IPS SATU

11 4 0
                                    

Hari terakhir masa orientasi dibuka dengan training ESQ, setelah itu dilanjutkan dengan demo ekstrakulikuler. Hari ini cukup cerah, tapi tidak sepanas kemarin.

Suasananya masih sama, dengan para peserta demo di tengah lapang,dan peserta orientasi menonton di sisi lapangan.

Tapi ada yang berbeda menurut Marissa. Gadis itu celingukkan sejak tadi, mencoba mengangkat kepalanya lebih tinggi. Tapi hasilnya nihil, sang kakak waketos tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

Tentu saja hal itu membuat suasana hati Marissa tak secerah cuaca hari ini. Gadis itu hanya bisa memajukan bibir bawahnya sambil menopang dagunya, merasa tak tertarik dengan demo hari ini.

“MAJUUU JALAN!”, tiba saatnya ekskul PASKIBRA mendapat gilirannya. Seperti biasa, mereka memperagakan gerakan baris-berbaris dengan tersusun rapi. Selain itu, mereka juga menjelaskan seragam apa saja yang mereka gunakan. "Wait, bukannya itu Kak Fadly?", tanya Marissa dalam hati, "MasyaAllah, so dashing.", mata gadis itu berbinar melihat kakak pujaannya tampak sangat gagah dengan seragam PASKIBRA di tubuhnya.
Fadly bertugas sebagai MC untuk PASKIBRA di demo kali ini. Ia menjelaskan bermacam-macam seragam yang digunakan oleh anggota PASKIBRA. Dan jangan lupakan pesonanya yang terus terpancar, membuat Marissa tersadar, bahwa bukan hanya dia yang memuja Fadly diam-diam.








Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berganti minggu. Tak terasa, sudah beberapa minggu Marissa resmi menjadi siswi Penta Highschool. Sudah banyak perubahan yang terjadi, mulai dari seragam sekolah, perilaku teman sekelas, skala pertemuaannya dengan sang kakak waketos, sampai teman sebangku juga berubah. Kini Marissa berbagi meja dengan Syarla, tak lagi bersama Vera karena gadis itu lebih memilih berbagi meja dengan teman SMPnya, Nafa.

Kebetulan, di tugas Bahasa Indonesia kali ini, Marissa berada di kelompok yang sama dengan Syarla. Proyek kali ini adalah mewawancarai wiraswasta muda yang akan dipresentasikan dalam bentuk video. “Gimana kalo kita ajak Kak Abimana aja? Dia kan youtuber, tuh.  Pasti bisa bantu.”, usul Marissa pada teman-teman satu kelompoknya.

“Boleh. Tapi siapa yang bakal ngomong ke dia?”, respon Syarla sambil menyeimbangkan pulpen di bibir yang ia majukan.

“Ya elo lah! Kan lo adek kelasnya pas SMP. Pasti udah kenal lah.”, balas Marissa setengah menggoda.

“Hah?! Gak mau ah! Gue gak akrab sama dia, malu.”,  tolak Syarla spontan.

“Hilih, sok malu-malu, paling juga malu-maluin.”, Marissa mengeluarkan jargon andalannya, “Ya udah, gue aja yang bilang. Tapi lo temenin, ya?”, kata Marissa mengajukan diri.

“Oke. Besok pas istirahat pertama, ya?”

“Eh, btw, emang lo tau di mana kelasnya?”, celetuk Maudy, salah satu anggota kelompok ini.

“Dia sebelas IPS satu, sama kayak kita.”, jawab Syarla sambil mengangkat kedua alisnya.

“Apal banget sih, lo!”, sindir Marissa pada teman sebangkunya itu.

“Tau lah, Syarla.”, sombong Syarla pada teman-teman sekelompoknya.













“La, kita mau ke kelasnya Kak Abimana sekarang aja?”,  tanya Marissa pada teman sebangkunya saat bel istirahat selesai berbunyi.

“Hm, ayok, orangnya udah gue DM tadi malem.  Katanya dia bakal nungguin di kelasnya.”,  kata Syarla menginformasikan.

“Saikkk dah lo!”, Marissa mengacungkan jempol ke depan wajah Syarla sebagai tanggapan.













“Kelasnya yang ini kan?”, Marissa mencoba memastikan.

“Iya. Tuh ada tulisannya.”, tunjuk Syarla.

“Eh? Itu Kak Fadly bukan sih?”, gumam Marissa yang masih bisa didengar Syarla.

“Hah?”

“Cari siapa, dek?”, sebuah suara mengagetkan keduanya.

“Eh?! Emm, anu, Kak Abimananya ada?”, ringis Marissa pada kakak kelas yang memperhatikannya dari ambang pintu.

“Oh, bentar. BIMBIIIIIIMMM!!!”, teriak siswi itu memanggil teman sekelasnya.

Selang beberapa saat, munculah seseorang yang dicari, “Syarla, ya? Ada perlu apa?”, tanya Abimana ramah pada kedua adik kelas barunya.

Syarla menyikut Marissa, mengisyaratkan agar gadis itu menjelaskan maksud mereka, “Jadi gini, kak. Kita ada tugas mewawancarai wiraswasta muda. Nah, kakak kan youtuber, barangkali kakak bisa bantu.”, jelas Marissa tersenyum penuh harap.

“Waduh, tugas Bahasa Indonesia ya? Emang boleh kalo mewawancara youtuber?”, tanya Abimana agak keberatan.

“Boleh kok, kak. Kita udah izin ke gurunya.”, jelas Marissa lagi meyakinkan.

“Oh, oke deh. Tugasnya buat hari apa?”, setuju Abimana pada akhirnya.

“Selasa depan.”, Marissa mengembangkan senyumnya merasa mendapat  persetujuan.

“Kalian mau ngerjain kapan?”, tanya Abimana mencari waktu yang tepat.

“Ini kan tugasnya dalam bentuk video, jadi terserah Kak Bimbim mau shooting kapan.”, kata Marissa mencoba SKSD dengan menyebut sapaan akrab pemuda itu, walau nyatanya ia merutuki dirinya sendiri dalam hati.

“Jumat aja, ya? Jumat kan waktunya pendek. Jadi, shootingnya bisa leluasa.”, usul pemuda itu.

“Oke deh. Jumat ya.”

“Eh, tapi shootingnya mau di mana?”

“Di kelasku aja, ya, kak. Sepuluh IPS satu.”

“Hm. Oke.”






"You're the goddess damn man, that God ever sent to me."

The Art of Eye Contact (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang