My weird Husband is not gay

1.9K 22 1
                                    

Aravina (POV)

Aku menatap Jaimei yang sedari tadi berada di depanku. Jaimei Brooks adalah sahabat ku yang sudah seperti kakak bagiku. darinya ku dapatkan sosok seorang kakak yang ku impikan darinya, serta Ben Dixon sebagai sosok kakak laki-laki yang juga ku impikan. Mereka sama berartinya bagiku layaknya seperti Ryan dan juga Mommy. Selama satu minggu terakhir Jaimei terus saja mendiamiku, aku sungguh tidak tahan sebenarnya dengan keadaan ini. Ku tatap Jaimei yang terus mengalihkan pandangan nya dariku. Ia terus saja mencoba menghindariku.

Aku menghela nafas pelan, Ben menatapku dan meminta jawaban ada apa denganku dan Jaimei. Aku menggeleng lemah, sungguh aku tak tahu apa salahku yang membuat Jaimei mendiamiku terus menerus. "Ada apa denganmu Jaimei?" Tanyaku pada akhirnya aku sungguh tak tahan dengan aksi diam nya.

"Kau bertanya ada apa denganku? Harusnya kau yang bertanya pada dirimu sendiri," Balas nya Tajam.

"Aku, aku tidak tahu apa salahku terhadap mu Jaimei, tetapi kau mendiamiku dari sejak seminggu yang lalu," Balasku.

"Huh, hebat sekali. Bahkan kau tidak sadar kau sudah mengabaikan ku dan juga Ben," Mengabaikan, oke akhir-akhir ini aku memang sangat sibuk.

"Semoga kesibukan mu bermanfaat bagimu," Ya tuhan apa karena selama seminggu terakhir aku tidak menegurnya. Aku menatap Ben.

"Dia selalu bertanya apa yang kau kerjakan selama seminggu belakangan.." Ujar Ben.

"Dan dia juga bilang kalau kau bukan Ara yang dulu," Astaga sebegitunya kah?

"Aku akan menemui nya, aku tidak bisa membuat nya terus mengira aku mengabaikan nya Ben," Ucapku bergegas. Ben hanya mengangguk.



Aku berjalan mengelilingi kampus mencari keberadaan Jaimei, beberapa kali aku menanyakan pada mahasiswi lain apa mereka melihat Jaimei. Tapi tidak ada yang tahu di mana Jaimei sekarang ini, aku menuju ruangan Jaimei tapi Jaimei tetap tidak ada.

Apa mungkin Jaimei, ah ya aku harus mencarinya ke sana. Dengan cepat ku langkahkan kakiku menuju Taman belakang kampus yang biasa aku dan Jaimei kunjungi. Dan benar saja aku melihatnya sedang duduk di sana. "Aku mencarimu ke sana kemari. Ternyata kau ada disini," Ucapku duduk di sebelahnya.

"Untuk apa kau mencariku, bukankah aku sudah tak di anggap lagi olehmu?" Tanya nya sinis.

"Kau salah paham Jaimei." Ucapku menghela nafas panjang.

"Salah paham kau bilang, bahkan kau tidak mengatakan kemana kau selama seminggu ini." Jaimei terlihat menahan emosinya.

"Aku bekerja Jaimei. Aku harus membiayai sekolah Ryan, maaf jika aku belum sempat mengatakan padamu dan juga Ben." Ucapku menunduk.

"Bukankah kau masih mengirim Novel-novel mu kepada penerbit yang biasa?"Tanya nya lebih bersahabat.

"Belum ada tanggapan, aku harus terpaksa mencari pekerjaan lain untuk melunasi iuran Ryan yang harus di bayar paling lambat sabtu kemarin. Maaf jika aku sudah membuatmu di abaikan," Ucapku menunduk.

"Sebenarnya kau menganggap aku sebagai sahabatmu tidak sih?" Tanya Jaimei lagi.

"Tentu saja ya, aku hanya memiliki mu dan Ben di kampus ini. Bahkan tidak ada yang mau menemaniku selain kalian," Ucapku lagi. Aku di kucilkan karena hanya mengandalkan beasiswa.

"Lalu mengapa kau tidak membicarakan semuanya kepada aku dan Ben? Jika kau terus seperti ini kau seperti sama sekali tak menganggapku dan Ben," Balasnya.

"Aku sudah terlalu sering menyusahkan kalian, aku tidak ingin membuat kalian terus susah karena aku. Lagipula sekarang aku sudah bekerja, maaf kan aku," Ucapku memelas kepadanya.

"Aku tidak pernah merasa kau menyusahkan ku Ara, lalu kau bekerja dimana dan sebagai apa? Akan ku pertimbangkan nanti," Ucapnya menatapku menyelidik.

"Aku bekerja sebagai pelayan Butik, terimakasih Jaimei. Hmm tega sekali permintaan maafku kau tolak. Kau jahat sekali," Pura-pura ku. ia menatapku sebentar lalu.

"Hahaha, wajahmu lucu sekali. Hahaha kau tahu dengan wajahmu itu kau benar-benar terlihat seperti anak elementary school." Ucapnya yang membuatku melongo. Aku paling tidak suka dengan sebutan anak elementary.

"Tidak lucu jaimei." Marahku.

"Ok, kau ingin ku maafkan tidak sih?" Tanya Jaimei lagi, aku menatapnya dan memasang senyum ceria ku. aku mengangguk masih menatapnya.

"Kalau begitu jangan sekali-kali kau menyembunyikan apapun lagi dariku. Termasuk masalah mom dan juga Ryan," ucapnya, haha dia memang selalu memanggil mommy dengan panggilan mom. Aku langsung mengangguk dan kembali memeluknya, Jaimei itu tidak seperti sahabat bagiku melainkan sebagai kaka. Di tambah lagi umur kami yang berbeda 2th. Akhirnya aku merasa lega, setidaknya sekarang aku tak lagi takut dengan Jaimei dan juga Ben yang bisa saja marah seperti tadi.



******

Aku merasa sangat lelah hari ini, sekarang aku harus menutup butik sendiri. Karena hanya aku yang lembur. Aku berjalan keluar setelah memastikan butik sudah tertutup semua dan aman. Berjalan sendirian menuju seatle bus terdekat.



Sudah setengah jam aku menunggu bus, tetapi sampai sekarang belum juga muncul. Sekarang jam menunjukan pukul 10 malam, aku menghembuskan nafas beberapa kali. Takut juga sendirian di seatle bus seperti ini, aku merinding ngeri. Tiba-tiba saja aku membayangkan seseorang yang mungkin bisa... astaga kau mikir apa sih Ara.

Aku merinding sendiri mengingat semua pemikiran ku barusan. Benar-benar mengerikan. Aku langsung masuk kedalam bus saat sudah ada yang datang. Aku mengambil tempat di tengah-tengah.



Aku membuka pintu rumah dengan perlahan, aku tidak mau mengganggu mom dan juga Ryan yang sedang istirahat. "Mengapa belakangan ini kau pulang selalu larut Ara?" Tanya mo menghentikan langkahku. Aku sama sekali tidak melihat tadi tadi.

"Aku di minta lembur mom sama bos ku," Balasku berbalik dan tersenyum memandang mommy.

"Mom, tadi menyiapkan makan malam, kau makan saja dulu Ra, setelah itu istirahat. Wajahmu terlihat lelah," mommy mengelus pipiku pelan, aku bangkit dari jongkok ku dan langsung mengecup pipi nya.



Ku hempaskan tubuhku di atas tempat tidur yang kini sudah tak empuk lagi. Mulai hari ini aku harus melanjutkan kembali Novel yang baru synopsis nya saja yang di terima penerbit. Tadi siang saat bekerja Revi, editor ku mengirim pesan mengatakan jika novel ku akan segera di terbitkan. So, mulai malam ini aku akan kembali begadang untuk melanjutkan novel ku.

'Sunyi Dalam Semi' itulah judul novel ku yang akhirnya di terima oleh penerbit. Setelah mencuci muka dan membuat segelas besar kopi aku membuka laptop lamaku. Laptop yang benar-benar sangat jadul namun masih begitu bermanfaat bagiku. Aku mencintai laptop ini dengan begitu dalam, meskipun tidak sebanding dengan laptop yang sekarang lagi ngetren.

Dan laptop ini pula yang selama ini membantuku untuk tetap bertahan hidup, menyekolahkan Ryan serta mengobati mom. Aku kembali memusatkan pikiranku, jari-jemariku kembali menari di atas keyboard. Rasa kantuk mulai menyerang, ku gelengkan ke kiri dan kanan leherku yang terasa pegal.

Pukul 3 pagi, rasanya mataku sungguh tidak kuat lagi untuk menahan kantuk ini, ku simpan tulisanku dan merapikan meja belajarku. Aku beranjak ke tempat tidur dan menutup perlahan mataku. Menjalajahi dunia mimpi yang tidak sekejam dunia nyata.

My weird Husband is not gay Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang