🌌 epilog

735 132 16
                                    

Tiga bulan setelah matanya bisa kembali melihat, dan tiga bulan pula setelah kepergian Cahaya, Bintang memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke jurusan bisnis di Eropa. Terlalu cepat, memang. Tapi Bintang sepertinya tak tahan disini.

Tentang Bunda, wanita itu tak akan kesepian dirumah karena kini ada Rama. Iya, Rama adalah adik tiri Bintang sekarang. Bunda memutuskan untuk mengadopsinya.

Bintang terakhir kali mengunjungi Cahaya dengan keenam temanya. Tentang mereka, mereka baik-baik saja. Mereka melanjutkan hidup sebagaimana harusnya.

Walau masih tak terbiasa dengan ketidakhadiran gadis berpipi gembul itu. Bagaimana tidak? Mereka sudah lama bersama. Kesedihan yang mereka rasakan pasti lebih dalam dari yang Bintang rasakan.

Ini memang ide gila, tapi Bintang harus pergi. Dia tak bisa disini terus dan terperangkap dalam kesedihan. Setiap detiknya disini, ia selalu ingat dengan Cahaya.

Ia tahu, disana ia akan tetap mengingat Cahaya. Gadis itu telah membuat perubahan yang sangat signifikan dihidupnya, bagaimana mungkin ia melupakanya?

Bintang tahu, pasti berat menjalani kehidupan di negeri orang sana, But life must go on, right?


🌌🌌🌌



"Bintang, ayo?" ajak Bunda yang sudah berada di dalam mobil. Ayah dan Rama juga ada disana, sementara Rigel dan kawan-kawan berada di mobil yang lain, siap mengantarkan Bintang ke bandara.

Bintang menatap rumah megah putihnya untuk yang terakhir kali dalam beberapa tahun ke depan, rumah yang berisi seribu satu kenangan. Bintang menghela nafasnya.

Selamat tinggal Bunda, Ayah, Rama, Alena, Samudra, Rhea, Auriga, Dione, Bulan, Rigel, Bi Eneng, Mister Adam, Pak Ujang, dan juga... Cahaya.

Raga Cahaya mungkin sudah terkubur di dalam tanah sana, tapi Bintang akan tetap mengingatnya, bagai detak jantung, yang ia bawa kemanapun ia pergi.

Lagipula, gadis itu tak mengingkari janjinya. Ia tetap hidup bersama Bintang, melihat indahnya dunia bersama.

🌌🌌🌌


23.59

10 Januari, 2019.

Bintang mengeratkan jaketnya, udara Paris cukup dingin malam ini. Ia mendongak ke menara yang menjulang tinggi dihadapanya.

Apa yang dikatakan Cahaya beberapa waktu yang lalu benar, menara Eiffel itu sangat indah. Orang-orang berlalu lalang dibawahnya, menikmati hamparan bintang dilangit malam.

Ada orang tua yang sedang bercengkrama dengan sang cucu, ada pula sejoli yang menjalin kasih disini. Mungkin aku dan Cahaya bisa menjadi salah satu dari mereka, pikir Bintang.

Bintang melirik arlojinya, ah pukul dua belas malam. Ia mendongak, mencari cahaya yang paling terang, diantara yang lainya.

"Kalau kamu nanti bisa melihat, lihat bintang yang cahayanya paling terang dilangit ya? Itu aku."

Cahaya yang ia cari berada di ujung, ah, bintang itu ukurannya tak sebesar yang lain. Tapi cahayanya paling terang diantara yang lain.

"Soalnya setiap aku ngeliat bintang yang bercahaya di langit malam, aku ingat kamu terus."

Bintang tersenyum geli mengingat ucapan clingy gadis itu.

Bintang membentuk toa menggunakan kedua tanganya, sebelum berteriak kepada ruang hampa langit malam Eropa,

"Selamat ulang tahun, Cahaya!"

Sang bintang berkelip dengan eloknya, seakan-akan menjawab seruan Bintang.

starlight°「✓」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang