Halaman Mesjid

25 5 0
                                    

“Dicukupkan sekian untuk hari ini, besok jangan lupa pake baju pramuka,ya. Jangan terlambat!”,  tutup Deolinda pada adik-adik bimbingannya.

“Ketua Gugus, silakan pimpin doa!”, perintah Evan, kakak pembimbing yang mendampingi Deolinda di Gugus 8.




“Ke gerbangnya bareng, ya, Ver!”, ajak Marissa pada Vera, teman sebangkunya selama masa orientasi ini.

“Ayokkk!”, Vera menanggapi positif,  “Lewat sini aja, biar cepet.”, tunjuknya  pada tangga sebelah timur.

“Ya udah, deh.”, pasrah Marissa mengikut saja, “Tapi kayaknya lebih deket lewat tangga selatan, deh.”,  pendapat Marissa setelah menuruni anak tangga.

“Ya udah, sih. Udah terlanjur. Tinggal lurus doang juga.”, oceh Vera yang tak ditanggapi Marissa. Matanya menatap lurus seorang pemuda yang sedang bersepatu di halaman Mesjid, yang juga menatapnya lurus sambil menyunggingkan bibirnya.

“He!  Lo dengerin gue gak sih?”, pertanyaan Vera memutus kontak mata Marissa dengan pemuda itu.

“Iya. Yuk ah!”, Marissa lantas menarik lengan Vera, tak ingin lama-lama berada di sekitaran Mesjid.

“Mama!”, teriak Vera mendatangi Mamanya yang sudah datang menjemputnya, “Kenalin, nih, Ma, Marissa temen sebangkuku.”

“Marissa, tante.”,  Marissa mencium tangan Mama Vera sambil tersenyum sopan.

“Loh? Ini Marissa anaknya Pak Wijaya, bukan?”

“Pak Wijaya siapa, Mah?”, celetuk Vera bertanya.

“Temennya Papa kamu.”, jawab wanita itu pada anak semata wayangnya.

“Iya, tante. Saya anaknya Pak Wijaya.”

“Nah  loh?!”, celetuk Vera lagi, “Kok gue gak  pernah liat lo di event kantor papa, sih?”

“Gak tau.”, balas Marissa sekenanya.

“Ya udah, salam buat Mama Papa kamu, ya.”, suara Mama Vera pada Marissa sambil terkekeh mendengar obrolan dua gadis remaja di hadapannya.

“Iya, tante. Nanti Rissa sampaikan.”, angguk Marissa sopan.

“Marissa gak dijemput? Pulang naik apa?”, tanya wanita itu khawatir.

“Enggak, tante. Marissa pulang naik angkot. Udah biasa kok.”, ringis gadis itu.

“Kalo gitu, tante sama Vera duluan, ya. Kamu hati-hati.”

“Iya, makasih, tante.”, Marissa mengembangkan senyumnya.







Petang itu, Marissa menghampiri ayahnya yang baru pulang kantor, “Yah, anaknya temen ayah ada yang masuk ke Penta Highschool juga?”

“Banyak lah. Kenapa emang?”  tanya ayahnya balik pada Marissa.

“Tadi Rissa ketemu sama mamanya Vera. Katanya papanya Vera temen ayah.”, cerita gadis itu pada ayahnya.

“Vera anaknya Pak Rudi?”

“Iya mungkin. Nggak tau juga nama papanya siapa.”, jawab Marissa sedikit bertanya.

“Anaknya Pak Rudi emang masuk Penta Highschool juga tahun ini. Ayah pernah ke rumahnya.”

“Iya? Di mana? Kok ayah gak pernah bilang? Ngapain ayah ke sana?”, kata Marissa menuntut banyak pertanyaan.

“Di Perum Permata Indah.  Ayah bantu benerin computer papanya.”

“Oh.Tadi ada salam dari mamanya Vera.”

“Waalaikumsalam. Kamu ketemu mamanya Vera di mana?”

“Di halaman depan sekolah.”






"By looking at your eyes, and finding the whole world just in one of a magnificence."

The Art of Eye Contact (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang