdengar seperti dongeng untuk Bintang. Tapi entahlah, Bintang senang mendengar suara Cahaya.

"Oh, gitu. Jadi, kita harus saling membantu, iya?"

Cahaya lama-lama mikir ini anak 17 tahun apa 5 tahun, kok polos banget?

"Iya, kurang lebih begitu. Sekarang ayo turun. Sudah sampe."

Bintang turun dari sepeda, dan menunggu Cahaya untuk menggenggam tanganya.

"Ayo masuk."

Kesan pertama yang Bintang dapatkan setelah masuk ke kafe ini adalah, nyaman. Auranya terasa seperti dirumah, mebuat orang betah berlama-lama.

"Disebelah kafe ini, kantor Bunda ya?"

"Iya, Bintang."

"Kok aku gak pernah tau ya ada café ini?"

"Ya karena kamu jarang keluar rumah, Bintang." Cahaya meladeni dengan sabar.

"Disini sepi ya?"

"Sebenernya ramai, cuma khusus hari ini, kita udah tutup dari jam 3 sore. Itu teman-temanku, ayo!"

starlight°「✓」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang